A. Topik: Analisis program pengembangan
diri untuk meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di
Kecamatan Purwosari.
B. Latar Belakang
Perubahan mendasar dunia pendidikan kita saat ini antara
lain adalah KBK tahun 2004 disempurnakan menjadi Kurikulum tahun 2006 yang di
kenal dengan nama KTSP, dan pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006. Perubahan kurikulum ini tentu menuntut
perubahan dalam banyak hal bagi para pelaku pendidikan terutama para guru
sebagai ujung tombak pendidikan di Indonesia.
Salah satu hal baru yang terdapat dalam KTSP adalah
kegiatan pengembangan diri. Pada struktur kurikulum pendidikan dasar
dicantumkan kegiatan pengembangan diri dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran. Pada
lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 dijelaskan
bahwa kegiatan pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran tetapi
palaksanaannya dianggap penting dalam rangka mengembangkan bakat dan minat
siswa. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekpresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minat sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri tidak harus
dibimbing oleh guru, tetapi dapat dibimbing oleh tenaga kependidikan lain atau
tenaga professional non guru.
Secara konseptual, KTSP dianggap memadai untuk
menyempurnakan KBK tahun 2004, namun realitas di masyarakat pendidikan terutama
di jenjang pendidikan dasar masih banyak kendala dalam implementasinya. Berbagai
tanggapan bermunculan terutama mengenai kegiatan pengembangan diri yang pada
struktur KTSP dicantumkan dengan jelas bahwa pengembangan diri bukan merupakan
mata pelajaran dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran, tetapi eksistensinya
dipandang sangat penting. Karena bukan merupakan mata pelajaran, maka dalam
KTSP pengembangan diri tidak disertai standar kompetensi lulusan. Kebijakan
tentang bentuk kegiatan pengembangan diri diserahkan kepada masing-masing
satuan pendidikan. Sekolah atau madrasah sebagai satuan pendidikan harus
menyusun kebijakan tentang bentuk kegiatan pengembangan diri tersebut. Hal ini
memungkinkan terjadinya berbagai perbedaan kebijakan penyusunan program
pengembangan diri yang sangat menarik untuk dikaji.
C. Fokus Penelitian
- Bagaimana proses penyusunan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
- Bagaimana pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
- Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
- Bagaimana evaluasi program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
D. Tujuan Penelitian
- Mengetahui dan menganalisis proses penyusunan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
- Mengetahui pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
- Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
- Mengetahui model evalusi dan pelaporan hasil pelaksanaan program pengembangan diri dalam rangka meningkatkan bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
E. Kajian Pustaka
- Pengertian analisis program
- Pengertian pengembangan diri
- Pengertian bakat dan minat
F. Metode Penelitian
- Lokasi penelitian: Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari
- Desain Penelitian: menggunakan penelitian kualitatif deskriptif
- Subjek penelitian:
·
Informan: Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Pasuruan, Kepala Departemen Agama Pasuruan.
·
Responden: Kepala sekolah,
guru, dan siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari
- Metode pengumpulan data: angket, wawancara mendalam, dan dokumentasi.
- Metode analisis data: karena data yang diperoleh berupa kata-kata atau kalimat deskriptif maka menggunakan analisis deskriptif dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi menggunakan analisis SWOT.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan mendasar dunia pendidikan kita saat ini antara
lain adalah KBK tahun 2004 disempurnakan menjadi Kurikulum tahun 2006 yang di
kenal dengan nama KTSP, yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006. Perubahan kurikulum ini tentu menuntut
perubahan dalam banyak hal bagi para pelaku pendidikan terutama para guru
sebagai ujung tombak pendidikan di Indonesia. KTSP yang dikembangkan
dengan pendekatan desentralistik ini, merupakan implikasi dari keseluruhan
pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yang didasarkan pada
berbagai perundangan yang telah ditetapkan, antara lain Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Bab III tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 14 Ayat 1 yang menegaskan bahwa bidang
pemerintahan yang wajib dilaksanakan di daerah/kabupaten dan daerah/kota antara
lain adalah penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu hal baru yang terdapat dalam KTSP adalah
kegiatan pengembangan diri. Pada struktur kurikulum pendidikan dasar
dicantumkan kegiatan pengembangan diri dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran.
Pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
dijelaskan bahwa kegiatan pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran
tetapi palaksanaannya dianggap sangat penting dalam rangka mengembangkan bakat
dan minat siswa. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan diri sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minat sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
pengembangan diri dibimbing oleh guru, konselor, atau tenaga pendidikan lain
yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan
pengembangan diri tidak harus dibimbing oleh guru, tetapi dapat dibimbing oleh
tenaga kependidikan lain atau tenaga professional non guru. Pada
pelaksanaannya, kegiatan pengembangan diri dapat berupa kegiatan bimbingan dan
konseling yang berkenaan dengan masalah pribadi peserta didik, masalah belajar,
pengembangan bakat, minat, dan karir peserta didik. Perubahan kurikulum ini
sangat tepat sebagai jawaban atas perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Kurikulum disusun sebagai langkah antisipasi atas dinamika sosial, peserta
didik diperbolehkan untuk memilih dan memiliki pengalaman belajar sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya.
Dalam perspektif hak asasi manusia, setiap warga negara
mendapatkan perlindungan dan hak atas pengembangan dirinya, seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia pasal 12 bahwa setiap orang berhak atas perlindungan untuk
mengembangkan dirinya, memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya dan
meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,
berakhlak mulia, bertanggung jawab, bahagia dan sejahtera. Lebih lanjut dalam
pasal 15 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak
pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kelompok untuk membangun
masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan demikian pemerintah dalam hal ini
lembaga-lembaga pendidikan berkewajiban menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan
pengembangan diri dari seluruh peserta didiknya.
Secara konseptual, KTSP dianggap memadai untuk
menyempurnakan KBK tahun 2004, namun realitas di masyarakat pendidikan terutama
di jenjang pendidikan dasar masih banyak kendala dalam implementasinya.
Berbagai tanggapan bermunculan terutama mengenai kegiatan pengembangan diri
yang pada struktur KTSP dicantumkan dengan jelas bahwa pengembangan diri bukan
merupakan mata pelajaran dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran, tetapi
eksistensinya dipandang sangat penting. Karena bukan merupakan mata pelajaran,
maka dalam KTSP pengembangan diri tidak disertai standar kompetensi lulusan.
Kebijakan tentang bentuk kegiatan pengembangan diri diserahkan kepada
masing-masing satuan pendidikan. Sekolah atau madrasah sebagai satuan
pendidikan harus menyusun kebijakan tentang bentuk kegiatan pengembangan diri
tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya berbagai perbedaan kebijakan penyusunan
program pengembangan diri yang sangat menarik untuk dikaji.
Sebagai program kegiatan yang relatif baru, kegiatan
pengembangan diri menemui berbagai kendala. Sumber daya yang merupakan faktor
terpenting dalam implementasi KTSP masih dianggap kurang baik dalam kuantitas
maupun kualitas. Pada Penjelasan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22
tahun 2006 tentang Standar Isi, kegiatan pengembangan diri dibimbing atau
difasilitasi oleh guru, konselor, atau tenaga pendidikan lain yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan pengembangan diri
tidak harus dibimbing oleh guru, tetapi dapat dibimbing oleh tenaga
kependidikan lain atau tenaga profesional non guru. Pada kenyataannya,
keberadaan konselor atau tenaga profesional non guru masih belum mencukupi akan
tuntutan KTSP. Disamping itu pula managemen pengelolaan pendidikan yang masih
cenderumg sentralistik ikut menghambat pelaksanaan kegiatan pengembangan diri. Demikian
pula yang dikemukakan oleh Kartadinata (2007) bahwa implementasi program
pengembangan diri masih banyak terjadi kekeliruan. Kekeliruan tersebut antara
lain kesalahan penafsiran dari butir-butir yang tercantum dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Kekeliruan
juga ditunjang dengan beredarnya dokumen Panduan Pengembangan Diri (P2D) dalam
sosialisasi KTSP. Salah satunya, dalam P2D disebutkan bahwa di satu sisi
pengembangan diri merupakan bagian dari kegiatan ekstrakulikuler, tapi di sisi
lain kegiatan ekstrakulikuler merupakan bagian dari pengembangan diri.
Studi yang dilakukan Supriyanto (2006) menunjukkan bahwa
madrasah/sekolah baru mampu memberikan pengetahuan kognitif tetapi belum mampu
membangun kemampuan siswa yang bersifat afektif. Penyelenggaraan pendidikan
masih berorientasi pada upaya pencapaian hasil belajar kognitif, dan
mengabaikan pengembangan kepribadian, sikap, perilaku dan akhlak mulia peserta
didik. Hal ini terlihat dari orientasi kebijakan madrasah/sekolah dalam praktek
penyelenggaraan pendidikan. Keberhasilan madrasah/sekolah semata-mata diukur
dari nilai ujian nasional atau tingkat kelulusannya saja. Demikian pula menurut
peneliti sebagai praktisi pendidikan bahwa sekolah lebih mengutamakan
pencapaian target kelulusan ujian nasional dibandingkan dengan pengembangan
diri sebagai upaya peningkatan bakat dan minat siswa. Oleh karena itulah
penelitian ini sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan mutu
pendidikan di madrasah ibtidaiyah melalui pelaksanaan program pengembangan
diri.
Terdapat dua alasan penting dipilihnya madrasah
ibtidaiyah pada penelitian ini. Pertama,
madrasah ibtidaiyah merupakan jenjang pendidikan dasar yang merupakan sektor
terbesar seluruh jenjang pendidikan. Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
VI bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD)
dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs). Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
pendidikan menengah yang ditempuh peserta didik selama 9 tahun, yakni SD/MI selama 6 tahun dan SMP/MTs selama
3 tahun. Hal ini merupakan periode waktu terlama bagi peserta didik selama
mengikuti pendidikan dibandingkan dengan pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Dengan panjangnya periode pada pendidikan ini, maka segala sesuatu yang
diterima peserta didik pada jemjang ini akan sangat berpengaruh dalam
kehidupannya. Kedua, madrasah
ibtidaiyah yang merupakan bentuk pendidikan dasar adalah kunci pembangunan
nasional bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari besarnya perhatian pemerintah
terhadap pendidikan dasar. Melalui Rencana Strategis Departemen Pendidikan
Nasional 2005-2009, dan Instruksh Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun
2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan
Dasar dan Pemberantasan Buta Aksara pemerintah berkomitmen untuk untuk
menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pada akhir tahun
2015. Perhatian serupa juga diberikan oleh lembaga UNICEF dengan program
pendidikan dasar untuk semua dan USAID dengan program Managing Basic Education
(MBE). Dengan demikian penelitian-penelitian pada madrasah ibtidaiyah yang
merupakan bentuk dari jenjang pendidikan dasar menjadi sangat penting untuk
dilakukan dalam upaya ikut serta meningkatkan mutu pendidikan secara umum.
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka focus
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana isi program
pengembangan diri dalam uapaya peningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah
Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
2.
Bagaimana pelaksanaan program
pengembangan diri dalam uapaya peningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah
Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
3.
Faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi pelaksanaan program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan
bakat dan minat siswa pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
4.
Bagaimana evaluasi program
pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat siswa pada Madrasah
Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelian di atas, maka penelian ini
bertujuan untuk:
1.
Mendapatkan gambaran tentang
isi program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat pada
Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari
2.
Mengetahui pelaksanaan program
pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat pada Madrasah
Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
3.
Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan
program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan bakat dan minat pada
Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
4.
Mengetahui model evalusi dan
pelaporan hasil pelaksanaan program pengembangan diri dalam upaya peningkatkan
bakat dan minat pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Purwosari.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, tidak
seharusnya prestasi sekolah hanya diukur dari prestasi akademik saja. Prestasi
non akademik yang dapat dicapai melalui program pengembangan diri sudah harus
menjadi sebuah prioritas penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu penelitian
tentang program pengembangan diri menjadi sangat penting untuk dilakukan. Hasil
akhir penelitian program pengembangan diri diharapkan dapat menambah
kepustakaan sebagai sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan program tersebut.
Sebagai sebuah kerangka teori tentu masih membutuhkan kajian yang lebih
mendalam. Hasil penelitian dapat digunakan oleh peneliti lain yang mempunyai
minat terhadap program pengembangan diri sebagai kajian awal untuk melakukan
penelitian lanjutan atau penelitian dengan fokus berbeda.
1.4.2
Manfaat Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik
bagi peneliti, masyarakat pemerhati pendidikan, pihak sekolah/madrasah maupun
pemerintah. Bagi peneliti yang berprofesi sebagai seorang guru, penelitian ini
bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman tentang program pengembangan diri dan
menambah pengalaman tentang penelitian khususnya penelitian kualitatif, serta
meningkatkan profesionalisme. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk
menambah wawasan tentang program pengembangan diri di sekolah/madrasah. Bagi
pihak sekolah/madrasah dan pemerintah hasil penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan baru sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan khususnya jenjang pendidikan dasar.
1.5 Penegasan Istilah
Agar tidak menimbulkan salah pengertian atu menimbulkan
perbedaan panafsiran makna dari yang dimaksud peneliti, maka perlu penegasan
atau kejelasan kata-kata kunci dalm penelitian ini, yaitu analisis kebijakan,
pengembangan diri, bakat dan minat serta madrasah ibtidaiyah.
1.5.1
Analisis Kebijakan
Dalam penelitian ini mengacu pada definisi analisis
kebijakan menurut Dunn (2000: P.10), yaitu aktivitas menciptakan pengetahuan
tentang kebijakan dan dalam proses pembuatan kebijakan, dengan meneliti sebab,
akibat, dan kinerja program. Analisis seperti yang disampaikan Quade (dalam
Dunn, 2000: P.95) mengandung pengertian penggunaan intuisi dan pengungkapan
pendapat, yang mencakup tidak hanya pengujian program dan memilah-milahnya
tetapi juga merancang dan mensintesa alternatif-alternatif baru.
Analisis program dalam penelitian ini adalah serangkaian
aktifitas menciptakan pengetahuan dengan menggunakan intuisi dan pengungkapan
pendapat tentang isi program pengembangan diri, pelaksanaan program
pengembangan diri, faktor-faktor yang berpengaruh, dan evaluasi program
pengembangan diri.
Analisis pada isi program meliputi alasan pemilihan
jenis kegiatan, tujuan kegiatan, tahap-tahap penyusunan, mekanisme penyusunan
program, unsur-unsur yang terlibat, dan produk program pengembangan diri. Dalam
pelaksanaan program pengembangan diri,
peneliti menganalisis tentang kesesuaian rencana dengan pelaksanaan,
efektifitas, efisiensi, fleksibilitas, dan ketersediaan supporting system. Dalam pelaksanaan suatu program tentu
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam hal ini faktor-faktor yang berpengaruh
diklasifikasikan atas faktor internal dan eksternal sekolah, baik yang
mendukung dan menghambat pelaksanaan program pengembangan diri. Analisis pada
evaluasi dilakukan terhadap model evaluasi yang digunakan untuk mengevalusi
proses dan hasil pelaksanaan program.
1.5.2
Pengembangan Diri
Pengembangan diri sebagaimana yang terdapat dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tentang Standar Isi adalah suatu
program yang bukan termasuk mata pelajaran, yang bertujuan untuk memberikan
kesempatan bagi peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya. Pengembangan diri dapat dibimbing oleh
konselor, guru atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan batas kewenangannya dalam
bentuk kegiatan bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. Dalam struktur
kurikulum SD/MI, pengembangan diri disajikan dengan alokasi waktu 2 jam
pembelajaran. Dalam penelitian ini, yang dimaksud pengembangan diri adalah
program yang disusun oleh satuan pendidikan untuk meningkatkan bakat dan minat
peserta didik melalui kegiatan bimbingan konseling yang dibina oleh konselor
atau guru Bimbingan Konseling (BK) dan ekstrakurikuler yang dibimbing oleh guru
atau tenaga kependidikan lain.
1.5.3
Bakat dan Minat
Yang dimaksud dengan bakat (aptitude) dalam penelitian ini adalah kemampuan bawaan atau
kemampuan alamiah yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau
dilatih untuk melatih suatu kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan khusus.
Pengertian di atas merujuk pada pendapat Bingham (dalam Fatimah, 2006: P.70), yang
mendefinisikan bakat sebagai “An optitude… as condition or set characteristics
regarded as symptomatic of anindividual’s ability to aquire with training some
(usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as ability to
speak a language, to produce music etc”.
Minat merujuk pada definisi John Holland (dalam Naland,
2007: P.2) adalah aktivitas yang membangkitkan rasa ingin tahu, perhatian, dan
memberi kesenangan atau kenikmatan.
1.5.4
Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah ibtidaiyah merupakan jenjang pendidikan dasar
yang merupakan sektor terbesar seluruh jenjang pendidikan. Seperti yang
terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab VI bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jadi yang dimaksud
madrasah ibtidaiyah yang merupakan salah satu bentuk pendidikan dasar adalah
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Blog nya lengkap
ReplyDeleteKunjungi juga blog kami
http://blog.binadarma.ac.id/fatoni