Thursday, June 7, 2012

Analisis program pengembangan diri untuk meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.


A. Topik: Analisis program pengembangan diri untuk meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.

B. Latar Belakang
Perubahan mendasar dunia pendidikan kita saat ini antara lain adalah KBK tahun 2004 disempurnakan menjadi Kurikulum tahun 2006 yang di kenal dengan nama KTSP, dan pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006. Perubahan kurikulum ini tentu menuntut perubahan dalam banyak hal bagi para pelaku pendidikan terutama para guru sebagai ujung tombak pendidikan di Indonesia.
Salah satu hal baru yang terdapat dalam KTSP adalah kegiatan pengembangan diri. Pada struktur kurikulum pendidikan dasar dicantumkan kegiatan pengembangan diri dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran. Pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 dijelaskan bahwa kegiatan pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran tetapi palaksanaannya dianggap penting dalam rangka mengembangkan bakat dan minat siswa. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri tidak harus dibimbing oleh guru, tetapi dapat dibimbing oleh tenaga kependidikan lain atau tenaga professional non guru.
Secara konseptual, KTSP dianggap memadai untuk menyempurnakan KBK tahun 2004, namun realitas di masyarakat pendidikan terutama di jenjang pendidikan dasar masih banyak kendala dalam implementasinya. Berbagai tanggapan bermunculan terutama mengenai kegiatan pengembangan diri yang pada struktur KTSP dicantumkan dengan jelas bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran, tetapi eksistensinya dipandang sangat penting. Karena bukan merupakan mata pelajaran, maka dalam KTSP pengembangan diri tidak disertai standar kompetensi lulusan. Kebijakan tentang bentuk kegiatan pengembangan diri diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan. Sekolah atau madrasah sebagai satuan pendidikan harus menyusun kebijakan tentang bentuk kegiatan pengembangan diri tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya berbagai perbedaan kebijakan penyusunan program pengembangan diri yang sangat menarik untuk dikaji.

C. Fokus Penelitian
  1. Bagaimana proses penyusunan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
  2. Bagaimana pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
  3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
  4. Bagaimana evaluasi program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?

D. Tujuan Penelitian
  1. Mengetahui dan menganalisis proses penyusunan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
  2. Mengetahui pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
  3. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan          program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
  4. Mengetahui model evalusi dan pelaporan hasil pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.

E. Kajian Pustaka
  1. Pengertian analisis program
  2. Pengertian pengembangan diri
  3. Pengertian bakat dan minat

F. Metode Penelitian
  1. Lokasi penelitian: Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari
  2. Desain Penelitian: menggunakan penelitian kualitatif deskriptif
  3. Subjek penelitian:
·         Informan: Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pasuruan, Kepala Departemen Agama Pasuruan.
·         Responden: Kepala sekolah, guru, dan siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari
  1. Metode pengumpulan data: angket, wawancara  mendalam, dan dokumentasi.
  2. Metode analisis data: karena data yang diperoleh berupa kata-kata atau kalimat deskriptif maka menggunakan analisis deskriptif dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi menggunakan analisis SWOT.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perubahan mendasar dunia pendidikan kita saat ini antara lain adalah KBK tahun 2004 disempurnakan menjadi Kurikulum tahun 2006 yang di kenal dengan nama KTSP, yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006. Perubahan kurikulum ini tentu menuntut perubahan dalam banyak hal bagi para pelaku pendidikan terutama para guru sebagai ujung tombak pendidikan di Indonesia. KTSP yang dikembangkan dengan pendekatan desentralistik ini, merupakan implikasi dari keseluruhan pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yang didasarkan pada berbagai perundangan yang telah ditetapkan, antara lain Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Bab III tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 14 Ayat 1 yang menegaskan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan di daerah/kabupaten dan daerah/kota antara lain adalah penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu hal baru yang terdapat dalam KTSP adalah kegiatan pengembangan diri. Pada struktur kurikulum pendidikan dasar dicantumkan kegiatan pengembangan diri dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran. Pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 dijelaskan bahwa kegiatan pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran tetapi palaksanaannya dianggap sangat penting dalam rangka mengembangkan bakat dan minat siswa. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri dibimbing oleh guru, konselor, atau tenaga pendidikan lain yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan pengembangan diri tidak harus dibimbing oleh guru, tetapi dapat dibimbing oleh tenaga kependidikan lain atau tenaga professional non guru. Pada pelaksanaannya, kegiatan pengembangan diri dapat berupa kegiatan bimbingan dan konseling yang berkenaan dengan masalah pribadi peserta didik, masalah belajar, pengembangan bakat, minat, dan karir peserta didik. Perubahan kurikulum ini sangat tepat sebagai jawaban atas perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Kurikulum disusun sebagai langkah antisipasi atas dinamika sosial, peserta didik diperbolehkan untuk memilih dan memiliki pengalaman belajar sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Dalam perspektif hak asasi manusia, setiap warga negara mendapatkan perlindungan dan hak atas pengembangan dirinya, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 12 bahwa setiap orang berhak atas perlindungan untuk mengembangkan dirinya, memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, bertanggung jawab, bahagia dan sejahtera. Lebih lanjut dalam pasal 15 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kelompok untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan demikian pemerintah dalam hal ini lembaga-lembaga pendidikan berkewajiban menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan pengembangan diri dari seluruh peserta didiknya.
Secara konseptual, KTSP dianggap memadai untuk menyempurnakan KBK tahun 2004, namun realitas di masyarakat pendidikan terutama di jenjang pendidikan dasar masih banyak kendala dalam implementasinya. Berbagai tanggapan bermunculan terutama mengenai kegiatan pengembangan diri yang pada struktur KTSP dicantumkan dengan jelas bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran, tetapi eksistensinya dipandang sangat penting. Karena bukan merupakan mata pelajaran, maka dalam KTSP pengembangan diri tidak disertai standar kompetensi lulusan. Kebijakan tentang bentuk kegiatan pengembangan diri diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan. Sekolah atau madrasah sebagai satuan pendidikan harus menyusun kebijakan tentang bentuk kegiatan pengembangan diri tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya berbagai perbedaan kebijakan penyusunan program pengembangan diri yang sangat menarik untuk dikaji.
Sebagai program kegiatan yang relatif baru, kegiatan pengembangan diri menemui berbagai kendala. Sumber daya yang merupakan faktor terpenting dalam implementasi KTSP masih dianggap kurang baik dalam kuantitas maupun kualitas. Pada Penjelasan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, kegiatan pengembangan diri dibimbing atau difasilitasi oleh guru, konselor, atau tenaga pendidikan lain yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan pengembangan diri tidak harus dibimbing oleh guru, tetapi dapat dibimbing oleh tenaga kependidikan lain atau tenaga profesional non guru. Pada kenyataannya, keberadaan konselor atau tenaga profesional non guru masih belum mencukupi akan tuntutan KTSP. Disamping itu pula managemen pengelolaan pendidikan yang masih cenderumg sentralistik ikut menghambat pelaksanaan kegiatan pengembangan diri. Demikian pula yang dikemukakan oleh Kartadinata (2007) bahwa implementasi program pengembangan diri masih banyak terjadi kekeliruan. Kekeliruan tersebut antara lain kesalahan penafsiran dari butir-butir yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Kekeliruan juga ditunjang dengan beredarnya dokumen Panduan Pengembangan Diri (P2D) dalam sosialisasi KTSP. Salah satunya, dalam P2D disebutkan bahwa di satu sisi pengembangan diri merupakan bagian dari kegiatan ekstrakulikuler, tapi di sisi lain kegiatan ekstrakulikuler merupakan bagian dari pengembangan diri.
Studi yang dilakukan Supriyanto (2006) menunjukkan bahwa madrasah/sekolah baru mampu memberikan pengetahuan kognitif tetapi belum mampu membangun kemampuan siswa yang bersifat afektif. Penyelenggaraan pendidikan masih berorientasi pada upaya pencapaian hasil belajar kognitif, dan mengabaikan pengembangan kepribadian, sikap, perilaku dan akhlak mulia peserta didik. Hal ini terlihat dari orientasi kebijakan madrasah/sekolah dalam praktek penyelenggaraan pendidikan. Keberhasilan madrasah/sekolah semata-mata diukur dari nilai ujian nasional atau tingkat kelulusannya saja. Demikian pula menurut peneliti sebagai praktisi pendidikan bahwa sekolah lebih mengutamakan pencapaian target kelulusan ujian nasional dibandingkan dengan pengembangan diri sebagai upaya peningkatan bakat dan minat siswa. Oleh karena itulah penelitian ini sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan di madrasah ibtidaiyah melalui pelaksanaan program pengembangan diri.
Terdapat dua alasan penting dipilihnya madrasah ibtidaiyah pada penelitian ini. Pertama, madrasah ibtidaiyah merupakan jenjang pendidikan dasar yang merupakan sektor terbesar seluruh jenjang pendidikan. Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi pendidikan menengah yang ditempuh peserta didik selama 9 tahun,  yakni SD/MI selama 6 tahun dan SMP/MTs selama 3 tahun. Hal ini merupakan periode waktu terlama bagi peserta didik selama mengikuti pendidikan dibandingkan dengan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Dengan panjangnya periode pada pendidikan ini, maka segala sesuatu yang diterima peserta didik pada jemjang ini akan sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Kedua, madrasah ibtidaiyah yang merupakan bentuk pendidikan dasar adalah kunci pembangunan nasional bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari besarnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan dasar. Melalui Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009, dan Instruksh Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar dan Pemberantasan Buta Aksara pemerintah berkomitmen untuk untuk menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pada akhir tahun 2015. Perhatian serupa juga diberikan oleh lembaga UNICEF dengan program pendidikan dasar untuk semua dan USAID dengan program Managing Basic Education (MBE). Dengan demikian penelitian-penelitian pada madrasah ibtidaiyah yang merupakan bentuk dari jenjang pendidikan dasar menjadi sangat penting untuk dilakukan dalam upaya ikut serta meningkatkan mutu pendidikan secara umum.

1.2  Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka focus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana isi program pengembangan diri dalam uapaya peningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
2.      Bagaimana pelaksanaan program pengembangan diri dalam uapaya peningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
3.      Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
4.      Bagaimana evaluasi program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?


1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelian di atas, maka penelian ini bertujuan untuk:
1.      Mendapatkan gambaran tentang isi program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari
2.      Mengetahui pelaksanaan program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
3.      Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan          program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
4.      Mengetahui model evalusi dan pelaporan hasil pelaksanaan program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Manfaat Teoritis
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, tidak seharusnya prestasi sekolah hanya diukur dari prestasi akademik saja. Prestasi non akademik yang dapat dicapai melalui program pengembangan diri sudah harus menjadi sebuah prioritas penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu penelitian tentang program pengembangan diri menjadi sangat penting untuk dilakukan. Hasil akhir penelitian program pengembangan diri diharapkan dapat menambah kepustakaan sebagai sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan program tersebut. Sebagai sebuah kerangka teori tentu masih membutuhkan kajian yang lebih mendalam. Hasil penelitian dapat digunakan oleh peneliti lain yang mempunyai minat terhadap program pengembangan diri sebagai kajian awal untuk melakukan penelitian lanjutan atau penelitian dengan fokus berbeda.

1.4.2        Manfaat Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi peneliti, masyarakat pemerhati pendidikan, pihak sekolah/madrasah maupun pemerintah. Bagi peneliti yang berprofesi sebagai seorang guru, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman tentang program pengembangan diri dan menambah pengalaman tentang penelitian khususnya penelitian kualitatif, serta meningkatkan profesionalisme. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang program pengembangan diri di sekolah/madrasah. Bagi pihak sekolah/madrasah dan pemerintah hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan baru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya jenjang pendidikan dasar.

1.5  Penegasan Istilah
Agar tidak menimbulkan salah pengertian atu menimbulkan perbedaan panafsiran makna dari yang dimaksud peneliti, maka perlu penegasan atau kejelasan kata-kata kunci dalm penelitian ini, yaitu analisis kebijakan, pengembangan diri, bakat dan minat serta madrasah ibtidaiyah.
1.5.1        Analisis Kebijakan
Dalam penelitian ini mengacu pada definisi analisis kebijakan menurut Dunn (2000: P.10), yaitu aktivitas menciptakan pengetahuan tentang kebijakan dan dalam proses pembuatan kebijakan, dengan meneliti sebab, akibat, dan kinerja program. Analisis seperti yang disampaikan Quade (dalam Dunn, 2000: P.95) mengandung pengertian penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat, yang mencakup tidak hanya pengujian program dan memilah-milahnya tetapi juga merancang dan mensintesa alternatif-alternatif baru.
Analisis program dalam penelitian ini adalah serangkaian aktifitas menciptakan pengetahuan dengan menggunakan intuisi dan pengungkapan pendapat tentang isi program pengembangan diri, pelaksanaan program pengembangan diri, faktor-faktor yang berpengaruh, dan evaluasi program pengembangan diri.
Analisis pada isi program meliputi alasan pemilihan jenis kegiatan, tujuan kegiatan, tahap-tahap penyusunan, mekanisme penyusunan program, unsur-unsur yang terlibat, dan produk program pengembangan diri. Dalam pelaksanaan program  pengembangan diri, peneliti menganalisis tentang kesesuaian rencana dengan pelaksanaan, efektifitas, efisiensi, fleksibilitas, dan ketersediaan supporting system. Dalam pelaksanaan suatu program tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam hal ini faktor-faktor yang berpengaruh diklasifikasikan atas faktor internal dan eksternal sekolah, baik yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program pengembangan diri. Analisis pada evaluasi dilakukan terhadap model evaluasi yang digunakan untuk mengevalusi proses dan hasil pelaksanaan program.
1.5.2        Pengembangan Diri
Pengembangan diri sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tentang Standar Isi adalah suatu program yang bukan termasuk mata pelajaran, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya. Pengembangan diri dapat dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan batas kewenangannya dalam bentuk kegiatan bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. Dalam struktur kurikulum SD/MI, pengembangan diri disajikan dengan alokasi waktu 2 jam pembelajaran. Dalam penelitian ini, yang dimaksud pengembangan diri adalah program yang disusun oleh satuan pendidikan untuk meningkatkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan bimbingan konseling yang dibina oleh konselor atau guru Bimbingan Konseling (BK) dan ekstrakurikuler yang dibimbing oleh guru atau tenaga kependidikan lain.

1.5.3        Bakat dan Minat
Yang dimaksud dengan bakat (aptitude) dalam penelitian ini adalah kemampuan bawaan atau kemampuan alamiah yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk melatih suatu kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan khusus. Pengertian di atas merujuk pada pendapat Bingham (dalam Fatimah, 2006: P.70), yang mendefinisikan bakat sebagai “An optitude… as condition or set characteristics regarded as symptomatic of anindividual’s ability to aquire with training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as ability to speak a language, to produce music etc”.
Minat merujuk pada definisi John Holland (dalam Naland, 2007: P.2) adalah aktivitas yang membangkitkan rasa ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan.
1.5.4        Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah ibtidaiyah merupakan jenjang pendidikan dasar yang merupakan sektor terbesar seluruh jenjang pendidikan. Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jadi yang dimaksud madrasah ibtidaiyah yang merupakan salah satu bentuk pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.




1 comment:

  1. Blog nya lengkap
    Kunjungi juga blog kami
    http://blog.binadarma.ac.id/fatoni

    ReplyDelete