Friday, September 27, 2013

Pengertian Al-Qur'an mu'jizat yang luar biasa


Al qur’an adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Al qur’an diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana gelap menuju yang terang serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Al qur’an adalah salah satu kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawattir. Oleh dari itu kita harus mengetahui bagaiman sejarah pembukuan dan pembakuan al-qur’an dari masa Nabi hingga masa Khulafaur Rasyidin. Sebagaimana al-qur’an yang kita baca sehari hari.

Sunday, September 8, 2013

dasar psikologis joh dewey dalam pendidikan



1. Dasar psikologis.
Yang termasuk dalam dasar psikologisnya diantaranya: cara memberikan pelajaran wajib disesuaikan dengan tingkatan perkembangan. cara berfikir. dan cara bekerja anak. Penentuan bahan pelajaran juga wajib disesuaikan dengan perhatian dan keperluan anak sebagai akibat dari instingnya. Dewey mengenal 4 insting yaitu: 1). Insting sosial, 2). Insting membentuk dan membangun, 3). Insting menyelidiki, 4). Insting kesenian.
a) Insting sosial
Yang dimaksud dengan insting sosial adalah keinginan anak untuk mengadakan hubungan dengan orang disekitarnya. Ini dapat dilihat pada waktu anak bermain. Mereka bermain sebuah permainan bersama-sama dengan teman bermainnya. Frobel mengatakan bahwa teman adalah alat permainan yang terbaik. Disamping permainan masih ada alat penghubung sosial yang digunakan dalam pergaulan yaitu bahasa. Bahasa tidak hanya merupakan suatu alat penghubung dalam pergaulan semasa anak hidup tetapi juga alat penghubung dengan generasi yang lampau dan generasi yang akan datang. Berhubung dengan insting sosial ini anak perlu diberi banyak kesempatan untuk bekerja bersama-sama dengan menggunakan bahasa sebaik-baiknya.
b) Insting membangun dan membentuk.
Insting membangun dan membentuk dapat dilihat ketika anak bermain-main. Mereka membuat kolam, jembatan, rumah, roti, dan lain-lain dengan bahan yang belum berbentuk separti pasir, tanah, kayu, air dan sebagainya untuk kemudian dirusak, diperbaiki dan dirusak lagi. Juga dalam hal insting membentuk pada anak. Dewey sependirian dengan Frobel.
c) Insting menyelidiki.
Bukti adanya insting menyelidiki ialah bahwa anak itu suka merusak segala sesuatu yang ia pegang. Ia ingin mengetahui apa sebabnya mobilnya dapat berjalan, apakah isi perahunya, apakah bonekanya juga berdarah seperti dirinya apabila ditusuk pisau dan sebagainya.
d) Insting kesenian.
Insting kesenian adalah kelanjutan dari insting membangun. Anak ingin menghias hasil perbuatannya agar menjadi lebih baik dipandang mata. Rumah-rumahan yang baru saja selesai tidak ditinggalkan begitu saja. rumah itu dihiasi dengan berbagai alat, bendera, daun, bunga, tanaman, gambaran, dan lain sebagainya. Kesukaan anak untuk menari, menyanyi, menggambar dengan warna menmbah bukti bahwa pada anak ada insting kesenian itu.
2. Dasar sosiologis.
Dewey berpendapat bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran adalah kepentingan kemajuan masyarakat. Tiap anggota masyarakat berkewajiban mengembangkannya dan anak wajib dibimbing ke arah itu. Jika bahan pegajaran diambil dar masyarakat dan pengajarannya dilangsungkan di tengah masyarakat maka dapat dikatakan bahwa pengajaran dijalankan oleh masyarakat, untuk masyarakat, dan dalam masyarakat. Dewey mengatakan bahwa tenaga-tenaga itu (anak) harus diabdikan pada kehidupan sosial, jadi mempunyai tujuan sosial. Maka dari itu pendidikan adalah proses sosial dan sekolah adalah sesuatu lembaga sosial.
Berdasarkan sekolah kerja yang ia prakarsainya, masyarakat harus menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi pendidikan warganya. Dan materi pelajaran disekolah harus diberikan secara terpadu dan dipraktekkan dalam masyarakat anak untuk memenuhi kebutuhannya. Pengalaman anak yang diperoleh di sekolah seharusnya dipakai untuk hidup dalam masyarakatnya dikemudian hari. Kehidupan seharusnya menjadi pusat bahan pengajaran (life central education).
Dalam kaitannya dengan bahan pelajaran. sekolah kerja mengajak kita untuk mengingat sifat manusia, minat dicoba ditarik ke arah hal-hal yang menyenangkan, pada kenikmatan-kenikmatan yang langsung dan tidak pada rasa sakit atau penderitaan lain. Dan jalan keluarnya adalah dengan mempsikologikan bahan pelajaran, mengubah bahan-bahan pelajaran, mengembangkannya di dalam bentangan dan batasan-batasan wilayah kehidupan anak dengan membiarkan saja pelajaran apa adanya dan memakai metode tipuan untuk membangkitkan minat pada pelajaran- bukannya mempelajari apa yang diminati berusaha membuat pelajaran menjadi menarik- bukannya minat itu menentukan pelajaran.
Berangkat dari hal diatas diketahui bahwasannya kekuatan-kekuatan anak saat ini yang harus mengemuka. potensi-potensinya saat ini mesti dilatih, sikap-sikapnya perlu diujudkan. Disinilah letak tugas guru yang formil yang cenderung hanya mengembangkan minat. Sehingga mata pelajaran yang diberikan berpusat pada masalah yang bernilai fungsional untuk anak. Dengan jalan itu tidak akan terpisah antara teori dan prakteknya, sekolah dan masyarakat anak.
Pada tahun 1896 Dewey memaklumkan dan mengusulkan suatu gagasan mengenai sekolah yang akan mendekatkan berbagai upaya teoritis dengan berbagai tuntunan praktis sebagai komponen yang paling esensial dari fakultas ilmu pendidikan. Inilah awal penerapan sekolah kerja menurutnya. Yang menjadi inti kurikulum Dewey adalah apa yang disebut okupasi. yaitu suatu kegiatan anak yang meniru atau berfungsi secara paralel dengan berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sosial orang dewasa. Kegiatan okupasional memiliki dua arah yaitu: terarah kepada studi ilmiah mengenai berbagai material dan proses yang terlibat dalam cara berfungsinya materi itu dan peran mereka di dalam masyarakat dan budaya. Maka dari itu fokus tematik bagi semua okupasi bukan hanya sebagai kesempatan untuk berbagai latihan manual dan studi sejarah melainkan juga untuk pengetahuan matematika, geologi, fisika, biologi, kimia, membaca, seni musik, dan bahasa.
Dalam contoh sekolah diatas kita tidak hanya melihat bagaimana minat anak terhadap aktivitas khususnya sendiri (membuat kebun), melainkan bagaimana cara membuat sesuatu memungkinkan si anak berkenalan dengan berbagai metode pemecahan masalah ekperiemental dimana kesalahan merupakan bagian penting dari suatu proses belajar. Menyajikan kepada anak pengalaman langsung disertai berbagai situasi problematik yang mereka ciptakan sendiri. Jadi sekolah kerja harus menyelenggarakan dan mengatur sekolahannya agar anak dapat bekerja dengan bebas dan spontan. Gedung dan alat pengajaran wajib disesuaikan dengan tujuan itu. Antara berbagai tingkatan sekolah dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi harus ada satu organisasi yang sama.

c. Pendidikan sosial dan kesusilaan.
Salah satu letak demokrasi pendidikan menurut Dewey terdapat pada pendidikan sosial dan kesusilaan yang ia gagaskan. Di sekolah Dewey tidak diutamakan kecerdasan walaupun kecerdasan penting tetapi bukan yang utama. Pendidikan kemasyarakatan dan kesusilaan menurut dewey amat erat hubungannya. Disinilah sebuah sekolah harus merupakan suatu masyarakat kanak-kanak yang sesuai dengan tingkatan kemajuan anak.
Bekerja sendiri dan bersama-sama disamping mengandung pendidikan kecerdasanyang amat penting artinya untuk pendidikan sosial juga merupakan pendidikan budi pekerti atau kesusilaan. Dewey merendahkan sekali pendidikan kesusilaan yang diberikan hanya dengan memberitahu dan menyuruh percaya pada dogma kesusilaan yaitu apa yang dinamai luhur dan apa yang dinamai hina. Pengalaman anak dalam bekerja harus dapat menumbuhkan pengertian dan minat terhadap kaidah hina dan luhur itu dan juga menimbulkan hasrat untuk berbuat luhur serta menghindari perbuatan hina.
Tetapi pengertian minat dan hasrat belum cukup. Yang terpenting adalah perbuatan luhur. Dengan bekerja sendiri dan bersama (memasak, memital, menenun, dan lain-lain) akan sampai pada kemampuan menyusun pembagian pekerjaan yang baik, memilih pemimpin dan penolongnya, bekerja bergotong royang, bersaing secara sehat, juga akan timbul suasana saling menceritakan pengalaman dan bertukar pikiran sehingga terciptalah tata tertib batin yaitu tata tertib atas dasar keinsyafan.
Referensi
Al-Abrasyii, Muhammad Attiyah. Tanpa Tahun. Ruuhu At-Tarbiyah Wa At-Ta’liim. Cetakan Kesepuluh. Al-Qaahirah; Daar Ihkyaau Al-Kutub Al-‘Arabiyah.
Baihaqi, MIF. 2007. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan. Dari Abendanon Sampai K. H. Imam Zarkasyi. Cetakan Pertama. Bandung; Penerbit Nuansa.
Butler, J. Donald. 1957. Four Philosophies And Their Practice In Education And Religion. Revised Edition. New York; Harper And Brothers Publisher.
Dewey, John. et. al. 2002. Pengalaman Dan Pendidikan. Cetakan Pertama. Alih Bahasa Oleh; John De Santo. Yogyakarta; Kepel Press.
Dewey, John. et. al. 2003. Dalam Menggugat Pendidikan Fundamentalis. Konservative. Liberal. Anarkis Oleh Paolo Freire. Ivan Illich. Enrich Fromm. dkk. cetakan ke- 4. Alih Bahasa Oleh; Omi Intan Naomi. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Djumransjah, M. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Cetakan Pertama. Malang; Bayu Media Publishing.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa. Mengungkap Hakikat Bahasa, makna, dan tanda. Cetakan pertama. Bandung; PT Remaja Rosda Karya.
Idi, Abdullah Dan Suharto, Toto. 2006. Revitalisasi Pendidikan Islam. Cetakan pertama. Yogyakarta; Tiara Wacana.
Iman, Muis Sad. 2004. Pendidikan Partisipatif. Menimbang Konsep Fitrah Dan Progressivisme John Dewey. Cetakan Pertama. Yogyakarta; Safiria Insani Press.
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Cetakan ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Langgulung, Hasan. 2003. Pendidikan Islam Dalam Abad 21. Cetakan ketiga. Jakarta; PT. Pustaka Al-Husna Baru
Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Dalam Abad 21. Cetakan pertama. Yogyakarta; Safiria Insani Press.
Prasetya. 2000. Fisafat Pendidikan Untuk IAIN. PTAIN. PTAIS. cetakan ke-dua. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Purwanto, M. Ngalim. 2003. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Edisi Kedua. Cetakan Kelimabelas. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya.
Soejono, Ag. 1978. Aliran-Aliran Baru Dalam Pendidikan. Bagian Ke-1. Cetakan Kelima. Bandung; Penerbit CV. Ilmu.
Tafsir, Ahmad. 2001. Filsafat Umum. Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Cetakan Kesembilan. Bandung; PT Remaja Rosdakarya.
Wan Daud, Wan Mohd. et. al. 2003. Filsafat Dan Praktik Pendidikan Islam Syed Naquib Al-Attas. Cetakan pertama. Terjemah Oleh; Hamid Fahmy. M. Arifin Ismail. dan Iskandar Amel. Bandung; Mizan.

Dasar-dasar sekolah dalam pendidikan john dewey


dasar-dasar sekolah kerja diantaranya:
1. Dalam sekolah kerja anak harus aktif berbuat. mengamati sendiri, mencari jalan pemecahan sendiri dalam kesukaran, memikirkan, dan memecahkan sendiri yang dihadapi dan berinisiatif.
2. Pangkal dan tujuan usaha pendidikan dan pengajaran harus terletak pada anak itu sendiri, tidak pada metode, bahan pengajaran atau guru.
3. Sekolah kerja mendidik murid agar menjadi suatu kepribadian yang berani berdiri sendiri, bertanggung jawab untuk menjadi anggota yang baik dari suatu masyarakat. Inilah segi sosialnya.
4. Bahan pengajaran tidak diberikan terpisah-pisah melainkan sebagai suatu keseluruhan atai totalitas dengan suatu masalah hidup sebagai pusat.
5. Sekolah kerja tidak menginginkan pengetahuan sedia yang sebanyak-banyaknya yang diperoleh dengan hafalan dan menirukan, tetapi menghendaki pengetahuan dan keprigelan.
6. Sekolah kerja menganggap bahwa pendidikan fikir tidak ada gunanya. tetapi anak harus dididik berfikir dengan mengalami seniri proses berfikir secara kanak-kanak.
7. Pendidikan akhlak merupakan suatu segi penting dalam pendidikan sosial. maka sekolah kerja harus merupakan suatu masyarakat, tempat mendapatkan latihan dan pengalaman yang amat penting artinya untuk pendidikan sosial, watak dan kecerdasan.
8. Sekolah kerja mendidik anak melalui berbagai ketrampilan agar suka bekerja produktif sesuai dengan bakatnya.
Dari dasar-dasar diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya sekolah kerja yang merupakan perwujudan dari progresivisme pendidikan mempunyai keterikatan yang kuat dengan masyarakat dan upaya mengembangkannya melalui generasi mudanya. Karena bagaimanapun masyarakat tidak mampu mengadakan kegiatan pendidikan tanpa adanya sebuah intisari dengan tujuan tertentu begitu juga lembaga sekolah harus menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat karena hal ini merupakan aturan yang benar untuk bekerja dengan baik.
Keterangan-keterangan diatas merupakan gambaran tentang sekolah kerja. Sekolah kerja menurut John Dewey umumnya disebut pengajaran proyek atau metode soal maupun masalah. John Dewey yang menanamkan benih-benihnya tetapi yang menumbuhkan dasar itu menjadi suatu sistem pengajaran proyek atau metode (problem) itu ialah W.H. Kilpatrick.
Pendidikan menurut Dewey ialah memberikan kesempatan untuk hidup. Hidup ini menyesuaikan diri dengan menyesuaikan diri dengan masyarakat, kesempatan diberikan dengan jalan berbuat secara individual maupun rombongan untuk mendapatkan pengalaman sebagai suatu modal berharga dalam berfikir kritis serta produktif dengan berbuat susila. Dan sekolah yang dikehendaki oleh John Dewey adalah sekolah kerja dimana masyarakat harus menyediakan segala sesuatu yan dibutuhkan oleh warganya unutk pendidikan agar tidak tergantung kepada dogma, melainkan pada cara berfikir bebas, berdisiplin, obyektif, kreatif dan dinamis.
Disamping itu betapa pentingnya arti bekerja menurut Dewey, karena bekerja memberikan pengalaman dan pengalaman menuntunberfikir seseorang sehingga orang tersebut dapat bertindak benar dan bijaksana, pengalaman juga mempengaruhi budi pekerti seseorang, pengalaman itu sendiri terbagi menjadi pengalaman positif dan negatif.
Kedua aspek inilah yang telah mendasari konsep sekolah kerja menurut john dewey yang pada dasarnya sekolah kerja menurutnya berdasarkan atas dua segi yaitu segi psikologis dan segi sosiologis.

Kritik John Dewey terhadap pendidikan


Kedua kritik Dewey terhadap guru dan sarana mengajar di sekolah kun guru meilii peran yang sangat memnentukan segala sesuatu (guru-central). Jadi guru yang memaksakan bahan pengajranan kepada anak. berfikir untuk anak. memecahkan soal untuk anak. sehingga yang aktif justru sang guru bukan anak didik. menurut Dewey tidak perlu adanya minat paksaan sebab kecuali minat langsung juga pada anak minat langsung dapat juga pada anak itu ditimbulkan minat yang tidak langsung. Guru dalam hal ini harus hanya berfungsi sebagai penunjuk jalan saja. pengamat tingkah laku anak untuk dapat mengetahui hal yang menarik minat anak. seperti Montessori. Dan dengan perkembangan tersebut ia dapat menentukan masalah yang akan dijadikan pusat minat anak.
Ketiga murid dan cara belajar. disekolah kouno muridhanya mendengarkan. It is made for listening! Kata Dewey sekolah tradisionalia namai sekolah anak, sekolah dengar, sekolah percaya, juga sekolah buku karena anak dipaksa mengambil hal yang telah dituturkan dan lengkap difikirkan untuknya dalam buku. Disini murid tidak mendapatkan kebebasan. tidak ada kesempatan untuk mengeluarkan sesuatu dengan spontan. perbuatan dan pikiran murid tergantung pada orang lain, lisan dari guru, maupun tertulis dari buku. Keadaan seperti itu wajid diubah, anak harus bekerja bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri sesuai dengan insting yang ada padanya. Dengan jalan ini anak belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar. Inilah makna istilah learning by doing yang dikehendaki oleh John Dewey. Disini anak harus dididik kecerdasannya agar padanya timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur dan akhirnya dapat berfikir secara keilmuwan, obyektif, logis, dan yang dipentingkan ialah jalan berfikir bukan hal yang difikirkan.
Keempat. penyelenggaraan sekolah. alat dan peraturan yang ada di sekolah tradisional sakan-akan memaksa anak untuk pasif, perbuatan di sekolah berlangsung kaku, tidak memberikan kebebasan bertindak, bentuk bangku, gedung, rencana pelajaran, semuanya mengikat, tidak memberikan kebebasan kepada anak maupun guru, tidak ada kesempatan untuk mengadakan penyelidikan (survey) dan percobaan jumlah mata pelajaran terlalu banyak dan dalam kelas terlalu banyak murid.
Apabila kritik tersirat itu dirumuskan secara explisit, agaknya ia berbunyi seperti berikut: Pada hakekatnya pola pendidikan tradisional bersifat paksaaan dari atas dan dari luar pendidikan tradisional memaksakan seluruh norma, materi pokok pelajaran, dan metode orang dewaa kepada anak muda yang hanya dapat bertumbuh secara berlahan menuju kematangan. Jurang itu sedemikian lebarnya sehinggga materi baik pokok pelajaran, metode belajar dan bertindak yang dituntut itu menjadi asing bagi kesanggupan yang ada pada anak muda.

John Dewey Pengertian Demokrasi pendidikan


Konsep demokrasi dalam pendidikan, sebagaimana dinyatakan dewey “ individu lebih didominasi oleh hasrat alamiah. Hasrat yang tinggi ini memunculkan rasa kasihan, keramahan, serta beberapa watak yang menonjol. Hasrat alami membuat individu sebagai warga negara yang baik sebagai pembela negara, tapi keterbatasan mereka berhubungan dengan kekurangan-kekurangan yang merupakan sebuah kapasitas yang digenggam secara universal. Hasrat yang tinggi terbentuk dalam pengalaman dan kebebasan. Dan satu-satunya kebebasan yang tetap penting adalah kebebasan intelegensi yaitu kebebasan observasi dan pertimbangan yang dilakukan atas nama sejumlah tujuan yang hakekatnya berharga. Kekeliruan yang paling sering dilakukan terhadap kebebasan adalah menyamakan dengan kebebasan bergerak atau sisi dengan sisi eksternal atau fisik dari kegiatan. Namun sisi eksternal atau fisik dari kegiatan tersebut tidak dapat dipisahkan dari sisi internal kegiatan yaitu kebebasan berfikir. berkeinginan. dan bertujuan.
Keuntungan yang secara potensional dalam peningkatan kebebasan ilmiah yaitu pertama; tanpa kebebasan tersebut. tidak mungkin bagi seorang guru untuk memperoleh pengetahuan tentang semua individu yang ditanganinya. yang kedua ditemukan dalam sifat dasar dari proses belajar itu sendiri. Disinilah minat sebagai panji-panji yang mengangkat sang anak sebagai pusat pendidikan sehingga menyerukan kebebasan dan inisiatif.
Dari beberapa point kebebasan yang dibawa oleh John Dewey ada beberapa konsp demokrasi pendidikan yang menjadi pokok konsep pendidikannya. diantaranya;

a. Kritik John Dewey terhadap filsafat dan praktek pendidikan tradisional.
Sejarah teori pendidikan ditandai oleh oposisi antara ide bahwa pendidikan merupakan pengembangan dari dalam kodrat manusia dan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan dari luar diri manusia bahwa pendidikan berdasarkan bakat alami dan bahwa pendidikan merupakan suatu proses upaya mengatasi kecenderungan alami dan mengantikannya dengan berbagai kebiasaan yang diperoleh lewat tekanan eksternal. Dan dewasa ini sekolah cenderung mengambil bentuk kontras antara gaya pendidikan tradisional dan gaya pendidikan progresif.
Ide-ide yang mendasari gaya pendidikan tradisional dirumuskan secara luas tanpa kualifikasi yang diperlukan untuk suatu pernyataan akurat. Jadi ide-idenya biasanya menyangkut materi pokok pendidikan yang terdiri dari perangkat informasi dan keterampilan yang telah dihasilkan pada masa lampau. karena itu tujuan utama sekolah ialah mewariskan segala pengetahuan tersebut kepada generasi yang baru. Dalam hal ini faktor mendasar dalam proses pendidikan adalah kondisi mengada-being-yang kuncup dan faktor lain adalah sasaran-sasaran sosial tertentu. maka nilai-nilai yang mengejawantah dalam pengalaman orang dewasa.
Kemudian ia mengkritik sekolah traditional mengenai beberapa hal. karena dianggap bukan tidak mampu menyentuh aspek-aspek pendidikan yang meliputi ranah afektif, kognitif dan psikomotorik, kritikannya tersebut diantarannya mengenai; bahan pengajaran, cara guru mengajar, cara murid belajar, dan cara menyelenggarakan sekolah. Pertama; disekolah kuno menurutnya terlalu banyak mata pelajaran yang diajarkan. karena tujuan sekolah kuno ialah agar para siswa dapat menduduki jabatan intelektual dan materio sentris. Menurut dewey tidak boleh kebutuhan golongan terbesar dikalahkan oleh kebutuhan golongan yang kecil. Oleh karena itu mata pelajaran yang banyak jumlahnya dan menimbulkan pendidikan intelektualitas dan itu perlu dikurangi dan diganti dengan pengajaran dan latihan kerja. Disamping itu pengetahuan yang diberikan di sekolah kuno kepada muridnya merupakan pengetahuan yang telah diolah. disiapkan. dan dipecahkan kesulitannya terlebih dahulu oleh orang dewasa. hal ini menurut dewey tidak ada gunanya karena anak mengalami proses berfikir sendiri dari permulaan hingga akhir sesuai dengan tingkat kemajuannya sendiri.