Thursday, June 7, 2012

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KINERJA GURU


BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat, Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapan dan di mana pun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian, pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing cerdas dan kompetitif.                                                                        Saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada berbagai permasalahan, diantaranya (1) masih rendahnya pemerataan, (2) masih rendahnya kualitas dan relefansi pendidikan, (3) masih rendahnya manejemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan tehnologi dikalangan akademis (Sudjimat, 2006: 3– 4).               Peningkatan mutu pendidikan dewasa ini merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan terutama oleh keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas yang hanya dapat dihasilkan lewat pendidikan yang berkualitas pula.                         Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia seutuhnya.                                                            Sejalan dengan tujuan pendidikan Nasional pelaksanaan program pemerintah bidang pendidikan diimplementasikan dalam bentuk Rencana Srategis (RENSTRA) Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 yang bertemakan peningkatan kapasitas dan modernisasi. Di dalam rencana strategis Depdiknas terdapat tiga hal pokok yang dicanangkan yaitu pertama, pemerataan dan perluasan akses, kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, ketiga, penguatan tata kelola (governance) akuntabilitas dan pencitraan publik (Depdiknas, 2006).
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan setiap satuan pendidikan dasar dan menengah. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Namun berbagai indikator belum menunjukkan peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh.
Penurunan mutu pendidikan nasional dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang paling dominan adalah rendahnya mutu guru. Mutu guru yang rendah akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan. Oleh karena itu, guru diharapkan meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada siswa. Untuk dapat meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan kinerjanya dengan kebijakan yang jelas.                                                                                                                      Permasalahan penurunan mutu pendidikan untuk sekolah menengah khususnya, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah rendahnya penguasaan materi bahan ajar, rendahnya kompetensi guru berdampak pada output pendidikan yang dihasikan. Berbagai studi tentang kualitas guru, menyimpulkan bahwa kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran memberikan efek yang positif terhadap prestasi siswa. Di samping itu, kualitas kemampuan guru dalam mengajar ditentukan oleh berbagai variabel, di antaranya adalah pendidikan formal, keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan akademik, dan status sosial ekonomi guru.                                                                    Gambaran tentang kualitas pendidikan dan kualitas guru sebagaimana telah dijelaskan di atas sudah barang tentu memerlukan kebijakan dan program peningkatan kualitas guru. Rendahnya kualitas guru didasarkan atas pertimbangan bahwa guru merupakan komponen yang layak mendapat perhatian, karena baik ditinjau dari posisi yang ditempati dalam struktur organisasi pendidikan maupun tugas yang diemban, guru merupakan operasional terdepan yang menentukan mutu output yang dihasilkan melalui proses belajar mengajar. Guru merupakan kunci bagi seluruh upaya pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan nasional.                                              Guru sebagai salah satu faktor eksternal yang penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik, harus berperan dengan baik dan harus memiliki kinerja yang baik. Menurut Sahertian (2000) ciri guru yang memiliki kinerja yang baik sebagai berikut: (1) dapat melayani pembelajaran peserta didik secara individual, (2) memberi persiapan dan perencanaan pembelajaran yang diperlukan, (3) mengikutsertakan peserta didik dalam berbagai pengalaman belajar, (4) menempatkan diri sebagai pemimpin yang aktif bagi peserta didik.               Dalam rangka meningkatkan kinerja guru adalah diadakan pelatihan dan supervisi pendidikan. Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang memungkinkan guru melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan standar, Pelatihan dapat meningkatkan kinerja guru dalam pekerjaan sekarang. Sedangkan tujuan pelatihan adalah meningkatkan kompetensi guru sehingga memungkinkan melakukan pekerjaan yang lebih baik (Dharma, Agus, 2001) Tujuan pelatihan guru ialah meningkatkan mutu guru di bidang pendidikan, kemampuan, ketrampilan, sikap dan kepribadian, agar yang bersangkutan telah mampu dan mantap melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan jabatannya (Suparlan, 2006)                                                               Selain pelatihan pengembangan kinerja guru dapat dilakukan melalui program in service. Elsbree (1970) berpendapat bahwa salah satu alternatif pemecahan untuk meningkatkan kinerja guru adalah melalui program pendidikan in service yang sangat diperlukan untuk meningkatkan personal sekolah. Program pendidikan in service ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan yang antara lain oleh Gafftar (1987) disebut sebagai pemberian kesempatan mengikuti in service training, menyediakan pembinaan yang teratur dan menciptakan forum akademik program bagi guru.            Dengan dilandasi permasalahan diatas, maka penelitian tentang Analisis Kebijakan Pengembangan Kinerja Guru SMKN l Purwosari Kabupaten Pasuruan terutama menyangkut kebijakan pengembangan, peneliti menetapkan SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan sebagai lokasi penelitian. Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan pada beberapa alasan utama yaitu SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan sebagai tempat penelitian didasarkan atas prestasi akademik dan non akademik yang diraih selama delapan tahun terakhir dan kebijakan pengembangan kinerja guru yang telah dilakukan oleh kepala sekolah. Prestasi akademik yang diraih SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan diantaranya: juara satu lomba LKS se - Jawa Timur Tahun 2009, juara harapan l LKS tingkat nasional tahun 2009 Non akademik, juara ll UKS Jawa Timur tahun 2009, dan Juara l Jawa Timur pelayanan publik, Juga SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan salah satu SMKN yang RSBI. Kinerja guru yang telah dilakukan kepala sekolah masih sangat aktual sehingga menarik untuk diteliti, karena sangat relevan dan layak untuk di teliti secara ilmiah sehingga dijadikan fokus utama dalam penelitian ini.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari identifikasi masalah diatas peneliti memberi membatasi diri pada tiga permasalahan.
1.      Bagaimana gambaran kinerja guru SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan?
2.      Bagaimana kebijakan pengembangan kinerja guru yang dilakukan di SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan?
3.      Faktor-faktor apa yang mendorong dan penghambat pelaksanaan kebijakan pengambangan kinerja guru SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan?

C.     TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki deskripsi tentang :
  1. Kinerja guru di SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan.
  2. Kebijakan pengembangan kinerja guru yang dilakukan di SMKN 1 Purwosari kabupaten Pasuruan.
  3. Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan kebijkan sertifikasi guru dalam pengembangan kinerja guru SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan.

D.     MANFAAT PENELITIAN
1.      Secara keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat :
a.       Memberikan sumbangan informasi terhadap dunia pendidikan dan pemerintah tentang kebijakan pengembangan kinerja guru SMK.
b.      Menambah bahan kepustakaan bagi para peneliti lain yang hendak melakukan kegiatan penelitian kebijakan  pengembangan kinerja guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
2.      Secara praktik penelitian ini dapat :
a.       Mengungkap seluk beluk kebijakan pengembangan kinerja guru yang ada di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
b.      Memberikan kontribusi pemikiran pada pengelola pendidikan, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Khusus dalam mengkaji kebijakan sertifikasi guru dalam pengembangan kinerja guru di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

E.      DEFINISI ISTILAH
Definisi operasional istilah merupakan penjelasan dari istilah-istilah yang khas yang digunakan dalam penelitian, baik dari sisi model dan prosedur yang digunakan dalam pengembangan. maupun dari sisi produk yang dihasilkan. Istilah-istilah yang perlu diberi batasan hanya istilah yang mempunyai peluang ditafsirkan berbeda oleh pembaca atau pemakai produk penelitian (Saukah, 2000: 36).


Adapun definisi operasional istilah atau batasan istilah dalam penelitian ini adalah :
1.      Kebijakan adalah sebagai prosedur yang rasional untuk menelaah secara kritis isu-isu sehingga menghasilkan pemikiran terbaik bagi analis dalam merumuskan kebijakan.
2.      Kinerja guru dalam penelitian ini adalah kegiatan kerja guru SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya ditinjau dari kualitas pelaksanaan belajar mengajar disekolah.
3.      Pengembangan kinerja guru SMK adalah usaha sadar terencana yang didasari oleh suatu kebijakan dalam upaya mencapai kopetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan fungsional guru.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Kebijakan
Dye dalam Winarno (2002) mengartikan kebijakan sebagai apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pernyatan ini dikuatkan oleh Erward dalam Agustin (2006) yang mengemukakan kebijakan sebagai apa yang dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah. Lebih lanjut Kartasasmita (1997) mengatakan bahwa kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program pemerintah. Pengertian dalam konteks ini merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah terhadap suatu masalah, apa yang menyebabkan atau memengarui, dan apa pengaruh dan dampak kebijakan tersebut.                                                                               Feiendrich dalam Wahap (1991) mengartikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pamerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu dalam upaya mencari peluang untuk mencapai yang diinginkan. Dalam batasan lain, Anderson (dalam Islamy, 2004) mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan dengan tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu.                           Eulau dan Prewiit (1973) menganggap kebijakan sebagai keputusan tetap yang dicirikan dengan konsistensi dan repetisi tingkah laku dari mereka yang membuat dan mematuhi keputusan tersebut. Dunn (2000) menyatakan kebijakan adalah suatu aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Melengkapi berbagai pendapat tersebut, Anderson (1979) menyatakan bahwa kebijakan merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai trujuan terrtentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah.
Berdasarkan sejumlah batasan tersebut, setidaknya dapat ditarik enam kesimpulan untuk memahami apa dan bagaimana kebijakan. Pertama, umumnya kebijakan dititik beratkan pada tindakan pada tindakan yang mempunyai maksud tertentu dan bukan sebaiknya. Kedua, kebijakan pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Kegiatan yang dilakukan tersebut biasanya berhubungan dengan antara satu dengan lainnya. Ketiga, kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara disemua bidang. Keempat, kebijakan bias berbentuk positif dan negatif. Kebijakan positif dapat berupa serangkaian tindakan pemerintah untuk menyelesaikan suatu masalah dengan pencapaian hasil tertentu. Sebaliknya, kebijakan negatif merupakan keputusan dengan dilandasi maksud atau tujuan tertentu. Kelima, implimentasi kebijakan merupakan tindakan otoriter pemerintah yang didasarkan atas hukum. Kenam, kebijakan harus berorientasi pada kepentingan publik. Artinya, kebijakan yang dirumuskan harus bertujuan mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan, kepentingan, dan harapan publik.                                                                          Hal-hal tersebut diperkuat oleh pendapat Anderson dalam Islamy (2004) yang menyatakan bahwa dalan kebijakan ditemukan elemen-elemen sebagai berikut:
  1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorentasi pada tujuan tertentu.
  2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan penjabat.
  3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang akan dilakukan.
  4. Kebijakan bersifat positif (tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).
  5. Kebijakan (positif) selalu berdasar pada peraturan perndangan tertentu yang bersifat memaksa (otoriter).
 Mencermati batasan-batasan tersebut dapat dikatakan bahwa kebijakan dibuat untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan dan sasaran tertentu yang diinginkan. Dalam tatanan kebijakan berkaitan dengan apa yang dilakukan pemerintah secara nyata dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan Wahap dalam (Hosio, 2005). Agar tidak terjadi persepsi yang beragam tengtang pengertian kebijakan penulis mencoba memberikan ulasan tentang kebijakan sesuai dengan penelitian ini, kebijakan adalah suatu keputusan-keputusan yang dibuat oleh instansi/pelaku pendidikan yang mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan untuk mencapai tujuan yang dicapai yaitu kebijakan yang diambil oleh Kepala Sekolah SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan khususnya kebijakan pengembangan kinerja guru.
B. Ruang lingkup Kebijakan
Esensi lahirnya kebijakan didahului dengan proses atau tahapan tertentu yang cukup panjang. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh kebijakan yang tepat, mampu memecahkan masalah, dan mencapai tujuan. Untuk mencapai hasil yang ideal, Anderson  dalam Hosio (2005) memberikan lima langkah dalam proses mengambil kebijakan, yaitu perencanaan kegiatan, perumusan kebijakan, pengambil kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Sedikit berbeda dengan Anderson Ripley (1985) dalam Suhartono (2005) memberikan empat langkah, yaitu perencanaan kegiatan, perumusan dan pengesahan kebijakan, implementasi program, tampilan, dan dampak keputusan kebijakan dan program yang akan dsilakukan. Berbeda dari kedua ahli tersebut, Dye dalam Winarno, (2002) memberikan enam langkah dalam proses pengambilan kebijakan.
  1. Identitas masalah (identification of policy problem) diarahkan untuk mengidentifikasi apa yang menjadi tuntutan atas tidakan pemerintah.
  2. Penyusunan agenda (agenda setting) merupakan aktifitas memfokuskan perhatian pada penjabat publik dan media massa atas keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah publik.
  3. Perum usan kebijakan (policy formulation) adalah tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiatif dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah.
  4. Pengesahan kebijakan (legimating of policy) dapat dilakukan melalui tindakan politik oleh partai politik. Kelompok penekan, dan presiden.
  5. Imlementasi kebijakan (policy implementation) dilakukan oleh birokrasi, anggaran sektor public, dan eksekutif.
  6. Evaluasi kebijakan (policy evalution) dilakukan oleh pemerintah, pers dan masyarakat.
Proses kebijakan tersebut merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas menjawab pertanyaan bagaimana masalah dirumuskan, diagendakan kegiatan tertentu, kebijakan dirumuskan, keputusan kebijakan diambil, kebijakan dilaksanakan, dan kebijakan di eveluasi. Akan tetapi, diantara cakupan yang begitu luas, studi kebijakan setidaknya memiliki tiga ranah kegiatan, yaitu perumusan kebijakan (policy formulation), implimentasi kebijakan (policy implementation) dan evaluasi kebijakan (policy evaluation).
C. Perumusan Kebijakan
Dalam tataran konseptual, perumusan kebijakan tidak hanya berisi gagasan pikiran atau pendapat para pimpinan yang mewakili anggota tetapi juga berisi opini publik dan suara publik. Hal itu karena proses pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free) sehingga berbagai kepentingan akan selalu mempen garui terhadap proses pembuatan kebijakan.        Jenkins (1978) merumuskan kebijakan sebagai serangkaian keputrusan yang saling berkaitan yang diambil olerh seorang actor atau skelompok actor politik berkenan dengan tujuan yang teleh dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi di mana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masi berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.
Beberapa pakar kebijakan menjelaskan bahwa proses kebijakan selalu dan harus memperhatikan beberapa karakteristik penting agar dapat mencapai sasaran kebijakan yang dituangkandalam tahap implimentasi kebijakan. Untuk mempertajam pendapat diatas Austin (1990) dalan Tuner dan Holme (1997) bahwa ada empat elemen lingkungan yang perlu diperhatikan dalam proses perumusan kebijakan, yaitu ekonomi, budaya, kependudukan, dan elemen politik. Keempat elemen penting ini yang dijelaskan oleh Austin tersebut berkaitrn dengan perlunya analisis derajat urgensi dan relevansinya berdasarkan interest dan kebutuhan masyarakat.                                       Perumusan kebijakan adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan sacara keseluruan. Pada perumusan kebijakan sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Untuk merumuskan kebijakan yang baik adalah perumusan kebijakan yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi sebab sering kali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa perumusan kebijakan yang baik adalah sebuah konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif, namun tidak membumi (Putra, 2001).                                                                                            Dalam tataran konsptual perumusan kebijakan tidak hanya berisi cetusan atau gagasan para pemimpin yang mewakili anggota tetapi juga beriusi opini publik (public opinion) dan suara public (publik voice). Hal itu disebabkan proses pembuatan kebijakan pada esensi nya tidak pernah bebas nilai sehingga berbagai kepentingan akan selalu mempengarui terhadap proses pembuatan kebijakan.                                                                                                                   Dari berbagai penjelasan diatas terkait dengan perumusan kebijakan, konsep perumusan terkait dengan persoalan implemantasi kebijakan, dimana ketergantungan implementasi yang baik akan sangat ditentukan oleh proses dan penentu kebijakan yang dilakukan. Disamping itu, perumusan dan implementasi merupakan dua elemen yang tidak dapat dipisahkan sekalipun secara konseptual berbeda. Dunn (2000) Sebuah kebijakan tidak mempunyai arti apapun kalau tidak dapat diimplementasikan. Oleh karena itu, perlu dirumuskan secara tepat melakui proses penentuan kebijakan yang relevan dengan rencana implementasinya.
D. Prosedur Kebijakan
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Agar memudahkan dalam penyusunan kebijakan Charles Linblom (1996) dalam winarno (2002) menjelaskan tujuan pembagian proses kebijakan adalah untuk memudahkan pengambilan kebijakan di dalam meng`mbil kebijakan.                        Brewer dan de Leon (1983) membagi fase proses kebijakan menjadi enam tahap, yaitu: (1) inisiasi, (2) estimasi, (3) seleksi, (4) implementasi, (5) evaluasi, dan 6) terminasi. Fase inisiasi mulai ketika masalah yang potensi dirasakan timbul dan menunjuk kepada kegiatan inovatif untuk mengkonseptualkan dan membuat kerangka tentang masalah secara kasar, mengumpulkan informasi untuk melihat kebijakan yang mungkin paling tepat. Tahap seleksi menunjukan kepada kenyataan bahwa akhirnya seseorang harus membuat keputusan. Tahap implementasi yaitu pelaksanaan dari pilihan yang dipilih. Tahap evaluasi berusaha menjawab pertanyaan seperti kebijakan mana yang sukses dan mana yang gagal, bagaimana kinerja dapat diukur dan kreteria apa yang di gunakan untuk mengukur. Terminasi berhubungan dengan penyesuaian kebijakan yang tidak fungsional, tidak perlu, berlebihan. atau tidak cocok dengan keadaan.                                                                              Tahap-tahap kebijakan menurut Dunn (2000) meliputi: (1) tahap penyusunan agenda, (2) formulasi kebijakan, (3) adaptasi kebijakan, (4) implementasi kebijakan, (5) evaluasi kebijakan. Pada fase penyusunan agenda masalah-masalah yang masuk dipilih untuk diagendakan dan dibicarakan dalam agenda kebijakan. Tahap formulasi kebijakan berhubungan dengan masalah yang masuk kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefiniskan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Tahap adopsi kebijakan adalah tahap dimana sekian banyak alternatif kebijakan tersebut diadopsi. Tahap implementasi yaitu pelaksanaan kebijakan yang telah diambil oleh perumus kebijakan untuk dilaksanakan. Tahap penilaian kebijakan, kebijakan yang telah dilakukan akan dinilai atau di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan telah mampu mampu memecahkan masalah.
F.     Kinerja.
Kata ” kinerja” dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris ”perfomance”yang berarti: (1) pekerjaan, perbuatan, atau (2) penampilan, pertunjukan. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia (2002) kinerja diartikan sebagai, (1) suatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. Shell de Wexley (1992) menyatakan bahwa kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni: ketrampilan, upaya dan sifat keadan exsternal. Tingkat ketrampilan merupakan bahan mental yang dibawa oleh seseorang karyawan/guru ketempat kerja seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan inter personal serta kecakapan tehnis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihat karyawan/guru untuk menyelesaikan pekerjaan.              Dengan demikian, kinerja dapat dikatakan sebagai perilaku kerja seseorang guna mencapai tujuan. Hasil yang dicapai menunjukan efektifitas prilaku kerja yang bersangkutan. Prilaku kerja yang pada gilirannya mempengaruhi dua faktor yakni: (1) faktor dari dalam diri individu, seperti ketrampilan dan upaya yang dimiliki, dan (2) faktor di luar dari individu seperti: keadan ekonomi, kebijakan pemerintah dan lain-lain.                                                           Untuk mengukur kinerja karyawan/guru dapat digunakan dalam proses ini dapat berupa tes maupun non tes. Tes adalah “seperangkat butir pernyatan yang diberikan kepada siswa atau seseorang dalam keadaan tertentu (Rusli: 1988). Rusli Efendi dan Sanusi (1994) membagi tes menjadi dua yaitu: ”tes uraian dan teas obyektif”. Tes dengan tipe sering, juga disebut tes tipe subyektif, sebab skor pekerjaan seseorang dipengraruhi oleh penilai. Sedangkan tipe kedua disebut tipe obyektif karena siapapun yang menilai skor yang ada diperoleh akan sama.
Sedangkan non tes digunakan jika data yang kita perlukan tidak dapat dipertoleh melalui tes missalnya: sikap seseorang kinerja dalam menjalankan kerja sesuai dan sebagainya. Data seperti ini dapat di peroleh melalui instrument yang disebut non tes, seperti: angket atau kuesioner, observasi dan wawancara.
F. Pengembangan kinerja guru
Dalam pengembangan kinerja guru, Piter F. Olevia dalam Sahertian (2000) dikenal adanya 3 program yakni: (1) program pre-service education, (2) program in-service education, dan (3) program in-service training.
1. Pengembangan pre-service education.
Program pendidikan yang dilakukan pada pendidikan sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu dalam satu jabatan. Lembaga penyelenggara program pre-service education adalah suatu pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pada bidang ilmu pendidikan program pre-service education diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga pependidikan (LPTK) baik non gelar maupun yang bergelar.
2. Program in-service education.
Program pendidikan yang mengacu pada kemampuan akademik maupun professional sesudah peserta didik mendapat tugas tertentu dalam jabatan. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan gurudan berusaha meningkatkan kenerjanya melalui alih jalur yang berijasah D-2 dapat melanjutkan ke D-3, dari D-3 ke S 1, atau S 1 ke S2.
3. Program in-service training.
Suatu usaha jabatan tartentu, dalam hal ini adalah pelatihan guru, untuk mendapatkan pengembangan kinerja, Pada umumnya yang paling banyak dilakukan dalam program in-service training adalah melalui penataran ada tiga macam penataran yaitu: 1. penataran penyegaran, yaitu usaha pengembangan kinerja guru agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan, tehnologidan seni serta menetapkan kinerja guru agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Sifat penatarn ini memberi penyegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi dimasyarakat agar tidak ketinggalan jaman. 2. Penataran peningkatan kualifikasi, adalah usah peningkatan kemampuan guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan. 3. Penataran perjenjangan, adalah suatu usaha meningkatkan kemampuan guru dalam bidang jenjang structural sehingga memenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.
G. Standar Kinerja Guru.
Guru dikatakan kompeten jika guru menguasai dan memiliki kecakapan profesionol keguruan, ditandai dengan keahliannya selaras dengan tuntutan bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya. Atas kedudukan professional itu guru mempunyai wewenang dalam pelayanan belajar dan pelayanan social di masyarakat. Standar kenerja guru menurut Gaffar (1987) dalam Sagala (2003) ada tiga bidang, yaitu: (1) content knowledge, (2) behavior skill, dan human relation skills. Sedangkan Lamatenggo (dalam Uno, 2007) menyebutkan kinerja guru mencakup aspek (1) kualitas kerja, yang meliputi merencanakan program pengajaran dengan tepat, melakukan penilaian hasil belajar, berhati - hati dalam menjelaskan meteri ajar, dan menerapkan hasil penelitihan dalam pembelajaran, (2) kecepatan/ketepatan kerja, yang meliputi menerapkan hal-hal baru dalam pembelajaran, memberikan materi ajar sesuai dengan kerakteristik yang dimiliki siswa, dan menyelesaikan program pengajaran sesuai dangan kalender akademik; (3) Inisiatif dalam kerja, yang meliputi menggunakan media dalam pembelajaran, menggunakan berbagai mettode dalam pembelajaran. Menyelenggarakan administrasi sekolah dengan baik, menciptakan hal-hal baru yang lebih efektif dalam menata administrasi sekolah, (4) Kemampuan kerja, yang meliputi maupun dalam memimpin kelas, mampu mengelolah KBM, mampu melakukan penilaian hasil belajar, dan menguasai landasan pendidikan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Pendekatan dan jenis penelitian
Dalam penelitihan ini permasalahan yang diangkat adalah analisis kebijakan pengembanhan kinerja guru sekolah menengah kejuruan (SMK) di SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan.                                                    Fokus yang akan diteliti adalah hal yang berkaitan dengan: (1) Bagaimana gambaran kinerja guru di SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan, (2) Bagaimana kebijakan pengembangan kinerja guru yang dilakuakan di SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan (3) Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat upaya pengembangan kinerja guru di SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan. Untuk ini pendekatan yang dianggap cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.                  Pendekatan tersebut digunakan mengingat beberapa hal yang menjadi ciri peneliti kualitatif. Ciri yang dsimaksud peneliti kualitatif adalah berlatar alamiah dan konteks sebagai keutuhan yang bersifat naturalistis dan bersifat deskritif.                                                                                                                  Hal lain yang perlu dipaparkan juga bahwa dalam penelitian ini peneliti berupaya mencoba untuk mendeskripsikan kondisi senyata yang terjadi di lapangan dengan begitu peneliti lebih menekankan pada kedalaman makna kebijakan pengembangan kinerja guru SMKN.                                                              Model yang digunakan adalah model studi kasus. Menurut Munandir (1990) studi kasus ialah kajian yang rinci atas satu latar atau satu orang subyek, atau satu tempat penyimpanan dokumen, atau suatu peristiwa tertentu.   Karakteritik model studi kasus, menurut Patton (1990) bahwa diakuinya kenyataan yang tidak sepihak (multi realities). Maksudnya kenyatan adalah sesuatu yang berhubungan dengan konteks dan persepsi individu yang terlibat di dalamnya. Jadi bukan kenyataan yang dipersepsi oleh peneliti atau memberi tugas pada peneliti. Oleh karena itu, persepsi orang-orang yang terlibat dalam kebijakan pengembangan kinerja guru seperti Kepala sekolah, guru dan lain-lain harus diperhatikan peneliti.
B.     Lokasi Penelitian
Peneliti ini menghambil lokasi di SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan. Pementuan lokasi penelitian ini dilakukan sebagai alasan utama yaitu cara purposif, artinya didasarkan atas pertimbangan tujuan peneliti. Maleong (2005) mengemukakan bahwa sebelum menentukan tempat penelitian terlebih dahulu penjajakan dan penilaian lapangan. Penjajakan ini akan terlaksana dengan baik apabila sebelumnya peneliti sudah mempunyai gambaran umum mengenai keadaan dan semua hal yang relevan dengan sasaran penelitian. Dalam penelitian ini dipilih kebijakan pengembangan kinerja guru SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kebijakan pengembangan kinerja guru SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan telah tersistem dengan baik hal ini ditunjukan dengan berbagai prestasi guru dan siswa di bidang i prestasi akademik dan non akademik yang diraih selama delapan tahun terakhir dan kebijakan pengembangan kinerja guru yang telah dilakukan oleh kepala sekolah. Prestasi akademik yang diraih SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan di antaranya juara satu lomba LKS se-Jawa Timur Tahun 2009, juara harapan l LKS tingkat nasional tahun 2009 Non akademik juara ll UKS Jawa Timur tahun 2009 dan Juara l Jawa Timur pelayanan publik, Juga SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan salah satu SMKN yang RSBI.
C.     Sumber Data
Sumber data dalam penelitian terdiri dari jaringan informan untuk diwawancarai dan jaringan situasi sosial untuk diamati. Untuk menjaring informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian ini dilakukan pemilihan informan. Pemilihan informan didasarkan pada beberapa pertimbanan antara lain, informan tersebut benar-benar mengetahui, berkaitan atau menjadi pelaku dalam proses kebijakan pengembangan kinerja guru, baik secara lansung maupun tidak lansung.
Untuk memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya, peneliti mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi dengan menggunakan tehnik snowball sampling techniquie (bola salju) yang merupakan salah satu ciri dari teknik pengambilan sampel secara bertujuan (purposive sampling). Purposive sampling, didasarkan pada suatu pertimbanbagan yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri, sifat-sifat atau karakteristik sebelumnya. Teknik pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif yang bersifat purposive dan snowball dapat digambarkan sebagai berikut;
                                                                                         I                 

                                               

                                                                                                                               
                                   

Gambar 3. 1 : Proses pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif purposive dan snowball
Berdasarkan gambar diatas teknik snowball dapat diibaratkan sebagai bola salju yang terus menggelinding, semakin lama semakin besar. Besar dalam arti, memperoleh informasi secara terus menerus baru akan berhenti setelah informasi yang diperoleh peneliti sama dari satu informan ke informan yang lainnya, sehingga mengalami kejenuhan informasi dan tidak berkembang lagi (Moleong 2005).
Dari studi pendahulu, akhirnya dapat dipilih pihak-pihak yang dapat menjadi subjek penelitihan. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru.                                                                                           Penelitian subjek penelitian mendasarkan pada hakekat penelitian kualitatif, bahwa yang dipentingkan dalam pemilihan informan adalah kontektualnya bukan besarnya populasi atau besarnya informan.
D. Pengumpulan Data
Seperti telah diuraikan dalam bagian pendekatan penelitian, bahwa salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah menggunakan natural setting sebagai sumber data langsung pengungkapan makna (meaning) merupakan hal yang esensial dan peneliti sendiri sebagaimana instrumen kunci. Fenomena yang alami tersebut dapat dimengerti maknanya secara baik apabila digunakan multi instrument. Tujuannya adalah agar data yang dikumpulkan dan kesimpulannya yang diperoleh tidak hanya dari satu sumber tetapi dari berbagai sumber. Untuk mendukung hal itu, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: (1) observasi, (2) wawancara, (3) dokumentasi.
1. Observasi (pengamatan)
Menurut Nasution (1998) bahwa, penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan, berinteraksi dangan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran tentang dunia sekitarnya.         Melengkapi pendapat tersebut, Noeng Muhajir (1996) mengungkapkan bahwa metode kualitatif lebih manusiawi karena manusia sebagai instrumen utama, peneliti mendengarkan, berbicara, melihat, berinteraksi, bertanya, meminta pejelasan, mengekpresikan kesungguhan, dan menangkap yang tersirat dari semua perilaku manusia. Di dalam penelitian kualitatif metode observasi ini sangat penting kerena memungkin kan peneliti untuk mendapatkan informasi yang lengkap seasuai dengan latar yang dikehendaki.
Sesuai dengan data yang ingin dikumpulkan dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan pengamatan dengan model observasi aktif. Yaitu peneliti melakukan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap situasi dan kondisi melakukan obyek untuk memperoleh fakta dan gejala secara lansung di lapangan tentang sekolah yang sedang diteliti terkait dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan.                                                              Sasaran dari kegiatan observasi dalam penelitian ini meliputi: (1) Observasi lansung kondisi sekolah sebagai lokasi penelitian dan kegiatan proses belajar mengajar sehari-hari, (2) Prestasi akademik maupun non akademik, aktivitas pendidikan yang sedang berlansung baik formal maupun non formal, bentuk-bentuk kegiatan yang sedang dilakukan, yang termasuk program pengembangan kinerja guru SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan.                                                                                                       Pengamatan strategi seperti ini mengacu pada saran yan dikemukakan oleh Moleong (2005) bahwa peran serta seorang peneliti berada dari satu tempat ketempat lainnya. Di satu tempat peneliti harus aktif sekali dalam melakukan pengamatan. Alasan peneliti menggunakan model pengamatan ini dimaksudkan agar peran serta peneliti dapat terwujud seutuhnya apabila membaur secara fisik dengan kelompok komunitas yang ditelitinya. Di samping itu peran serta peneliti akan mudah dierima kelompok komunitas yang diteliti dengan jalan memberi bantuan tertentu yang dibutruhkan mereka dalam upaya Masalah yang dibahas dalam pengembangan kinerja guru.                        Peneliti berusaha untruk selalu hadir di tempat penelitian dengan maksud agar terjalin hubungan yang akrab antara peneliti dengan informan dan lebih lanjut diharapkan para informan berkisar pada fokus penelitian. Dengan langkah tersebut di harapkan dapat terungkap data obyektif yang terjadi di lapangan.                                                                                                                Sebagai alasan peneliti menggunakan observasi sebagai salah satu teknik pengumpulan data adalah bahwa dangan observasi ini peneliti dapat mencatat segala aspek yang terkait dwengan prilaku subyek penelitian secara lansung. Dengan demikian peneliti memperoleh data dari tangan pertama bukan hanya cerita atau sajian dari sumber lain.
2. Wawancara
Selain pengamatan, untuk menjaring data digunakan teknik wawancara, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakuakan oleh dua belah pihak, yaitu pewancara yang memberikan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan.                  Kegiatan wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan pengetahuan, pengalaman, pendapat, perasaan, latar belakang aktor yang berkaitan dengan sasaran yang diteliti dalam hal ini kegiatan kinerja guru. Wawancara dilakukan secara mendalam kepada kay informan dalam hal ini kepala sekolah, guru, dan komite. Pada wawancara ini perneliti akan terlebih dahulu melakukan sosialisasi dan adaptasi diri guna menjalin keakraban dengan informan agar bisa memberikan data atau informasi secara terbuka dan detail.                                                                    Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur maksudnya pertanyaan-pertanyan yang diajukan peneliti kepada informan telah dipersiapkan sebelumnya dan sebaliknya wawancara tak setruktur adalah pertanyan yang tidak disiapkan terlebih dahulu. Wawancara tersetruktur dilakukan untuk memperoleh keterangan secara umum mengenai pelaksanaan kegiatan kinerja guru. Wawancara tak tersetruktur dsigunakan pula apabila ada jawaban-jawaban dari wawancara terstrukturyang berkembang namun masih relevan dengan masalah penelitian yang dilaksanakan.
3. Studi Dokumentasi
Guna melengkapi data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara maka peneliti menggunakan dokumentasi. Dokumentasi dapat mendukung kegiatan observasi yang dilaksanakan dan berkaitan dengan masalah penelitian.
Studi dokumentasi yaitu mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda (Arikkunto, 2002) Untuk menentukan dokunen yang tepat dan mendukung pelaksanan penelitian, maka peneliti akan melakukan telaah terhadap keaslian dokumen, kebenaran isi dokumen dan menentukan relevan tidaknya isi dari dokumen yang dimaksud dalam penelitian.
Dalam penelitian teknik dokumentasi meliputi;
  1. Data tentang kinerja guru SMKN I Purwosari yang sudah dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
  2. Data tentang guru SMKN I Purwosari
  3. Struktur organisi SMKN I Purwosari
  4. Profil sekolah
  5. Dokumen supervisi
  6. Data guru
Untuk lebih jelasnya focus penelitian yang akan dieksplorasi, informan, dan tehnik pengumpulan data seperti yang dipaparkan dalam table 3. 1.
Tabel 3. 1 Teknik Pengumpulan Data yang digunakan menurut Fokus Penelitian, dan Informan
No
Fokus
Penelitian

Sub Fokus
Informan
Teknik
PengumPulan Data
1
Gambaran kinerja guru SMKN I Purwosari
-          Kualitas kerja
-          Ketepatan kerja
-          Inisiatif dalam bekerja
-          Kemampuan kerja
Kepela sekolah
Guru
Komite sekolah
Wawancara
Observasi
Dokumentasi
2
Kebijakan pengembangan kinerja guru
-          Dasar/ alasan kebijakan
-          Proses penetapan
-          Implementasi kebijakan
Kepala sekolah
Guru
Wawancara
Observasi
Dokumentasi

3
Faktor - faktor penghambat dan pendorong kebijakan pengembangan kinerja guru SMKN 1 Purwosari
-          Mendorong kebijakan kinerja guru
-          Kendala pelaksanaan kebijakan kinerja guru
Kepala sekolah
Guru
Wawancara
Observasi
Dokumentasi

E. Analisis Data
Bogdan dan Bikken dalam Sugiono (2006) menjelaskan bahwa, analisis data meliputi kegiatan-kegiatan mengumpulkan data, menatamya, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelolah, disentesis, dicari pola, ditemukan yang penting, dan apa yang akan dipelajari serta memutuskan apa yang akan dilaporkan.
Dalam penelitian kualitatif data yang terkumpul lebih bersifat fakta, gejala atu fenomena yang disajikan dalam bentuk informasi faktual, maka pekerjaan analisis dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi kode, dan mengkategorikannya. Analisis data dilakukan selama proses pelaksanaan penelitian. Informasi yang diperoleh ditafsirkan terus menerus sambil merumuskan kumpulan yang sifatnya sementara
Selanjutnya kesimpulan sementara selalu dirumuskan secepat mungkin menjadi kesimpulan yang kuat, kokoh, dan mengandung makna sebelum data berlebih atau menumpuk. Kesimpulan-kesimpulan tersebut bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dapat dijadikan sebagai temuan-temuan yang bermanfaat.                                                                                        
Analisa data dalam penelitian kualitatif dilakukan merlalui empat kegiatan seperti yang disarankan oleh Miles dan Hubermen dalam Meleong (2005), Yaitu pengumpulan data, reduksi data, serta penarikan kesimpulan. Langkah-  langkah analisis data dapat dipaparkan sebagai berikut :
      1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian deskriptif dan bagian reflektif. Bagian deskriptif merupakan catatan tentang peristiwa dan pengalaman yang dilihat, didengar, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti yang dicatat selengkap dan seobyektif mungkin. Bagian deskriptif ini berisi tentang gambaran dari informan, rekonstruksi dialog, catatan tentang peeristiwa khusus dan gambaran kegiatan. Sedangkan bagian reflektif merupakan catatan yang berisi kesan, komentar, pendapat dan tefsiran peneliti tentang fenomina yang dijumpai dan rencana program pengumpulan data untuk tahap berikutnya.
2. Reduksi Data
Reduksi data dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Meles, 1992)
Reduksi data dilakukan dengan membuat rangkuman mengenal inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu di jaga. Langkah selanjutnya dalam satuan-satuan atau kategorisasi sambil membuat kode. Dengan demikian reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengkategorikan data dengan cara yang demikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Sesuai dengan saran Miles (1992) agar tidak terjadi tumpang tidih dalam penelitian (overlopping), maka data yang diambil dipilah-pilah, dirangkum, dipersingkat, dipilih data-data yang dianggap penting untuk mempermudah penarikan kesimpulan.

3. Penyajian Data
Data yang sudah direduksi disajikan dalam bentuk matriks secara lebih rinci dan lengkap serta disajikan dalam bentuk teks naratif. Untuk memudahkan penyajian data, maka terlebih dahulu catatan diberi kode tertentu agar mudah dilihat dan dipahami hubungan antara yang satu dengan yang lain.                                                                                                     Data yang berasal dari kelompok informan Kelala Sekolah SMK diberi kode KS-SMK dan informan guru smk diberi kode GR-SMK. Untuk memudahkan penelusuran sumber informasi maka kode yang digunakan menggunakan inisial nama informan seperti ASS, BSS, CS, DS, ES, data yang bersumber dari kepala sekolah diberi kode MKS, hasil data dikelompokkan sesuai fokus yang diteliti dan diberi kode sesuai dengan pokok persoalan yang diungkap, kode GGG untuk data guru terhadap kebijakan pengembangan kinerja guru, kode PKG untuk pengamatan terhadap kinerja guru SKG untuk hasil kuissioner guru.
4.      Penarikan Kesimpulan
      Dalam penelitian kualitatif, analisis data merupakan upaya yang berlanjut, dan berulang terus menerus. Penarikan kesimpulan dilakukan selama penelitian penelitian berlansung. Semua data yang telah terkumpul direduksi dan disajikan dalam bentuk matriks dan disimpulkan atau dibewri makna. Jika kesimpulan belum mantap maka peneliti kembali mengumpulkan data lapangan, mereduksi, dan menyajikan serta menarik kesimpulan kembali dan seterusnya hingga merupakan suatu siklus dengan ilustrasi sebagai berikut:





       
                   

           
Gambar 3. 2 Model analisis data interaksi (diadopsi dari Miles dan Hubermen)

F. Keabsahan Data
Moleong (2005) menilai bahwa, keabsahan data sebagai unsur yang tidak dapat dipisahkan dari tubuh penelitian. Keabsahan data dimaksudkan untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian mengungkap dan memperjelas data dan fakta-fakta yang aktual. Noeng Muhadjir (1995) menyatakan bahwa, keterandalan penelitian terletak pada kredibilitas, tranferbilitas, konfirmabilitas, serta dependabilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (2005) yang menyatakan bahwa, untuk menetapkan keabsahan (trustworthness) data diperlukan teknik pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kreteria tertentu yakni; derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transfer ability), ketergantungan (dependability) dan kepastian (confirmabilty). Kredibilitas dapat dengan memperpanjang keikutsertaan, ketekunan pengamatan, Trianggulasi, pengecekkan anggota. Sedangkan transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas hasil terkait dengan konteks dan waktu penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini yang dapat dilakukan hanyalah pada kredibilitas.

DAFTAR PUSTAKA
DIKNAS. 2008. Potrey Kemajuan Pendidikan Dasar dan Menengah Dari Akses Menuju Mutu. Jakarta: Derektorat Jendral Menejemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Dunn, William, N. 2000. Pengantar Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada Press
Gaffar, FM. 1987. Perencanaan Pendidikan Teori dan Metodologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan.
Islamy, Irfan M. 1997. Prinsip - Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta; Bumi Aksara. Miles. H. B, Huberman AM. 1984. Qualitativ Data Analisis. A. source Book Of New Methobs. Baverly Hill: Sage Publication.
Moleong, J. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Muhajir, Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin.
Mulyasa, 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosdakarya
Nasution, S. 1998. Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Trasito.
Sahertian, Piet. A. 2000. Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Suharta, Edi. 2005 Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif - Kualitatif . Bandung: Alfabeta
Suparlan. 2005. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat.
Usman, M. U. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda karya.
Wahab Abdul, Solihin. 1997. Analisis Kebijaksanaan Negara Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Mad Press.

1 comment:

  1. This is a great article to read I enjoyed reading it. Analysis of teacher hiring trends at the Sekolah Menengah Kejuruan in the Mimika district of Papua. Joseph Werke (2014) An Analysis. Take my online class

    ReplyDelete