Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Sehingga faham Nasionalisme adalah faham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri atau politik untuk membela pemerintahan sendiri, yaitu sifat kenasionalan. Faham nasionalisme ini ada yang terlahir dari adanya kesamaan etnis, budaya, ideologi, agama dan letak geografis.
Faham Nasionalisme ini bermula dari zaman Renaissance di Benua Eropa ketika Martin Luther Pencetus Agama Protestan menterjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman dengan gaya bahasa yang membangkitkan semangat nasionalisme dari dominasi Gereja Katholik Roma. Kemudian faham nasionalisme ini merasuki berbagai bangsa dan negara di dunia.
Faham Nasionalisme dalam bahasa arab disebut dengan qoumiyyah. Dalam dunia Islam, faham nasionalisme ini sempat diletupkan oleh kaum imperialisme Barat untuk memecah belah dunia Islam, sehingga Khilafah Utsmaniyyah yang berkuasa di akhir Abad XIX tercabik-baik, masing-masing bangsa menuntut kemerdekaan terbebas dari dominasi Turki Utsmani. Sementara di Turki sendiri terjadi perubahan besar-besaran setelah kekalahan Turki dalam Perang Dunia I yang menyebabkan Turki terpuruk dan menjadikan wilayah Khilafah Utsmaniyyah menjadi barang jarahan bangsa-bangsa Penjajah dari Benua Eropa, terutama Inggris, Perancis dan Italia. Bahkan beberapa negeri muslim di Eropa pun disulap kembali secara paksa oleh bangsa Eropa menjadi negara non muslim, sebagaimana Negara Bulgaria dan sebagian besar Eropa Timur yang semula merupakan bagian dunia Islam, disulap atas nama nasionalisme menjadi negara-negara non muslim. Bahkan Turki sendiri pun menjadi korban konspirasi dengan dirubah secara paksa pula menjadi negara sekuler atas nama nasionalisme. Dilihat dari sisi ini nasionalisme telah meluluhlantakkan keutuhan dunia Islam.
Di sisi yang lain, semangat nasionalisme juga menjadi pendorong dunia Islam untuk kembali memperoleh kemerdekaannya dari kaum penjajah dari benua Eropa. Sebagaimana bangsa-bangsa Arab dengan semangat nasionalisme arab menuntut kemerdekaan dari Inggris dan Perancis. Demikian pula bangsa-bangsa yang ada di anak benua India menuntut kemerdekaan dari penjajahan Inggris. Di Asia Tenggara muncul pula semangat nasionalisme menuntut kemerdekaan dari Portugis, Spanyol, Inggris dn Belanda. Demikian pula berbagai negeri di Afrika yang menuntut kemerdekaan dari penjajah Inggris, Perancis, Italia dan lain-lainnya.
Menilik dari semua kejadian di atas, maka nasionalisme memiliki sisi positif yaitu menjadi daya dorong suatu bangsa untuk mendapatkan kemerdekaan dari dominasi atau penjajahan negara lain. Tetapi di sisi lain, nasionalisme bisa menimbulkan perpecahan umat manusia dan menimbulkan konflik antar etnis atau antar bangsa. Sehingga dalam pandangan agama Islam, nasionalisme adalah faham yang akan banyak menimbulkan kemudharatan bila tidak dilandasi semangat universalitas ajaran Islam. Sebagaimana yang pernah terjadi di Turki pada awal pembentukan Republik Turki, dimana ketika itu Mustafa Kamal merubah Turki menjadi nasionalisme secara ekstrem, sehingga adzan, sholat dan syi’ar-syi’ar agama lainnya pun mesti memakai bahasa Turki. Konflik berkepanjangan di negara-negara Turki, Syria dan Irak dalam menghadapi Suku Kurdi yang menuntur kemerdekaan bangsa Kurdi dari ketiga negara yang menguasai jazirah Kurdistan sehingga melalaikan larangan agama dari bermusuhan antar sesama muslim. Konflik serupa pun terjadi di berbagai belahan dunia lainnya, sebagaimana sempat memanasnya ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia dalam persengketaan pulau Sipadan dan Ligitan. Sehingga nasionalisme yang akan memecah-belah kaum muslimin adalah nasionalisme terlarang.
Nasionalisme yang sempit akan memicu munculnya utranasionalisme yang menjadikan sebuah bangsa menganggap dari mereka lebih utama dari bangsa-bangsa lain, sebagaimana Bangsa Yahudi yang menganggap dirinya sebagai bangsa pilihan Tuhan, sedangkan bangsa-bangsa yang lain hanyalah bangsa budak yang mesti mengabdi kepada bangsa Bani Israil. Inilah sebabnya Yahudi Israel dengan semena-mena melegalkan membantai kaum muslimin di Palestina, bahkan tanpa perasaan bersalah mereka mengebom rumah-rumah sakit dan kompleks pendidikan bangsa Palestina, bahkan pusat pelayanan kemanusiaan PBB pun tidak luput dari pengeboman yang mereka lakukan. Faham ultranasionalisme Yahudi ini didasarkan kepada kitab Talmud yang dianggap suci oleh mereka yang melegalkan penghancuran agama Nashrani dan Islam, serta menjadikan bangsa-bangsa lain di dunia sebagai budak bagi mereka. Hal ini dipertajam lagi dalam The Protocolate of Zionisme.
Faham Ultranasionalisme ini pula yang memicu kastaisme dalam ajaran agama Hindu di India, yakni setelah bangsa Arya mengalahkan bangsa Dravida sehingga menjadikan bangsa Dravida sebagai budak-budak mereka.
Faham Ultranasionalisme ini yang kemudian menjadikan Hittler bersama NAZI Jerman meletupkan Perang Dunia II. Hittler meyakini bahwa bangsa Jerman adalah bangsa pilihan yang ditunjuk Tuhan untuk memimpin dunia. Dan masih banyak lagi contoh-contoh dari penerapan faham nasionalisme sempit yang menyesatkan para penganutnya.
( ‘ABDULLOH A. DARWANTO )
No comments:
Post a Comment