Thursday, June 7, 2012

keterbatasan keuangan negara, pemerintah dalam RAPBN 2009 berupaya memenuhi target 20 % pembiayaan pendidikan. Kritisi dan beri komentar saudara tentang Kebijakan Pembiayaan Pendidikan RAPBN 2009


Kebijakan Pembiayaan Pendidikan RAPBN 2009 berdasarkan:
a. Upaya pemenuhan target 20% pembiayaan pendidikan
            APBN merupakan instrumen yang sangat penting untuk mencapai tujuan bernegara dan menjaga stabilitas perekonomian. Terlebih lagi pada tahun 2009, dimana Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi. Kunci keberhasilan pembangunan ekonomi tahun depan salah satunya akan ditentukan oleh keberhasilan RAPBN 2009 memprediksi berbagai indikator asumsi makro ekonomi. Disusun dalam suasana ketidakpastian perekonomian dunia dan seiring gejolak harga energi dan pangan, RAPBN 2009 hadir untuk memenuhi amanat konstitusi yakni memberikan porsi 20% untuk anggaran pendidikan.
            Dalam tahun anggaran 2009, meskipun dalam kondisi anggaran yang masih sangat terbatas, Pemerintah bertekad untuk memenuhi amanat konstitusi dalam pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Hal ini dibuktikan dalam dokumen tambahan Nota Keuangan yang disampaikan Presiden RI kepada DPR (15/08), telah dipenuhinya amanat konstitusi untuk anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Untuk memenuhi amanat konstitusi tersebut, pemerintah meningkatkan defisit dari sumber utang sebesar Rp20,2 triliun, sehingga rencana defisit RAPBN 2009 direvisi dari 1,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi 1,9 persen PDB.
            Anggaran pendidikan harus ditambah sebesar Rp46,1 triliun untuk mencapai 20 persen dari APBN, dengan mengurangi beban subsidi energi, dan membagi beban dengan daerah. Hal ini disebabkan anggaran pendidikan pada akhirnya akan dibelanjakan dan dinikmati oleh daerah. Pemerintah menetapkan kenaikan anggaran pendidikan ditujukan untuk mencapai seluruh target Wajib Belajar Sembilan Tahun, memperbaiki kesejahteraan guru secara signifikan, dan meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. 
b. Responsibility Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Jawa Timur
            Peningkatan anggaran juga terjadi dalam transfer ke daerah. Transfer ke Daerah meningkat dari Rp292,4 triliun dalam APBN-P 2008 menjadi Rp303,9 triliun dalam RAPBN 2009, atau 27,1 persen dari total belanja negara dalam RAPBN 2009. Kenaikan ini merefleksikan keinginan untuk mewujudkan agar proses desentralisasi dan otonomi daerah dapat benar-benar terwujud. Di samping kenaikan dalam DAU dan Dana Bagi Hasil, Pemerintah juga meningkatkan DAK sebesar Rp1,1 triliun, sehingga total DAK tahun 2009 mendatang diusulkan meningkat menjadi Rp22,3 triliun.
            Dengan adanya kenaikan anggaran yang terjadi dalam transfer ke daerah merefleksikan keinginan pemerintah untuk meujudkan proses desentralisai dan otonomi daerah benar-benar terwujud. Ide dasar otonomi daerah paling tidak dalam scenario idealnya bertumpu pada kehendak untuk memperdayakan daerah dan sekolah melalui pemberian kewenangan yang lebih dasar dalam pengambilan keputusan. Kewenangan itu diberika bersama-sama dengan pengelolaan dana yang bersumber dari pemerintah maupun masyarakat.
Kewenangan dan dana itu kemudian dikaikan dengan akuntabilitas hasil yang ditunjukkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif di tingkat daerah/sekolah, jadi ada tiga unsure kewenangan yang dapat dilakukan bersama-sama ditingkat daerah/sekolah yaitu :
1. Kewenangan yang lebih besar untuk mengambil keputusan
2. Kewenangan mengalokasikan dana untuk mendukung implementasi tersebut.
3. Akuntabilitas hasilnya.
c. Implikasi terhadap pembiayaan di tingkat unit sekolah
            Biaya pendidikan ditingkat unit sekolah berasal dari tiga sumber yaitu pemerintah (termasuk dari hibah dan pinjaman luar negeri), keluarga siswa (baik disalurkan maelalui sekolah maupun dibelanjakan sendiri), dan masyarakat (selain keluarga siswa). Penghitungan biaya pendidikan untuk tingkat sekolah cenderung bias dana pemerintah yang dikeluarkan sekolah-sekolah, kadang cukup membagi dana total dalam anggaran pendidikan (ditingkat nasional atau daerah) dengan jumlah  sekolah atau siswa dan didalamnya termasuk membayar gaji guru/tenaga kependidikan, biaya operasional dan pemeliharaan, dan biaya penyelengaraan proses belajar mengajar, jadi peran pemerintah dalam mendanai pendidikan akan sangat membantu mengurangi beban pendanaan disekolah disamping ada masukan dari keluarga siswa dan masyarakat.
d. Analisis sumber dan pembiayaan pendidikan (Untuk lebih jelas, lampirkan neraca RAPBN 2009)
            Pembiayaan pendidikan dalam APBN-P 2008 dan proyeksi RAPBN 2009 (dalam trilyun rupiah)
Komponen
2008
2009
A. Pendaptan Negara dan Hibah
1. Penerimaan perpajakan
2. Penerimaan Negara bukan pajak
895,0
609,2
282,8
1.022,6
726,3
295,4
B. Belanja Negara
1. Belanja Pemerintah pusat
2. Transfer ke daerah
989,5
697,1
292,4
1.122,2
818,2
303,9
C. Defisit Anggaran (A-B)
94,5
99,6
 Alokasi pembiayan pendidikan dalam APBN-P 2008dan proyeksi RAPBN 2009 (dalam trilyun rupiah)
Komponen
2008
2009
-          Belanja APBN
-          Belanja Pendidikan
-          Proporsi
894,990
141,408
15,6%
1.122,200
224,400
19,99%

Soal No 2: Mencermati Pembiayaan pendidikan di tingkat unit sekolah saudara, nampak tingkat kemandirian pembiayaan.



a. Analisis tingkat pembiayaan berdasarkan sumber pembiayaan sekolah dan berikan komentar (sertakan RAPBS)


b. berdasarkan tingkat kemandirian tersebut (poin a), bagaimana komentar saudara tentang program sekolah gratis!
            Memasuki tahun 2009 ini, pemerintah kian gencar mewacanakan pendidikan gratis. Setelah sebelumnya pemerintah juga mengalokasikan 20% dari dana APBN 2009 untuk pendidikan.  Kini, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, mengeluarkan instruksi bernomor 186/MPN/KU/2008 yang ditujukan kepada penyelenggara pendidikan untuk tidak ada lagi pungutan-pungutan kepada masyarakat yang sedang menyekolahkan putra-putrinya pada pendidikan tingkat dasar (SDN & SMPN). Sebagai bentuk tindak lanjut diberlakukannya PP. No. 47/2008 dan PP. No. 48/2008 tentang pembiayaan pendidikan. Hal ini juga dikarenakan pemerintah telah menaikkan jumlah dana BOS 2009 sebesar rata-rata 50% dari dana sebelumnya (tahun 2008).
            Sayang apa boleh dikata, tekad pemerintah untuk menjalankan pendidikan gratis ternyata masih belum dapat dinikmati oleh masyarakat saat ini. Padahal bulan Januari sudah akan berakhir beberapa hari ke depan, namun berbagai faktor pendukung untuk itu semua masih belum jelas pelaksanaan teknisnya di lapangan. Diantara faktor utamanya adalah kesiapan sekolah itu sendiri. Lebih-lebih lagi bagi setiap pemerintah daerah. Karena sesuai dengan ultimatun Mendiknas, pemda-lah yang memiliki kewajiban untuk menutup kekurangan biaya operasional SDN & SMPN jika dana dari pusat tidak mencukupi. Oleh sebab itu, menjadikan pendidikan gratis tingkat dasar belum juga dapat direalisasikan.
            Hal ini terkait tentang persoalan-persoalan yang muncul lantaran masih ada komponen biaya pendidikan yang masih harus ditanggung masyarakat. Belum lagi pendidikan gratis tidak diberlakukan pada sekolah-sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan SBI. Ini jelas menunjukkan bahwa pendidikan gratis untuk semua dan tentunya berkualitas di negeri ini masih harus untuk diperjuangkan bersama.
            Ketika ditelaah secara mendalam, selama ini setiap program atau kebijakan seputar pendidikan khususnya kurang perencanaan yang matang. Masing-masing sub atau dinas seakan berjalan sendiri-sendiri. Terbukti tidak adanya kerjasama yang serius bagi instansi-instansi terkait. Oleh sebab itu, dapat diasumsikan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut terkesan sangat buru-buru dan sekedar mengejar proyek belaka. Dalam artian, pemerintah sama sekali tidak melihat bagaimana proses pelaksanaannya di lapangan. Oleh sebab itulah, kini saatnya semua elemen dituntut untuk benar-benar dapat merealisasikan pendidikan gratis untuk semua lapisan masyarakat.
            Gambaran di atas jelas membuktikan masih ada banyak persoalan seputar pendidikan yang belum juga terselesaikan. Perlu adanya komitmen pemerintah dan penyelenggara pendidikan serta partisipasi aktif masyarakat untuk memperjuangkan pendidikan gratis ini. Disisi lain kita semua dituntut untuk meminimalisir terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam berbagai penyaluran dana pendidikan yang menyebabkan anak usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak, berkualitas dan sebagaimana semestinya. Belum lagi masalah-masalah pendidikan lain yang masih terus saja mencuat di tanah air ini dan belum dapat dituntaskan.
            Dilihat dari stuktur pembiayaan di sekolah, paling tidak terdapat dua hal yang perlu diperhatilan. Pertama, biaya operasional pendidikan non-gaji sangatlah kecil, baok di SD maupun di SMP. Sulit sinayangkan dengan biaya sekecil itu sekolah kita sanggup menyelenggarakan kelas dan  pengayaan melalui ilustrasi dan praktek yang membutuhkan alat bantu sederhana apapun. Kedua, membuat sekolah gratis dari sudut pandang pemerintah bukanlah sesuatu yang luar biasa, tambahan biaya secara personal tidak terlalu besar.
            Harapannya tentu, keberadaan berbagai program dan kebijakan seputar pendidikan, terutama kebijakan dan program pendidikan gratis untuk SDN dan SMPN di tahun 2009 ini tidak hanya dijadikan jargon belaka. Atau bahkan hanya sekedar lips services dari pemerintah belaka. Namun memang menjadi kenyataan adanya dan berjalan efektif sesuai harapan.

Soal No 3: Analisis Perbandingan Tingkat Efisiensi Pembiayaan antara SMP Negeri dan SMP Swasta di Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.
a. Latar Belakang
            Masalah keuangan merupakan masalah yang cukup mendasar disekolah, karena seluruh komponen pendidikan disekolah erat kaitnnya dengankomponen keuangan sekolah, meskipun tidak sepenuhnya, masalah keuangan akan berpengaruh secara langsung terhadap kualitas sekolah, terutama terkait dengan sarana dan prasaran dan sumber belajar. Banyak sekolah-sekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji huru maupun mengadakan sarana dan prasaran kegiatan pembelajaran.
            Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang menyerahkan masalah pendidikan ke daerah da sekolah masing-masing maka masalah keauanganpun manjadi wewenang yang diberikan secara langsung dalam pengelolaannya kepada sekolah, dalam hal ini kepala sekolah dan stakeholder yang lain memiliki tanggungjawab pebuh terhadap perencanaa, pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan seakolah.
            Manajemen keuangan sekolah merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan yang secara keseluruhan menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkannya secara efektif, efisien dan transparan.
            Kinerja lembaga pendidikan yang diukur melalui efisiensi penggunaan sumber daya lembaga pendidikan untuk menghasilkan outcome yang berkualitas sangat penting, selain karena cara berfikir organisasi sector public yang selama ini cenderung ,meningkatkan anggaran sebagai kunci peningkatan kualitas outcome, juga karena adanya tuntutan akutabilitas oleh stakeholder atas managemen dana dan pendidikan.


b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat efisiensi pembiayaan di SMP Negeri Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang ?
2. Bagaimana tingkat efisiensi pembiayaan di SMP Sawasta Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang ?
3. Bagaimana perbandingan tingkat efisiensi pembiayaan antara SMP Negeri dan SMP Swasta di kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang?
4. Apakah kelompok sekolah yang efisiensi mempunyai karakteristik managemen anggaran yang lebih efisien dibandingkan dengan sekolah yang tidak efektif?
c. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat erfisiensi pembiayaan di SMP Negeri Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.
2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pembiayaan di SMP Swasat Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.
3. Untuk mengatahui perbandingan tingkat efisiensi pembiayaan antara SMP Negeri dengan SMP Swasat Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.
4. Untuk mengetahui dan sekaligus membuktikan bahwa sekolah yang kenerjanya efisien mempunyai karakteristik realisai anggaran yang berbeda dan lebih efisien secra signifikan dibandingkan dengan anggaran sekolah yang tidak efisien.
d. Hipotesis
1. Kelompok sekolah ang efisien mempunyai anggaran operasi (langsung) yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok sekolah yang tidak efisien.
2.  Kelompok sekolah yang efisien mempunyai anggaran administrasi overhead (tidak langsung) yang lebih rendah secara signifikan dibandingkn dengan sekolah yang tidak efisien.
3. Kelompok sekolah yang efisien mempunyai proporsi belanja anggaran ang didanai oleh pemerintah daerah dan masyarakat lebih rendah secara signifikan dibandingkn dengan sekolah yang tidak efisien.
e. Alat Analisis
1. Kohort Ratio  untuk mengukur efisiensi
2. Uji statistic (Independent - samples - test) untuk membandingkan rata-rata dari satu variable pada dua group data.


KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCY BASED CURRICULUM)


KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
 (COMPETENCY BASED CURRICULUM)

A.    LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2000) pernah mengungkapkan bahwa salah satu kelemahan sistem pendidikan nasional yang dikembangkan di tanah air adalah kurangnya perh`tian pada autput (lulusan). Standarisasi kurikulum nasional, buku, alat, pelatihan guru, sarana dan fasilitas sekolah merupakan wujud kendali pemerintah terhadap input dan proses yang harus berlangsung di dalam sistem. Akan tetapi standart kompetensi apa yang harus dikuasai oleh seorang peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar, belum mendapat perhatian semestinya.
Dalam pendidikan terdapat dua jenis standar, yaitu standar akademis (academic content standards) dan standar kompetensi (performance standards) (Mulyasa, 2002:24). Standar akademis merefleksikan pengetahuan dan ketrampilan esensial setiap disiplin ilmu yang harus dipelajari oleh seluruh peserta didik. Sedangkan standar kompetensi ditunjukkan dalam bentuk proses atau hasil kegiatan yang didemonstrasikan oleh peserta didik sebagai penerapan dari pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, standar akademis bisa samauntuk seluruh peserta didik, tetapi standar kompetensi bisa berbeda.
Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) atau (Competency Based Curriculum) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.

B.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Konsep dasar kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
2.      Landasan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
3.      Model pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
4.      Prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
5.      Kelebihan dan kelemahan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

C.    PEMBAHASAN
1.      Konsep dasar kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. McAshan dalam Mulyasa (1981:45) mengemukakan bahwa kompetensi sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu, Finch & Crunkilton dalam Mulyasa (1979:222) mengartikan kompetensi sebagai penguasan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja. Untuk itu, kurikulum menuntut kerja sama yang baik antara pendidikan dan dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi yang perlu diajarkan kepada peserta didik di sekolah.
Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembalajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan peserta didik sabagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditetpkan.
KBK juga menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.

2.      Landasan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:
a.       Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kdmampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada orang lain. Untuk itu diperlukan pengaturan kelas yang fleksibel, baik sarana maupun waktu karena dimungkinkan peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda, serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula.
b.      Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagi penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sitem bembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapt mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik. Bloom dalm Hall (1986) menyatakan bahwa “sebagian besar peserta didik dapat menguasai apa yang diajarkan kepadanya, dan tugas pemnelajaran dalah mengkondisikan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik menguasai bahan pembelajaran yang diberikan.
c.       Pendefinisian kembali terhadap bakat. Dalam kaitan ini Hall (1986) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup. Jika asumsi tersebut diterima maka perhatian harus dicurahkan kepda waktu yang diperlukan untuk kegiatan belajar. Dalam hal ini, perbedaan antara peserta didik yang pandai dengan yang kurang (bodoh) hanya terletak pada masalah waktu, peserta didik yang kurang memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempelajari sesuatu atau memecahkan suatu masalah, sementara yang pandai bisa lebih cepat melakukannya.

3.      Model pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
Depdiknas (2002) melukiskan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi  (KBK) sebagai berikut:








 















Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah
 






4.      Prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
Sesuai dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, maka dalam pengembangan KBK perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur. Keimanan, nilai-nilai, dan budi pekerti luhur yang dianut dan dijunjung tinggi masyarakat sangat berpengaruh terhadap sikap dan arti kehidupannya. Oleh karena itu, hal tersebut perlu digali, dipahami, dan diamalkan oleh peserta didik melalui pengembangan KBK.
b.      Penguatan integritas nasional. Pengembangan KBK harus memperhatikan penguatan integritas nesional melalui pendidikan yang memberikan pemahaman tentang masyarakat Indonesia yang majemuk dan kemajuan peradaban dalam tatanan kehidupan dunia yang multikultural dan multibahasa.
c.       Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika. Pengembangan KBK perlu memperhatikan keseimbangan pengalaman belajar peserta didik antara etika, logika, estetika, dan kinestetika.
d.      Kesamaan memperoleh kesempatan. Pengembangan KBK harus menyediakan tempat yang memberdayakan semua peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap perlu diutamakan dalam pengembnagan kurikulum. Seluruh peserta didik dari berbagai kelompok berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
e.       Abad pengetahuan dan teknologi informasi. Kurikulum perlu mengembangkan kemampuan berfikir dan belajar dengan mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubahdan penuh ketidakpastian, yang merupakan kompetensi penting dalam menghadapi abad ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
f.       Pengembangan ketrampilan untuk hidup. Pengembangan KBK perlu memasukkan unsur ketrampilan untuk hidup agar peserta didik memiliki ketrampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kooperatf, dalam menghadapi tantangan dan tuntunan kehidupan sehari-hari secara efektif.
g.      Belajar sepanjang hayat. Pendidikan berlang sepanjang hidup manusia untuk mengembangkan, menambahkan kesadaran, dan selalu belajar memahami dunia yang selalu berubah di berbagai bidang. Oleh karena itu, pengembangan KBK perlu memperhatikan kemampuan belajar sepanjang hayat, yang dpat dilakukan melalui pendidikan formal dan non-formal, serta pendidikan alternatif yang diselenggarakan baik oleh pemerinyah maupun masyarakat.
h.      Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif. Pengembangan KBK harus berupaya memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri agar mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya. Penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian upaya tersebut.
i.        Pendekatan menyeluruh dan kemitraan. Pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar harus berfokus pada kebutuan peserta didik yang bervariasi dan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Keberhasilan pencapaian pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung jawab bersama dari peserta didik, guru, sekola, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha dan industri, serta masyarakat pada umumnya.


5.      Kelebihan dan kelemahan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)  memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan model-model lain, seperti:
·         Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat.
·         Standar kompetensi yang memperhatika perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya sehingga peserta didik lebih bisa mandiri dan tidak tergantung dengan orang lain.
·         Berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, baik pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
·         Pengembangan kurikulum dilakuan secara desentralisasi, sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
·         Sekolah diberi keleluasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
·         Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik.
·         Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dikembangkan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
·         Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjalinnya kerjasama antara sekolah, masyarakat, dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi peserta didik.
·         Evaluasi berbasis kelas, yang memekankan pada proses dan hasil belajar.
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)  memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
·         KBK lebih menekankan pada kemampuan (kompatensi) melakukan sesuatu, sehingga pendekatan ilmu pengetahuan y`ng lebih menekankan pada isi atau materi berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sitesis dan evaluasi hasil belajar kurang diperhatikan.
·         Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada orang lain, sehingga interaksi sosial antar peserta didik kurang terlihat.
·         Kurangnya guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

D.    KESIMPULAN

1.      kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
2.      Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi, yaitu: adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagi penguasaan (learning for mastery), pendefinisian kembali terhadap bakat.
3.      Pengembangan KBK perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur, Penguatan integritas nasional, Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika, Kesamaan memperoleh kesempatan, Abad pengetahuan dan teknologi informasi, pengembangan ketrampilan untuk hidup, belajar sepanjang hayat, berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif, pendekatan menyeluruh dan kemitraan.

E.     DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2006. Implementasi Kurikulum 2004, Panduan Pembalajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.