BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan kebutuhan sepanjang hayat, Setiap manusia membutuhkan pendidikan
sampai kapan dan di mana pun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab
tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan
demikian, pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia
yang berkualitas dan mampu bersaing cerdas dan kompetitif. Saat ini
pendidikan nasional masih dihadapkan pada berbagai permasalahan, diantaranya (1)
masih rendahnya pemerataan, (2) masih rendahnya kualitas dan relefansi
pendidikan, (3) masih rendahnya manejemen pendidikan, di samping belum terwujudnya
kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan tehnologi dikalangan akademis (Sudjimat,
2006: 3– 4). Peningkatan mutu pendidikan dewasa ini merupakan suatu
kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Keberhasilan pembangunan suatu
bangsa ditentukan terutama oleh keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas
yang hanya dapat dihasilkan lewat pendidikan yang berkualitas pula. Pembangunan nasional di
bidang pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang memungkinkan warganya
mengembangkan diri sebagai manusia seutuhnya. Sejalan
dengan tujuan pendidikan Nasional pelaksanaan program pemerintah bidang
pendidikan diimplementasikan dalam bentuk Rencana Srategis (RENSTRA) Departemen
Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 yang bertemakan peningkatan kapasitas dan
modernisasi. Di dalam rencana strategis Depdiknas terdapat tiga hal pokok yang
dicanangkan yaitu pertama, pemerataan dan perluasan akses, kedua, peningkatan
mutu, relevansi dan daya saing, ketiga, penguatan tata kelola (governance) akuntabilitas dan pencitraan
publik (Depdiknas, 2006).
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan setiap satuan pendidikan dasar dan menengah. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Namun berbagai indikator belum menunjukkan peningkatan mutu pendidikan
secara menyeluruh.
Penurunan mutu pendidikan nasional dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
satu faktor yang paling dominan adalah rendahnya mutu guru. Mutu guru yang
rendah akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan. Oleh
karena itu, guru diharapkan meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan
kepada siswa. Untuk dapat meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan
harus ditingkatkan kinerjanya dengan kebijakan yang jelas. Permasalahan
penurunan mutu pendidikan untuk sekolah menengah khususnya, Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
rendahnya penguasaan materi bahan ajar, rendahnya kompetensi guru berdampak
pada output pendidikan yang dihasikan.
Berbagai studi tentang kualitas guru, menyimpulkan bahwa kemampuan guru dalam
menguasai bahan pelajaran memberikan efek yang positif terhadap prestasi siswa.
Di samping itu, kualitas kemampuan guru dalam mengajar ditentukan oleh berbagai
variabel, di antaranya adalah pendidikan formal, keterlibatan guru dalam
berbagai kegiatan akademik, dan status sosial ekonomi guru. Gambaran
tentang kualitas pendidikan dan kualitas guru sebagaimana telah dijelaskan di
atas sudah barang tentu memerlukan kebijakan dan program peningkatan kualitas
guru. Rendahnya kualitas guru didasarkan atas pertimbangan bahwa guru merupakan
komponen yang layak mendapat perhatian, karena baik ditinjau dari posisi yang
ditempati dalam struktur organisasi pendidikan maupun tugas yang diemban, guru
merupakan operasional terdepan yang menentukan mutu output yang dihasilkan melalui proses belajar mengajar. Guru merupakan
kunci bagi seluruh upaya pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan nasional. Guru
sebagai salah satu faktor eksternal yang penting dalam menentukan keberhasilan
peserta didik, harus berperan dengan baik dan harus memiliki kinerja yang baik.
Menurut Sahertian (2000) ciri guru yang memiliki kinerja yang baik sebagai
berikut: (1) dapat melayani pembelajaran peserta didik secara individual, (2) memberi
persiapan dan perencanaan pembelajaran yang diperlukan, (3) mengikutsertakan
peserta didik dalam berbagai pengalaman belajar, (4) menempatkan diri sebagai
pemimpin yang aktif bagi peserta didik. Dalam
rangka meningkatkan kinerja guru adalah diadakan pelatihan dan supervisi
pendidikan. Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang memungkinkan guru
melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan standar, Pelatihan dapat meningkatkan
kinerja guru dalam pekerjaan sekarang. Sedangkan tujuan pelatihan adalah
meningkatkan kompetensi guru sehingga memungkinkan melakukan pekerjaan yang
lebih baik (Dharma, Agus, 2001) Tujuan
pelatihan guru ialah meningkatkan mutu guru di bidang pendidikan, kemampuan, ketrampilan,
sikap dan kepribadian, agar yang bersangkutan telah mampu dan mantap
melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan jabatannya (Suparlan, 2006) Selain pelatihan pengembangan kinerja
guru dapat dilakukan melalui program in
service. Elsbree (1970) berpendapat bahwa salah satu alternatif pemecahan
untuk meningkatkan kinerja guru adalah melalui program pendidikan in service yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan personal sekolah. Program pendidikan in service ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan yang
antara lain oleh Gafftar (1987) disebut sebagai pemberian kesempatan mengikuti in service training, menyediakan
pembinaan yang teratur dan menciptakan forum akademik program bagi guru. Dengan dilandasi permasalahan diatas,
maka penelitian tentang Analisis Kebijakan Pengembangan Kinerja Guru SMKN l
Purwosari Kabupaten Pasuruan terutama menyangkut kebijakan pengembangan, peneliti
menetapkan SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan sebagai lokasi penelitian.
Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan pada beberapa alasan utama yaitu SMK
Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan sebagai tempat penelitian didasarkan atas
prestasi akademik dan non akademik yang diraih selama delapan tahun terakhir
dan kebijakan pengembangan kinerja guru yang telah dilakukan oleh kepala
sekolah. Prestasi akademik yang diraih SMK Negeri l Purwosari Kabupaten
Pasuruan diantaranya: juara satu lomba LKS se - Jawa Timur Tahun 2009, juara
harapan l LKS tingkat nasional tahun 2009 Non akademik, juara ll UKS Jawa Timur
tahun 2009, dan Juara l Jawa Timur pelayanan publik, Juga SMK Negeri l
Purwosari Kabupaten Pasuruan salah satu SMKN yang RSBI. Kinerja guru yang telah
dilakukan kepala sekolah masih sangat aktual sehingga menarik untuk diteliti, karena
sangat relevan dan layak untuk di teliti secara ilmiah sehingga dijadikan fokus
utama dalam penelitian ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari identifikasi masalah diatas peneliti memberi membatasi diri pada tiga
permasalahan.
1.
Bagaimana
gambaran kinerja guru SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan?
2.
Bagaimana
kebijakan pengembangan kinerja guru yang dilakukan di SMKN 1 Purwosari Kabupaten
Pasuruan?
3.
Faktor-faktor
apa yang mendorong dan penghambat pelaksanaan kebijakan pengambangan kinerja
guru SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
memperbaiki deskripsi tentang :
- Kinerja guru di SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan.
- Kebijakan pengembangan kinerja guru yang dilakukan di SMKN 1 Purwosari kabupaten Pasuruan.
- Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan kebijkan sertifikasi guru dalam pengembangan kinerja guru SMKN 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan.
D.
MANFAAT
PENELITIAN
1.
Secara
keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat :
a.
Memberikan
sumbangan informasi terhadap dunia pendidikan dan pemerintah tentang kebijakan
pengembangan kinerja guru SMK.
b.
Menambah
bahan kepustakaan bagi para peneliti lain yang hendak melakukan kegiatan
penelitian kebijakan pengembangan kinerja
guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
2.
Secara
praktik penelitian ini dapat :
a.
Mengungkap
seluk beluk kebijakan pengembangan kinerja guru yang ada di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK)
b.
Memberikan
kontribusi pemikiran pada pengelola pendidikan, baik lembaga pemerintah maupun
swasta. Khusus dalam mengkaji kebijakan sertifikasi guru dalam pengembangan
kinerja guru di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
E.
DEFINISI
ISTILAH
Definisi operasional istilah merupakan penjelasan dari istilah-istilah yang
khas yang digunakan dalam penelitian, baik dari sisi model dan prosedur yang digunakan
dalam pengembangan. maupun dari sisi produk yang dihasilkan. Istilah-istilah yang perlu diberi batasan hanya
istilah yang mempunyai peluang ditafsirkan berbeda oleh pembaca atau pemakai
produk penelitian (Saukah, 2000: 36).
Adapun definisi operasional istilah atau batasan istilah dalam penelitian
ini adalah :
1.
Kebijakan
adalah sebagai prosedur yang rasional untuk menelaah secara kritis isu-isu
sehingga menghasilkan pemikiran terbaik bagi analis dalam merumuskan kebijakan.
2.
Kinerja
guru dalam penelitian ini adalah kegiatan kerja guru SMK Negeri l Purwosari
Kabupaten Pasuruan dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya ditinjau dari
kualitas pelaksanaan belajar mengajar disekolah.
3.
Pengembangan
kinerja guru SMK adalah usaha sadar terencana yang didasari oleh suatu
kebijakan dalam upaya mencapai kopetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan
fungsional guru.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Konsep Kebijakan
Dye dalam Winarno
(2002) mengartikan kebijakan sebagai apa saja yang dipilih oleh pemerintah
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pernyatan ini dikuatkan oleh
Erward dalam Agustin (2006) yang mengemukakan kebijakan sebagai apa yang
dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah. Lebih lanjut
Kartasasmita (1997) mengatakan bahwa kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan
sasaran dari program pemerintah. Pengertian dalam konteks ini merupakan upaya
untuk memahami dan mengartikan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
pemerintah terhadap suatu masalah, apa yang menyebabkan atau memengarui, dan
apa pengaruh dan dampak kebijakan tersebut. Feiendrich
dalam Wahap (1991) mengartikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah
pada tujuan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pamerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu dalam upaya
mencari peluang untuk mencapai yang diinginkan. Dalam batasan lain, Anderson (dalam
Islamy, 2004) mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan dengan tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau kelompok pelaku guna
memecahkan masalah tertentu. Eulau
dan Prewiit (1973) menganggap kebijakan sebagai keputusan tetap yang dicirikan
dengan konsistensi dan repetisi tingkah laku dari mereka yang membuat dan
mematuhi keputusan tersebut. Dunn (2000) menyatakan kebijakan adalah suatu
aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan.
Melengkapi berbagai pendapat tersebut, Anderson (1979) menyatakan bahwa
kebijakan merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai trujuan terrtentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang atau kelompok pelaku guna memecahkan
suatu masalah.
Berdasarkan
sejumlah batasan tersebut, setidaknya dapat ditarik enam kesimpulan untuk
memahami apa dan bagaimana kebijakan. Pertama, umumnya kebijakan dititik
beratkan pada tindakan pada tindakan yang mempunyai maksud tertentu dan bukan
sebaiknya. Kedua, kebijakan pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah. Kegiatan yang
dilakukan tersebut biasanya berhubungan dengan antara satu dengan lainnya. Ketiga,
kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah dalam mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara disemua bidang. Keempat, kebijakan bias berbentuk positif
dan negatif. Kebijakan positif dapat berupa serangkaian tindakan pemerintah
untuk menyelesaikan suatu masalah dengan pencapaian hasil tertentu. Sebaliknya,
kebijakan negatif merupakan keputusan dengan dilandasi maksud atau tujuan
tertentu. Kelima, implimentasi kebijakan merupakan tindakan otoriter pemerintah
yang didasarkan atas hukum. Kenam, kebijakan harus berorientasi pada
kepentingan publik. Artinya, kebijakan yang dirumuskan harus bertujuan
mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan, kepentingan, dan harapan publik. Hal-hal tersebut diperkuat oleh pendapat
Anderson dalam Islamy (2004) yang menyatakan bahwa dalan kebijakan ditemukan
elemen-elemen sebagai berikut:
- Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorentasi pada tujuan tertentu.
- Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan penjabat.
- Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang akan dilakukan.
- Kebijakan bersifat positif (tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).
- Kebijakan (positif) selalu berdasar pada peraturan perndangan tertentu yang bersifat memaksa (otoriter).
Mencermati batasan-batasan tersebut dapat
dikatakan bahwa kebijakan dibuat untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan
dan sasaran tertentu yang diinginkan. Dalam tatanan kebijakan berkaitan dengan
apa yang dilakukan pemerintah secara nyata dan bukan sekedar apa yang ingin
dilakukan Wahap dalam (Hosio, 2005). Agar tidak terjadi persepsi yang beragam
tengtang pengertian kebijakan penulis mencoba memberikan ulasan tentang
kebijakan sesuai dengan penelitian ini, kebijakan adalah suatu keputusan-keputusan
yang dibuat oleh instansi/pelaku pendidikan yang mempunyai kewenangan dalam mengambil
keputusan untuk mencapai tujuan yang dicapai yaitu kebijakan yang diambil oleh
Kepala Sekolah SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan khususnya kebijakan
pengembangan kinerja guru.
B. Ruang lingkup Kebijakan
Esensi
lahirnya kebijakan didahului dengan proses atau tahapan tertentu yang cukup
panjang. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh kebijakan yang tepat, mampu
memecahkan masalah, dan mencapai tujuan. Untuk mencapai hasil yang ideal, Anderson
dalam Hosio (2005) memberikan lima
langkah dalam proses mengambil kebijakan, yaitu perencanaan kegiatan, perumusan
kebijakan, pengambil kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Sedikit berbeda dengan Anderson Ripley (1985) dalam Suhartono (2005) memberikan
empat langkah, yaitu perencanaan kegiatan, perumusan dan pengesahan kebijakan, implementasi
program, tampilan, dan dampak keputusan kebijakan dan program yang akan
dsilakukan. Berbeda dari kedua ahli tersebut, Dye dalam Winarno, (2002) memberikan
enam langkah dalam proses pengambilan kebijakan.
- Identitas masalah (identification of policy problem) diarahkan untuk mengidentifikasi apa yang menjadi tuntutan atas tidakan pemerintah.
- Penyusunan agenda (agenda setting) merupakan aktifitas memfokuskan perhatian pada penjabat publik dan media massa atas keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah publik.
- Perum usan kebijakan (policy formulation) adalah tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiatif dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah.
- Pengesahan kebijakan (legimating of policy) dapat dilakukan melalui tindakan politik oleh partai politik. Kelompok penekan, dan presiden.
- Imlementasi kebijakan (policy implementation) dilakukan oleh birokrasi, anggaran sektor public, dan eksekutif.
- Evaluasi kebijakan (policy evalution) dilakukan oleh pemerintah, pers dan masyarakat.
Proses kebijakan tersebut merupakan kegiatan yang
berkaitan dengan aktivitas menjawab pertanyaan bagaimana masalah dirumuskan, diagendakan
kegiatan tertentu, kebijakan dirumuskan, keputusan kebijakan diambil, kebijakan
dilaksanakan, dan kebijakan di eveluasi. Akan tetapi, diantara cakupan yang
begitu luas, studi kebijakan setidaknya memiliki tiga ranah kegiatan, yaitu
perumusan kebijakan (policy formulation), implimentasi kebijakan (policy
implementation) dan evaluasi kebijakan (policy evaluation).
C. Perumusan Kebijakan
Dalam tataran
konseptual, perumusan kebijakan tidak hanya berisi gagasan pikiran atau
pendapat para pimpinan yang mewakili anggota tetapi juga berisi opini publik
dan suara publik. Hal itu karena proses pembuatan kebijakan pada esensinya tidak
pernah bebas nilai (value free) sehingga
berbagai kepentingan akan selalu mempen garui terhadap proses pembuatan
kebijakan. Jenkins (1978) merumuskan
kebijakan sebagai serangkaian keputrusan yang saling berkaitan yang diambil
olerh seorang actor atau skelompok actor politik berkenan dengan tujuan yang
teleh dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi di mana
keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masi berada dalam batas-batas
kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.
Beberapa pakar
kebijakan menjelaskan bahwa proses kebijakan selalu dan harus memperhatikan
beberapa karakteristik penting agar dapat mencapai sasaran kebijakan yang
dituangkandalam tahap implimentasi kebijakan. Untuk mempertajam pendapat diatas
Austin (1990) dalan Tuner dan Holme (1997) bahwa ada empat elemen lingkungan
yang perlu diperhatikan dalam proses perumusan kebijakan, yaitu ekonomi, budaya,
kependudukan, dan elemen politik. Keempat
elemen penting ini yang dijelaskan oleh Austin tersebut berkaitrn dengan
perlunya analisis derajat urgensi dan relevansinya berdasarkan interest dan
kebutuhan masyarakat. Perumusan kebijakan adalah langkah yang
paling awal dalam proses kebijakan sacara keseluruan. Pada perumusan kebijakan
sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan yang dibuat itu pada masa yang
akan datang. Untuk merumuskan kebijakan yang baik adalah perumusan kebijakan
yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi sebab sering kali para
pengambil kebijakan beranggapan bahwa perumusan kebijakan yang baik adalah
sebuah konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan normatif, namun tidak
membumi (Putra, 2001). Dalam
tataran konsptual perumusan kebijakan tidak hanya berisi cetusan atau gagasan
para pemimpin yang mewakili anggota tetapi juga beriusi opini publik (public opinion) dan suara public (publik voice). Hal itu disebabkan proses
pembuatan kebijakan pada esensi nya tidak pernah bebas nilai sehingga berbagai
kepentingan akan selalu mempengarui terhadap proses pembuatan kebijakan. Dari
berbagai penjelasan diatas terkait dengan perumusan kebijakan, konsep perumusan
terkait dengan persoalan implemantasi kebijakan, dimana ketergantungan
implementasi yang baik akan sangat ditentukan oleh proses dan penentu kebijakan
yang dilakukan. Disamping itu, perumusan dan implementasi merupakan dua elemen
yang tidak dapat dipisahkan sekalipun secara konseptual berbeda. Dunn (2000) Sebuah
kebijakan tidak mempunyai arti apapun kalau tidak dapat diimplementasikan. Oleh
karena itu, perlu dirumuskan secara tepat melakui proses penentuan kebijakan
yang relevan dengan rencana implementasinya.
D. Prosedur Kebijakan
Proses
pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak
proses maupun variabel yang harus dikaji. Agar memudahkan dalam penyusunan
kebijakan Charles Linblom (1996) dalam winarno (2002) menjelaskan tujuan
pembagian proses kebijakan adalah untuk memudahkan pengambilan kebijakan di
dalam meng`mbil kebijakan. Brewer
dan de Leon (1983) membagi fase proses kebijakan menjadi enam tahap, yaitu: (1)
inisiasi, (2) estimasi, (3) seleksi, (4) implementasi, (5) evaluasi, dan 6) terminasi.
Fase inisiasi mulai ketika masalah yang potensi dirasakan timbul dan menunjuk
kepada kegiatan inovatif untuk mengkonseptualkan dan membuat kerangka tentang
masalah secara kasar, mengumpulkan informasi untuk melihat kebijakan yang
mungkin paling tepat. Tahap seleksi menunjukan kepada kenyataan bahwa akhirnya
seseorang harus membuat keputusan. Tahap implementasi yaitu pelaksanaan dari
pilihan yang dipilih. Tahap evaluasi berusaha menjawab pertanyaan seperti
kebijakan mana yang sukses dan mana yang gagal, bagaimana kinerja dapat diukur
dan kreteria apa yang di gunakan untuk mengukur. Terminasi berhubungan dengan
penyesuaian kebijakan yang tidak fungsional, tidak perlu, berlebihan. atau
tidak cocok dengan keadaan. Tahap-tahap
kebijakan menurut Dunn (2000) meliputi: (1) tahap penyusunan agenda, (2) formulasi
kebijakan, (3) adaptasi kebijakan, (4) implementasi kebijakan, (5) evaluasi
kebijakan. Pada fase penyusunan agenda masalah-masalah yang masuk dipilih untuk
diagendakan dan dibicarakan dalam agenda kebijakan. Tahap formulasi kebijakan
berhubungan dengan masalah yang masuk kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan. Masalah-masalah
tadi didefiniskan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Tahap adopsi
kebijakan adalah tahap dimana sekian banyak alternatif kebijakan tersebut
diadopsi. Tahap implementasi
yaitu pelaksanaan kebijakan yang telah diambil oleh perumus kebijakan untuk
dilaksanakan. Tahap penilaian kebijakan, kebijakan yang telah dilakukan akan
dinilai atau di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan telah mampu mampu
memecahkan masalah.
F.
Kinerja.
Kata ” kinerja”
dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris
”perfomance”yang berarti: (1) pekerjaan, perbuatan, atau (2) penampilan, pertunjukan.
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia (2002) kinerja diartikan sebagai, (1) suatu
yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. Shell de
Wexley (1992) menyatakan bahwa kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen
yang saling berkaitan, yakni: ketrampilan, upaya dan sifat keadan exsternal. Tingkat
ketrampilan merupakan bahan mental yang dibawa oleh seseorang karyawan/guru
ketempat kerja seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan inter personal serta
kecakapan tehnis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang
diperlihat karyawan/guru untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan demikian, kinerja dapat dikatakan sebagai perilaku
kerja seseorang guna mencapai tujuan. Hasil yang dicapai menunjukan efektifitas
prilaku kerja yang bersangkutan. Prilaku kerja yang pada gilirannya
mempengaruhi dua faktor yakni: (1) faktor dari dalam diri individu, seperti
ketrampilan dan upaya yang dimiliki, dan (2) faktor di luar dari individu
seperti: keadan ekonomi, kebijakan pemerintah dan lain-lain. Untuk
mengukur kinerja karyawan/guru dapat digunakan dalam proses ini dapat berupa
tes maupun non tes. Tes adalah “seperangkat butir pernyatan yang diberikan
kepada siswa atau seseorang dalam keadaan tertentu (Rusli: 1988). Rusli Efendi
dan Sanusi (1994) membagi tes menjadi dua yaitu: ”tes uraian dan teas obyektif”.
Tes dengan tipe sering, juga disebut tes tipe subyektif, sebab skor pekerjaan
seseorang dipengraruhi oleh penilai. Sedangkan tipe kedua disebut tipe obyektif
karena siapapun yang menilai skor yang ada diperoleh akan sama.
Sedangkan non
tes digunakan jika data yang kita perlukan tidak dapat dipertoleh melalui tes
missalnya: sikap seseorang kinerja dalam menjalankan kerja sesuai dan
sebagainya. Data seperti ini dapat di peroleh melalui instrument yang disebut
non tes, seperti: angket atau kuesioner, observasi dan wawancara.
F. Pengembangan kinerja guru
Dalam
pengembangan kinerja guru, Piter F. Olevia dalam Sahertian (2000) dikenal
adanya 3 program yakni: (1) program pre-service
education, (2) program in-service
education, dan (3) program in-service
training.
1. Pengembangan pre-service
education.
Program pendidikan
yang dilakukan pada pendidikan sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu
dalam satu jabatan. Lembaga penyelenggara program pre-service education adalah suatu pendidikan mulai dari pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi. Pada bidang ilmu pendidikan program pre-service education diselenggarakan
oleh lembaga pendidikan tenaga pependidikan (LPTK) baik non gelar maupun yang
bergelar.
2. Program in-service
education.
Program pendidikan
yang mengacu pada kemampuan akademik maupun professional sesudah peserta didik
mendapat tugas tertentu dalam jabatan. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan
gurudan berusaha meningkatkan kenerjanya melalui alih jalur yang berijasah D-2
dapat melanjutkan ke D-3, dari D-3 ke S 1, atau S 1 ke S2.
3. Program in-service
training.
Suatu usaha jabatan
tartentu, dalam hal ini adalah pelatihan guru, untuk mendapatkan pengembangan
kinerja, Pada umumnya yang paling banyak dilakukan dalam program in-service training adalah melalui
penataran ada tiga macam penataran yaitu: 1. penataran penyegaran, yaitu usaha
pengembangan kinerja guru agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan, tehnologidan
seni serta menetapkan kinerja guru agar dapat melakukan tugas sehari-hari
dengan baik. Sifat penatarn ini memberi penyegaran sesuai dengan perubahan yang
terjadi dimasyarakat agar tidak ketinggalan jaman. 2. Penataran peningkatan
kualifikasi, adalah usah peningkatan kemampuan guru sehingga mereka memperoleh
kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan. 3. Penataran
perjenjangan, adalah suatu usaha meningkatkan kemampuan guru dalam bidang
jenjang structural sehingga memenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan
tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.
G. Standar Kinerja Guru.
Guru dikatakan
kompeten jika guru menguasai dan memiliki kecakapan profesionol keguruan, ditandai
dengan keahliannya selaras dengan tuntutan bidang ilmu yang menjadi tanggung
jawabnya. Atas kedudukan professional itu guru mempunyai wewenang dalam
pelayanan belajar dan pelayanan social di masyarakat. Standar kenerja guru
menurut Gaffar (1987) dalam Sagala (2003) ada tiga bidang, yaitu: (1) content
knowledge, (2) behavior skill, dan human relation skills. Sedangkan Lamatenggo
(dalam Uno, 2007) menyebutkan kinerja guru mencakup aspek (1) kualitas kerja, yang
meliputi merencanakan program pengajaran dengan tepat, melakukan penilaian
hasil belajar, berhati - hati dalam menjelaskan meteri ajar, dan menerapkan
hasil penelitihan dalam pembelajaran, (2) kecepatan/ketepatan kerja, yang
meliputi menerapkan hal-hal baru dalam pembelajaran, memberikan materi ajar
sesuai dengan kerakteristik yang dimiliki siswa, dan menyelesaikan program
pengajaran sesuai dangan kalender akademik; (3) Inisiatif dalam kerja, yang
meliputi menggunakan media dalam pembelajaran, menggunakan berbagai mettode
dalam pembelajaran. Menyelenggarakan administrasi sekolah dengan baik, menciptakan
hal-hal baru yang lebih efektif dalam menata administrasi sekolah, (4) Kemampuan
kerja, yang meliputi maupun dalam memimpin kelas, mampu mengelolah KBM, mampu
melakukan penilaian hasil belajar, dan menguasai landasan pendidikan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan jenis
penelitian
Dalam penelitihan ini permasalahan
yang diangkat adalah analisis kebijakan pengembanhan kinerja guru sekolah
menengah kejuruan (SMK) di SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan. Fokus yang akan diteliti adalah hal yang
berkaitan dengan: (1) Bagaimana gambaran kinerja guru di SMKN I Purwosari
Kabupaten Pasuruan, (2) Bagaimana kebijakan pengembangan kinerja guru yang
dilakuakan di SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan (3) Faktor-faktor apa yang
mendorong dan menghambat upaya pengembangan kinerja guru di SMKN I Purwosari
Kabupaten Pasuruan. Untuk ini pendekatan yang dianggap cocok untuk digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan
tersebut digunakan mengingat beberapa hal yang menjadi ciri peneliti kualitatif.
Ciri yang dsimaksud peneliti kualitatif adalah berlatar alamiah dan konteks
sebagai keutuhan yang bersifat naturalistis dan bersifat deskritif. Hal
lain yang perlu dipaparkan juga bahwa dalam penelitian ini peneliti berupaya
mencoba untuk mendeskripsikan kondisi senyata yang terjadi di lapangan dengan
begitu peneliti lebih menekankan pada kedalaman makna kebijakan pengembangan
kinerja guru SMKN. Model
yang digunakan adalah model studi kasus. Menurut Munandir (1990) studi kasus
ialah kajian yang rinci atas satu latar atau satu orang subyek, atau satu
tempat penyimpanan dokumen, atau suatu peristiwa tertentu. Karakteritik model studi kasus, menurut Patton
(1990) bahwa diakuinya kenyataan yang tidak sepihak (multi realities). Maksudnya kenyatan adalah sesuatu yang
berhubungan dengan konteks dan persepsi individu yang terlibat di dalamnya. Jadi bukan kenyataan yang dipersepsi oleh peneliti atau
memberi tugas pada peneliti. Oleh karena itu, persepsi orang-orang yang
terlibat dalam kebijakan pengembangan kinerja guru seperti Kepala sekolah, guru
dan lain-lain harus diperhatikan peneliti.
B. Lokasi Penelitian
Peneliti ini
menghambil lokasi di SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan. Pementuan
lokasi penelitian ini dilakukan sebagai alasan utama yaitu cara purposif, artinya
didasarkan atas pertimbangan tujuan peneliti. Maleong (2005) mengemukakan bahwa
sebelum menentukan tempat penelitian terlebih dahulu penjajakan dan penilaian
lapangan. Penjajakan ini akan terlaksana dengan baik apabila sebelumnya
peneliti sudah mempunyai gambaran umum mengenai keadaan dan semua hal yang
relevan dengan sasaran penelitian. Dalam penelitian ini dipilih kebijakan
pengembangan kinerja guru SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa kebijakan pengembangan kinerja guru SMKN I
Purwosari Kabupaten Pasuruan telah tersistem dengan baik hal ini ditunjukan
dengan berbagai prestasi guru dan siswa di bidang i prestasi akademik dan non
akademik yang diraih selama delapan tahun terakhir dan kebijakan pengembangan
kinerja guru yang telah dilakukan oleh kepala sekolah. Prestasi akademik yang
diraih SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan di antaranya juara satu lomba
LKS se-Jawa Timur Tahun 2009, juara harapan l LKS tingkat nasional tahun 2009
Non akademik juara ll UKS Jawa Timur tahun 2009 dan Juara l Jawa Timur
pelayanan publik, Juga SMK Negeri l Purwosari Kabupaten Pasuruan salah satu
SMKN yang RSBI.
C.
Sumber
Data
Sumber data
dalam penelitian terdiri dari jaringan informan untuk diwawancarai dan jaringan
situasi sosial untuk diamati. Untuk
menjaring informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian ini dilakukan
pemilihan informan. Pemilihan informan didasarkan pada beberapa pertimbanan
antara lain, informan tersebut benar-benar mengetahui, berkaitan atau menjadi
pelaku dalam proses kebijakan pengembangan kinerja guru, baik secara lansung
maupun tidak lansung.
Untuk
memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya, peneliti mengumpulkan data
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi dengan menggunakan tehnik snowball sampling techniquie (bola salju)
yang merupakan salah satu ciri dari teknik pengambilan sampel secara bertujuan
(purposive sampling). Purposive
sampling, didasarkan pada suatu pertimbanbagan yang dibuat oleh peneliti
berdasarkan ciri, sifat-sifat atau karakteristik sebelumnya. Teknik pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif
yang bersifat purposive dan snowball dapat digambarkan sebagai berikut;
I
Gambar
3. 1 : Proses pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif purposive dan snowball
Berdasarkan gambar diatas teknik snowball dapat diibaratkan sebagai bola
salju yang terus menggelinding, semakin lama semakin besar. Besar dalam arti, memperoleh
informasi secara terus menerus baru akan berhenti setelah informasi yang
diperoleh peneliti sama dari satu informan ke informan yang lainnya, sehingga
mengalami kejenuhan informasi dan tidak berkembang lagi (Moleong 2005).
Dari studi pendahulu, akhirnya
dapat dipilih pihak-pihak yang dapat menjadi subjek penelitihan. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah
kepala sekolah dan guru. Penelitian subjek
penelitian mendasarkan pada hakekat penelitian kualitatif, bahwa yang
dipentingkan dalam pemilihan informan adalah kontektualnya bukan besarnya
populasi atau besarnya informan.
D. Pengumpulan Data
Seperti telah
diuraikan dalam bagian pendekatan penelitian, bahwa salah satu karakteristik
penelitian kualitatif adalah menggunakan natural setting sebagai sumber data
langsung pengungkapan makna (meaning) merupakan hal yang esensial dan peneliti
sendiri sebagaimana instrumen kunci. Fenomena yang alami tersebut dapat
dimengerti maknanya secara baik apabila digunakan multi instrument. Tujuannya
adalah agar data yang dikumpulkan dan kesimpulannya yang diperoleh tidak hanya
dari satu sumber tetapi dari berbagai sumber. Untuk mendukung hal itu, peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: (1) observasi, (2) wawancara,
(3) dokumentasi.
1. Observasi (pengamatan)
Menurut
Nasution (1998) bahwa, penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati
orang dalam lingkungan, berinteraksi dangan mereka, berusaha memahami bahasa
dan tafsiran tentang dunia sekitarnya. Melengkapi pendapat tersebut, Noeng
Muhajir (1996) mengungkapkan bahwa metode kualitatif lebih manusiawi karena
manusia sebagai instrumen utama, peneliti mendengarkan, berbicara, melihat, berinteraksi,
bertanya, meminta pejelasan, mengekpresikan kesungguhan, dan menangkap yang
tersirat dari semua perilaku manusia. Di dalam penelitian kualitatif metode
observasi ini sangat penting kerena memungkin kan peneliti untuk mendapatkan
informasi yang lengkap seasuai dengan latar yang dikehendaki.
Sesuai dengan
data yang ingin dikumpulkan dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan
pengamatan dengan model observasi aktif. Yaitu peneliti melakukan pengamatan
atau penginderaan langsung terhadap situasi dan kondisi melakukan obyek untuk
memperoleh fakta dan gejala secara lansung di lapangan tentang sekolah yang
sedang diteliti terkait dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Sasaran dari kegiatan observasi dalam
penelitian ini meliputi: (1) Observasi lansung kondisi sekolah sebagai lokasi
penelitian dan kegiatan proses belajar mengajar sehari-hari, (2) Prestasi
akademik maupun non akademik, aktivitas pendidikan yang sedang berlansung baik
formal maupun non formal, bentuk-bentuk kegiatan yang sedang dilakukan, yang
termasuk program pengembangan kinerja guru SMKN I Purwosari Kabupaten Pasuruan.
Pengamatan
strategi seperti ini mengacu pada saran yan dikemukakan oleh Moleong (2005) bahwa
peran serta seorang peneliti berada dari satu tempat ketempat lainnya. Di satu tempat peneliti harus aktif sekali dalam
melakukan pengamatan. Alasan peneliti menggunakan model pengamatan ini
dimaksudkan agar peran serta peneliti dapat terwujud seutuhnya apabila membaur
secara fisik dengan kelompok komunitas yang ditelitinya. Di samping itu peran
serta peneliti akan mudah dierima kelompok komunitas yang diteliti dengan jalan
memberi bantuan tertentu yang dibutruhkan mereka dalam upaya Masalah yang
dibahas dalam pengembangan kinerja guru. Peneliti
berusaha untruk selalu hadir di tempat penelitian dengan maksud agar terjalin
hubungan yang akrab antara peneliti dengan informan dan lebih lanjut diharapkan
para informan berkisar pada fokus penelitian. Dengan langkah tersebut di
harapkan dapat terungkap data obyektif yang terjadi di lapangan. Sebagai
alasan peneliti menggunakan observasi sebagai salah satu teknik pengumpulan
data adalah bahwa dangan observasi ini peneliti dapat mencatat segala aspek
yang terkait dwengan prilaku subyek penelitian secara lansung. Dengan demikian
peneliti memperoleh data dari tangan pertama bukan hanya cerita atau sajian
dari sumber lain.
2. Wawancara
Selain
pengamatan, untuk menjaring data digunakan teknik wawancara, wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu yang dilakuakan oleh dua belah pihak, yaitu
pewancara yang memberikan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
jawaban atas pertanyaan. Kegiatan
wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan
pengetahuan, pengalaman, pendapat, perasaan, latar belakang aktor yang
berkaitan dengan sasaran yang diteliti dalam hal ini kegiatan kinerja guru. Wawancara dilakukan secara mendalam kepada kay informan
dalam hal ini kepala sekolah, guru, dan komite. Pada wawancara ini perneliti
akan terlebih dahulu melakukan sosialisasi dan adaptasi diri guna menjalin
keakraban dengan informan agar bisa memberikan data atau informasi secara
terbuka dan detail. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara
terstruktur maksudnya pertanyaan-pertanyan yang diajukan peneliti kepada
informan telah dipersiapkan sebelumnya dan sebaliknya wawancara tak setruktur
adalah pertanyan yang tidak disiapkan terlebih dahulu. Wawancara tersetruktur
dilakukan untuk memperoleh keterangan secara umum mengenai pelaksanaan kegiatan
kinerja guru. Wawancara tak tersetruktur dsigunakan pula apabila ada jawaban-jawaban
dari wawancara terstrukturyang berkembang namun masih relevan dengan masalah
penelitian yang dilaksanakan.
3. Studi Dokumentasi
Guna
melengkapi data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara maka peneliti
menggunakan dokumentasi. Dokumentasi dapat mendukung kegiatan observasi yang
dilaksanakan dan berkaitan dengan masalah penelitian.
Studi dokumentasi yaitu mencari data yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda (Arikkunto, 2002) Untuk
menentukan dokunen yang tepat dan mendukung pelaksanan penelitian, maka
peneliti akan melakukan telaah terhadap keaslian dokumen, kebenaran isi dokumen
dan menentukan relevan tidaknya isi dari dokumen yang dimaksud dalam penelitian.
Dalam penelitian teknik dokumentasi meliputi;
- Data tentang kinerja guru SMKN I Purwosari yang sudah dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
- Data tentang guru SMKN I Purwosari
- Struktur organisi SMKN I Purwosari
- Profil sekolah
- Dokumen supervisi
- Data guru
Untuk
lebih jelasnya focus penelitian yang akan dieksplorasi, informan, dan tehnik
pengumpulan data seperti yang dipaparkan dalam table 3. 1.
Tabel 3. 1 Teknik Pengumpulan Data yang digunakan menurut
Fokus Penelitian, dan Informan
No
|
Fokus
Penelitian
|
Sub Fokus
|
Informan
|
Teknik
PengumPulan Data
|
1
|
Gambaran kinerja
guru SMKN I Purwosari
|
-
Kualitas kerja
-
Ketepatan kerja
-
Inisiatif dalam
bekerja
-
Kemampuan kerja
|
Kepela sekolah
Guru
Komite sekolah
|
Wawancara
Observasi
Dokumentasi
|
2
|
Kebijakan
pengembangan kinerja guru
|
-
Dasar/ alasan
kebijakan
-
Proses penetapan
-
Implementasi kebijakan
|
Kepala sekolah
Guru
|
Wawancara
Observasi
Dokumentasi
|
3
|
Faktor - faktor
penghambat dan pendorong kebijakan pengembangan kinerja guru SMKN 1 Purwosari
|
-
Mendorong
kebijakan kinerja guru
-
Kendala
pelaksanaan kebijakan kinerja guru
|
Kepala sekolah
Guru
|
Wawancara
Observasi
Dokumentasi
|
E. Analisis Data
Bogdan dan
Bikken dalam Sugiono (2006) menjelaskan bahwa, analisis data meliputi kegiatan-kegiatan
mengumpulkan data, menatamya, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat
dikelolah, disentesis, dicari pola, ditemukan yang penting, dan apa yang akan
dipelajari serta memutuskan apa yang akan dilaporkan.
Dalam
penelitian kualitatif data yang terkumpul lebih bersifat fakta, gejala atu
fenomena yang disajikan dalam bentuk informasi faktual, maka pekerjaan analisis
dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi kode, dan
mengkategorikannya. Analisis data dilakukan selama proses pelaksanaan
penelitian. Informasi yang diperoleh ditafsirkan terus menerus sambil
merumuskan kumpulan yang sifatnya sementara
Selanjutnya
kesimpulan sementara selalu dirumuskan secepat mungkin menjadi kesimpulan yang
kuat, kokoh, dan mengandung makna sebelum data berlebih atau menumpuk. Kesimpulan-kesimpulan
tersebut bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dapat dijadikan sebagai
temuan-temuan yang bermanfaat.
Analisa data
dalam penelitian kualitatif dilakukan merlalui empat kegiatan seperti yang
disarankan oleh Miles dan Hubermen dalam Meleong (2005), Yaitu pengumpulan data,
reduksi data, serta penarikan kesimpulan. Langkah- langkah analisis data dapat dipaparkan sebagai
berikut :
1. Pengumpulan
Data
Data yang
dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam
catatan lapangan yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian deskriptif dan
bagian reflektif. Bagian deskriptif merupakan catatan tentang peristiwa dan
pengalaman yang dilihat, didengar, disaksikan, dan dialami sendiri oleh
peneliti yang dicatat selengkap dan seobyektif mungkin. Bagian deskriptif ini
berisi tentang gambaran dari informan, rekonstruksi dialog, catatan tentang
peeristiwa khusus dan gambaran kegiatan. Sedangkan bagian reflektif merupakan
catatan yang berisi kesan, komentar, pendapat dan tefsiran peneliti tentang
fenomina yang dijumpai dan rencana program pengumpulan data untuk tahap
berikutnya.
2. Reduksi
Data
Reduksi data
dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan
tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Meles, 1992)
Reduksi data
dilakukan dengan membuat rangkuman mengenal inti, proses dan pernyataan-pernyataan
yang perlu di jaga. Langkah selanjutnya dalam satuan-satuan atau kategorisasi
sambil membuat kode. Dengan demikian reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,
dan mengkategorikan data dengan cara yang demikian rupa sehingga kesimpulan
finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Sesuai dengan saran Miles (1992) agar
tidak terjadi tumpang tidih dalam penelitian (overlopping), maka data yang diambil dipilah-pilah, dirangkum, dipersingkat,
dipilih data-data yang dianggap penting untuk mempermudah penarikan kesimpulan.
3. Penyajian Data
Data yang
sudah direduksi disajikan dalam bentuk matriks secara lebih rinci dan lengkap
serta disajikan dalam bentuk teks naratif. Untuk memudahkan penyajian data, maka
terlebih dahulu catatan diberi kode tertentu agar mudah dilihat dan dipahami
hubungan antara yang satu dengan yang lain. Data
yang berasal dari kelompok informan Kelala Sekolah SMK diberi kode KS-SMK dan
informan guru smk diberi kode GR-SMK. Untuk memudahkan penelusuran sumber
informasi maka kode yang digunakan menggunakan inisial nama informan seperti
ASS, BSS, CS, DS, ES, data yang bersumber dari kepala sekolah diberi kode MKS, hasil
data dikelompokkan sesuai fokus yang diteliti dan diberi kode sesuai dengan
pokok persoalan yang diungkap, kode GGG untuk data guru terhadap kebijakan
pengembangan kinerja guru, kode PKG untuk pengamatan terhadap kinerja guru SKG
untuk hasil kuissioner guru.
4.
Penarikan
Kesimpulan
Dalam penelitian kualitatif, analisis data
merupakan upaya yang berlanjut, dan berulang terus menerus. Penarikan
kesimpulan dilakukan selama penelitian penelitian berlansung. Semua data yang
telah terkumpul direduksi dan disajikan dalam bentuk matriks dan disimpulkan
atau dibewri makna. Jika kesimpulan belum mantap maka peneliti kembali
mengumpulkan data lapangan, mereduksi, dan menyajikan serta menarik kesimpulan
kembali dan seterusnya hingga merupakan suatu siklus dengan ilustrasi sebagai
berikut:
Gambar 3. 2 Model analisis data interaksi (diadopsi dari
Miles dan Hubermen)
F.
Keabsahan Data
Moleong (2005)
menilai bahwa, keabsahan data sebagai unsur yang tidak dapat dipisahkan dari tubuh
penelitian. Keabsahan data dimaksudkan untuk memperoleh tingkat kepercayaan
yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian mengungkap dan
memperjelas data dan fakta-fakta yang aktual. Noeng Muhadjir (1995) menyatakan
bahwa, keterandalan penelitian terletak pada kredibilitas, tranferbilitas, konfirmabilitas,
serta dependabilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (2005) yang
menyatakan bahwa, untuk menetapkan keabsahan (trustworthness) data diperlukan teknik pemeriksaan yang didasarkan
atas sejumlah kreteria tertentu yakni; derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transfer ability), ketergantungan (dependability) dan kepastian (confirmabilty). Kredibilitas dapat
dengan memperpanjang keikutsertaan, ketekunan pengamatan, Trianggulasi, pengecekkan
anggota. Sedangkan transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas hasil
terkait dengan konteks dan waktu penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini
yang dapat dilakukan hanyalah pada kredibilitas.
DAFTAR PUSTAKA
DIKNAS. 2008. Potrey
Kemajuan Pendidikan Dasar dan Menengah Dari Akses Menuju Mutu. Jakarta: Derektorat
Jendral Menejemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.
Dunn, William, N. 2000. Pengantar Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada
Press
Gaffar, FM. 1987. Perencanaan
Pendidikan Teori dan Metodologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan.
Islamy, Irfan M. 1997. Prinsip - Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta; Bumi Aksara. Miles.
H. B, Huberman AM. 1984. Qualitativ
Data Analisis. A. source Book Of New Methobs.
Baverly Hill: Sage Publication.
Moleong, J. J. 2005. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Muhajir, Noeng. 1996. Metode
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin.
Mulyasa, 2008. Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosdakarya
Nasution, S. 1998. Penelitian
Naturalistik Kualitatif. Bandung: Trasito.
Sahertian, Piet.
A. 2000. Profil Pendidikan Profesional.
Yogyakarta: Andi Offset.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan
Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Suharta, Edi. 2005 Analisis Kebijakan
Publik. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif - Kualitatif . Bandung: Alfabeta
Suparlan. 2005. Guru Sebagai Profesi.
Yogyakarta: Hikayat.
Usman, M. U. 2006. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: Rosda karya.
Wahab Abdul, Solihin. 1997. Analisis Kebijaksanaan Negara Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan
Negara. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2002. Teori
dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Mad Press.
This is a great article to read I enjoyed reading it. Analysis of teacher hiring trends at the Sekolah Menengah Kejuruan in the Mimika district of Papua. Joseph Werke (2014) An Analysis. Take my online class
ReplyDelete