BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penilaian
merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan
data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
Kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola
proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam
pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan
metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih
kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat
mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan
selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta
didik untuk berprestasi lebih baik.
Ada empat
istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang digunakan untuk mengetahui
keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran, pengujian, penilaian, dan
evaluasi.
Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan
ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Guilford, 1982).
Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi berdasar pada klasifikasi observasi
unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar.
Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Pengukuran pendidikan bisa
bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka,
sedangkan kualitatif hasilnya bukan angka (berupa predikat atau pernyataan
kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), disertai
deskripsi penjelasan prestasi peserta didik. Pengujian merupakan bagian dari
pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang
mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu
atau kelompok peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang
menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu
pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang
atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991). Penilaian mencakup semua proses
pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada
karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar,
kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian
untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal
atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen
penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman
wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai
kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh
informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik.
Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang
sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann,
1991). Dalam melakukan evaluasi terdapat judgement untuk menentukan
nilai suatu program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi
memerlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian yang memiliki
banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan
sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan
juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh.
Dalam
menggunakan analisis sistem, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah,
kemudian menentukan gejala dan asumsi penyebab timbulnya masalah merupupakan
ciri khusus yang tidak dapt diabaikan dalam analisis kebutuhan. Dengan
informasi dan pengertian terhadap gejala dan asumsi penyebab masalah, pendidik
akan lebih tepat memilih alternatif cara untuk memecahkannya. Dalam hal ini
analisis kebutuhan merupakan satu alat yang tepat sebagai pelengkap bagi
evaluator program ketika mempertimbangkan kejelasan masalah, serta memberikan
rekomendasi kepada penentu kebijakan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksud dengan
analisis kebutuhan?
2.
Bagaimana peranan analisis
kebutuhan?
3.
Bagaimana langkah pelaksanaan analisis kebutuhan?
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN ANALISIS KEBUTUHAN
Di dalam ensiklopedia
evaluasi yang disusun oleh Anderso, dkk., analisis kebutuhan diartikan sebagai
suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengidentifikasi kebutuhan
sekaligus menentukan prioritas diantaranya (Suharsimi, 2008). Dalam konteks
pendidikan dan program pembelajaran, kebutuhan diartikan sebagai suatu kondisi
yang memperlihatkan adanya kesenjangan antara keadaan nyata (yang ada) dengan
kondisi yang diharapkan. Kebutuhan tersebut dapat terjadi pada diri individu,
kelompok, ataupun lembaga.
Roger Kaufman dan Fenwick
W. English (1979) mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai sutu proses formal
untuk menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang nyata
dengan keluaran dan dampak yang diinginkan, kemudian menempatkan deretan
kesenjangan ini dalam skala prioritas, lalu memilih hal yang paling penting
untuk diselesaikan masalahnya. Dalam hal ini kebutuhan diartikan sebagai jarak
antara keluaran nyata dan keluaran nyata dengan keluaran yang didinginkan untuk
memperoleh keluaran dan dampak yang ditentukan.
Jadi, analisis kebutuhan
merupakan sebuah proses penting bagi evalusi program karena melalui kegiatan
ini akan dihasilkan gambaran yang jelas tentang kesenjangan antara hal atau
kondisi nyata dengan kondisi yang diinginkan.
II. PERANAN ANALISIS KEBUTUHAN
Berbicara tentang peran analisis
kebutuhan sama halnya dengan bertamya tentang apa manfaat dan mengapa evaluator
perlu melakukan analisis kebutuhan. Di dalam sistem pendidikan, prestasi
belajar siswa merupakan tujuan, sedangkan pendidikan sendiri merupakan sebuah
alat, seperangkat proses dan cara-cara bagaimana membantu siswa untuk memiliki
kemampuan agar dapat mempertahankan kehidupan sendiri serta mempunyai peran
terhadap masyarakat sekitar bahkan jika mungkin umat sedunia, setelah mereka
menyelesaikan sekolahnya (Kaufman, 1972).
Demi pencapaian tujuan semua peralatan
dan media yang ada di sekolah harus digunakan dengan maksimal, dan semua sumber
belajar harus benar-benar dimanfaatkan, serta segala upanya dikerahkan untuk
membuat rencana, malaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya. Meski sudah
sedemikian besar semua diupayakan, masih saja ada keluhan dan kekecewaan yang
dialami oleh para pendidik disebabkan hasil yang diperoleh belum optimal.
Analisis kebutuhan adalah alat yang
konstruktif dan positif untuk melakukan perubahan. Yang dimaksud perubahan di
sini bukanlah perubahan yang radikal dan tidak berdasar, tetapi perubahan yang
didasarkan atas logika yang bersifat rasional, perubahan fungsional yang dapat
memenuhi kebutuhan warga negara, kelompok, dan individu. Perubahan ini
menunjukkan upaya formal yang sitematis menentukan dan mendekatkan jarak
kesenjangan antara “seperti apa yang ada” dengan “bagaimana seharusnya”.
Dalam memberikan uraian tentang analisis
kebutuhan ini Kaufman dan English menjelaskan melalui deskripsi perbandingan
antara upaya pemecahan masalah secara tradisional dengan cara yang inovatif,
yaitu menggambarkan proses penyusunan rencana pembelajaran dalam sebuah diagram
atau bagan proses yang menunjukkan letak analisis kebutuhan. Tiga langkah
penting yang dilakukan oleh guru inovatif dalam menyiapkan rencana pembelajaran
memasukkan unsur analisis kebutuhan yang disisipkan di antara pemilihan materi
dengan pemilihan strategi pembelajaran.
Analisis kebutuhan merupakan seperangkat
alat dan teknik formal, serta cara untuk mencermati dunia secara lebih ilmiah
karena memandang alat dan tujuan dalam satu perspektif kesatuan yang bermakna.
Dalam melakukan analisis kebutuhan hendaknya dimulai dari klien, yaitu peserta
didik, baru kemudian yang terkait dengannya, yaitu masyarakat dan pendidik.
Hakikat perbedaan antara pendekatan ini dengan pendekatan tradisional terletak
pada fokus, yang satu berfokus pada masalah dan satunya lagi pada proses.
Pendekatan berfokus pada proses dimulai dengan guru, kurikulum, fasilitas, atau
level sosio-ekonomik. Pendekatan berfokus proses atau pemecahan masalah,
memperdebatkan masalah pengolahan kelas (bebas, kaku, atau terbuka), ukuran
kelas yang membicarakan banyaknya siswa dalam satu kelas, masalah absen, dll.
Semua hal yang sifatnya statis ini tidak dibicarakan lagi apabila menggunakan langkah
analisis kebutuhan.
III. LANGKAH PELAKSANAAN ANALISIS KEBUTUHAN
Makna analisis kebutuhan seperti yang
sudah dijelaskan menunjukkan adanya proses mengenali, memilah dan menyisihkan.
Dalam memulai langka-langkah tersebut sebenarnya pelaku tidak mungkin
melepaskan diri dari pekerjakan mengukur dan menilai sesuatu. Untuk menentukan
hasil mengenali, memilah dan menyisihkan ada proses membandingkan gejala yang
sedang dikenali dan dipilih dengan suatu patokan.
Menurut Anderson (1975), secara umum
keluasan atau besarnya kebutuhan dapat diukur dengan dua macam cara, yaitu cara
subjektif dan objektif. Pengukuran secara subjektif terjadi apabila pelaku
membandingkan sesuatu kebutuhan dengan kondisi yang dapat diterima olehnya. Di
lain hal, pengukuran secara objektif terjadi apabila kebutuhan yang diukur itu
dibvandingkan dengan besarnya kebutuhan sesuatu bidang yang terkait dan sesuai
dengan bidang yang akan dievaluasi.
Tentang bagaimana cara dan penahapan
dalam melakukan penilaian kebutuhan dijelaskan oleh Anderson seperti di bawah
ini.
a) Penilaian kebutuhan secara objektif
§
Mengidentifikasi
lingkup tujuan-tujuan penting dalam program yang akan dievalusi.
§
Menentukan
indikator dan cara pengukuran tujuan-tujuan.
§
Menyusun
kriteria (standar)untuk tiap-tiap indikator, dengan acuan pedoman atau acuan
apa saja yang ada dalam sistem dan bidang yang dievaluasi.
§
Menyusun
alat pengukuran untuk tiap-tiap indikator.
§
Membandingkan
kondisi yang diperoleh dengan kriteria. Jika data yang diperoleh lebih rendah
dari tingkat standar, maknanya berarti ada kebutuhan.
b)
Penilaian kebutuhan secara
subjektif
§ Mengidentifikasi tujuan penting dalam program yang akan dievalusi.
§ Menentukan pilihan kriteria atau menyusun kriteria yang sesuai
dengan setiap tujuan masing-masing bidang dan indikator. Dalam langkah ini
evaluator perlu mengumpulkan banyak bukti formal yang akan digunakan untuk
dasar pertimbangan kebutuhan.
§ Menyusun skala bertingkat yang digunakan untuk mempertimbangkan tingkat
penampilan indikator. Skala tersebut seyogianya berbentuk interval.
§ Jika sudah selesai membuat skala, kumpulkan semua calon evaluator
untuk bersama-sama menentukan urutan kebutuhan dan skala prioritas kebutuhan.
Jika terdapat dua kebutuhan yang sejajar, diperlukan lagi kesepakatan untuk
menentukan mana kebutuhan yang lebih mendesak untuk diprioritaskan dalam
penyelesaiannya.
Selain dua cara tersebut evaluator dapat
menggunakan gabungan dari keduanya, yaitu sebagian menggunakan cara objektif,
sebagian yang lain menggunakan cara subjektif. Di samping itu, seorang
evaluator dapat juga menambahkan bahan lain yang diambil dari pihak luar dan di
luar dirinya. Yang dimaksud dengan pihak luar di antaranya adalah kawan-kawan
dekat atau anggota keluarga lain dari respinden yang diperkirakan pihak
tersebut memang diperlukan dan data yang diperlukan dan data yang diberikan
dapat dipercaya.
Apa pun pendekatan yang diambil, apakah
secara objektif, subjektif atau keduanya, yamg penting langkah selanjutnya
adalah menentukan prioritas antar kebutuhan sesuai dengan tujuan yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan rekomendasi kepada pengambil keputusan
demi tindak lanjut program. Perlu diingat bahwa para evaluator tidak memiliki
hak untuk mengambil keputusan tentang program, tetapi sekedar memberikan
rekomendasi kepada pengambil keputusan. Selanjutnya, pilihan pengambil
keputusan itulah yang menentukan tindak lanjut.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Analisis kebutuhan sebagai sutu
proses formal untuk menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan
dampak yang nyata dengan keluaran dan dampak yang diinginkan, kemudian
menempatkan deretan kesenjangan ini dalam skala prioritas, lalu memilih hal yang
paling penting untuk diselesaikan masalahnya.
2.
Berbicara tentang peran
analisis kebutuhan sama halnya dengan bertamya tentang apa manfaat dan mengapa
evaluator perlu melakukan analisis kebutuhan. Di dalam sistem pendidikan,
prestasi belajar siswa merupakan tujuan, sedangkan pendidikan sendiri merupakan
sebuah alat, seperangkat proses dan cara-cara bagaimana membantu siswa untuk
memiliki kemampuan agar dapat mempertahankan kehidupan sendiri serta mempunyai
peran terhadap masyarakat sekitar bahkan jika mungkin umat sedunia, setelah
mereka menyelesaikan sekolahnya.
3.
Ada dua cara yang lazim
dilakukan dalam melakukan analisis kebutuhan, yaitu secara objektif dan
subjektif. Pengukuran secara subjektif terjadi apabila pelaku membandingkan
sesuatu kebutuhan dengan kondisi yang dapat diterima olehnya. Di lain hal,
pengukuran secara objektif terjadi apabila kebutuhan yang diukur itu
dibvandingkan dengan besarnya kebutuhan sesuatu bidang yang terkait dan sesuai
dengan bidang yang akan dievaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2008. Avaluasi Program Pendidikan, Pedoman
Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Edisi Kedua).
Jakarta: Bumi Aksara.
Kaufman, et.al. 1979. Need Assessment, Concept and Aplication.
New Jersey: Englewood Cliffs, Educational Technology Publications.
No comments:
Post a Comment