Thursday, June 7, 2012

ANALISIS KEBUTUHAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik.
Ada empat istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran, pengujian, penilaian, dan evaluasi.
Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Guilford, 1982). Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi berdasar pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Pengukuran pendidikan bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya bukan angka (berupa predikat atau pernyataan kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), disertai deskripsi penjelasan prestasi peserta didik. Pengujian merupakan bagian dari
pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991). Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian
untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik.
Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann, 1991). Dalam melakukan evaluasi terdapat judgement untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh.
Dalam menggunakan analisis sistem, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, kemudian menentukan gejala dan asumsi penyebab timbulnya masalah merupupakan ciri khusus yang tidak dapt diabaikan dalam analisis kebutuhan. Dengan informasi dan pengertian terhadap gejala dan asumsi penyebab masalah, pendidik akan lebih tepat memilih alternatif cara untuk memecahkannya. Dalam hal ini analisis kebutuhan merupakan satu alat yang tepat sebagai pelengkap bagi evaluator program ketika mempertimbangkan kejelasan masalah, serta memberikan rekomendasi kepada penentu kebijakan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan analisis kebutuhan?
2.      Bagaimana peranan analisis kebutuhan?
3.      Bagaimana langkah  pelaksanaan analisis kebutuhan?




BAB II
PEMBAHASAN

 I.      PENGERTIAN ANALISIS KEBUTUHAN

Di dalam ensiklopedia evaluasi yang disusun oleh Anderso, dkk., analisis kebutuhan diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengidentifikasi kebutuhan sekaligus menentukan prioritas diantaranya (Suharsimi, 2008). Dalam konteks pendidikan dan program pembelajaran, kebutuhan diartikan sebagai suatu kondisi yang memperlihatkan adanya kesenjangan antara keadaan nyata (yang ada) dengan kondisi yang diharapkan. Kebutuhan tersebut dapat terjadi pada diri individu, kelompok, ataupun lembaga.
Roger Kaufman dan Fenwick W. English (1979) mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai sutu proses formal untuk menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang nyata dengan keluaran dan dampak yang diinginkan, kemudian menempatkan deretan kesenjangan ini dalam skala prioritas, lalu memilih hal yang paling penting untuk diselesaikan masalahnya. Dalam hal ini kebutuhan diartikan sebagai jarak antara keluaran nyata dan keluaran nyata dengan keluaran yang didinginkan untuk memperoleh keluaran dan dampak yang ditentukan.
Jadi, analisis kebutuhan merupakan sebuah proses penting bagi evalusi program karena melalui kegiatan ini akan dihasilkan gambaran yang jelas tentang kesenjangan antara hal atau kondisi nyata dengan kondisi yang diinginkan.

II.      PERANAN ANALISIS KEBUTUHAN

Berbicara tentang peran analisis kebutuhan sama halnya dengan bertamya tentang apa manfaat dan mengapa evaluator perlu melakukan analisis kebutuhan. Di dalam sistem pendidikan, prestasi belajar siswa merupakan tujuan, sedangkan pendidikan sendiri merupakan sebuah alat, seperangkat proses dan cara-cara bagaimana membantu siswa untuk memiliki kemampuan agar dapat mempertahankan kehidupan sendiri serta mempunyai peran terhadap masyarakat sekitar bahkan jika mungkin umat sedunia, setelah mereka menyelesaikan sekolahnya (Kaufman, 1972).
Demi pencapaian tujuan semua peralatan dan media yang ada di sekolah harus digunakan dengan maksimal, dan semua sumber belajar harus benar-benar dimanfaatkan, serta segala upanya dikerahkan untuk membuat rencana, malaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya. Meski sudah sedemikian besar semua diupayakan, masih saja ada keluhan dan kekecewaan yang dialami oleh para pendidik disebabkan hasil yang diperoleh belum optimal.
Analisis kebutuhan adalah alat yang konstruktif dan positif untuk melakukan perubahan. Yang dimaksud perubahan di sini bukanlah perubahan yang radikal dan tidak berdasar, tetapi perubahan yang didasarkan atas logika yang bersifat rasional, perubahan fungsional yang dapat memenuhi kebutuhan warga negara, kelompok, dan individu. Perubahan ini menunjukkan upaya formal yang sitematis menentukan dan mendekatkan jarak kesenjangan antara “seperti apa yang ada” dengan “bagaimana seharusnya”.
Dalam memberikan uraian tentang analisis kebutuhan ini Kaufman dan English menjelaskan melalui deskripsi perbandingan antara upaya pemecahan masalah secara tradisional dengan cara yang inovatif, yaitu menggambarkan proses penyusunan rencana pembelajaran dalam sebuah diagram atau bagan proses yang menunjukkan letak analisis kebutuhan. Tiga langkah penting yang dilakukan oleh guru inovatif dalam menyiapkan rencana pembelajaran memasukkan unsur analisis kebutuhan yang disisipkan di antara pemilihan materi dengan pemilihan strategi pembelajaran.
Analisis kebutuhan merupakan seperangkat alat dan teknik formal, serta cara untuk mencermati dunia secara lebih ilmiah karena memandang alat dan tujuan dalam satu perspektif kesatuan yang bermakna. Dalam melakukan analisis kebutuhan hendaknya dimulai dari klien, yaitu peserta didik, baru kemudian yang terkait dengannya, yaitu masyarakat dan pendidik. Hakikat perbedaan antara pendekatan ini dengan pendekatan tradisional terletak pada fokus, yang satu berfokus pada masalah dan satunya lagi pada proses. Pendekatan berfokus pada proses dimulai dengan guru, kurikulum, fasilitas, atau level sosio-ekonomik. Pendekatan berfokus proses atau pemecahan masalah, memperdebatkan masalah pengolahan kelas (bebas, kaku, atau terbuka), ukuran kelas yang membicarakan banyaknya siswa dalam satu kelas, masalah absen, dll. Semua hal yang sifatnya statis ini tidak dibicarakan lagi apabila menggunakan langkah analisis kebutuhan.

III.      LANGKAH PELAKSANAAN ANALISIS KEBUTUHAN

Makna analisis kebutuhan seperti yang sudah dijelaskan menunjukkan adanya proses mengenali, memilah dan menyisihkan. Dalam memulai langka-langkah tersebut sebenarnya pelaku tidak mungkin melepaskan diri dari pekerjakan mengukur dan menilai sesuatu. Untuk menentukan hasil mengenali, memilah dan menyisihkan ada proses membandingkan gejala yang sedang dikenali dan dipilih dengan suatu patokan.
Menurut Anderson (1975), secara umum keluasan atau besarnya kebutuhan dapat diukur dengan dua macam cara, yaitu cara subjektif dan objektif. Pengukuran secara subjektif terjadi apabila pelaku membandingkan sesuatu kebutuhan dengan kondisi yang dapat diterima olehnya. Di lain hal, pengukuran secara objektif terjadi apabila kebutuhan yang diukur itu dibvandingkan dengan besarnya kebutuhan sesuatu bidang yang terkait dan sesuai dengan bidang yang akan dievaluasi.
Tentang bagaimana cara dan penahapan dalam melakukan penilaian kebutuhan dijelaskan oleh Anderson seperti di bawah ini.
a)      Penilaian kebutuhan secara objektif
§  Mengidentifikasi lingkup tujuan-tujuan penting dalam program yang akan dievalusi.
§  Menentukan indikator dan cara pengukuran tujuan-tujuan.
§  Menyusun kriteria (standar)untuk tiap-tiap indikator, dengan acuan pedoman atau acuan apa saja yang ada dalam sistem dan bidang yang dievaluasi.
§  Menyusun alat pengukuran untuk tiap-tiap indikator.
§  Membandingkan kondisi yang diperoleh dengan kriteria. Jika data yang diperoleh lebih rendah dari tingkat standar, maknanya berarti ada kebutuhan.
b)      Penilaian kebutuhan secara subjektif
§  Mengidentifikasi tujuan penting dalam program yang akan dievalusi.
§  Menentukan pilihan kriteria atau menyusun kriteria yang sesuai dengan setiap tujuan masing-masing bidang dan indikator. Dalam langkah ini evaluator perlu mengumpulkan banyak bukti formal yang akan digunakan untuk dasar pertimbangan kebutuhan.
§  Menyusun skala bertingkat yang digunakan untuk mempertimbangkan tingkat penampilan indikator. Skala tersebut seyogianya berbentuk interval.
§  Jika sudah selesai membuat skala, kumpulkan semua calon evaluator untuk bersama-sama menentukan urutan kebutuhan dan skala prioritas kebutuhan. Jika terdapat dua kebutuhan yang sejajar, diperlukan lagi kesepakatan untuk menentukan mana kebutuhan yang lebih mendesak untuk diprioritaskan dalam penyelesaiannya.
Selain dua cara tersebut evaluator dapat menggunakan gabungan dari keduanya, yaitu sebagian menggunakan cara objektif, sebagian yang lain menggunakan cara subjektif. Di samping itu, seorang evaluator dapat juga menambahkan bahan lain yang diambil dari pihak luar dan di luar dirinya. Yang dimaksud dengan pihak luar di antaranya adalah kawan-kawan dekat atau anggota keluarga lain dari respinden yang diperkirakan pihak tersebut memang diperlukan dan data yang diperlukan dan data yang diberikan dapat dipercaya.
Apa pun pendekatan yang diambil, apakah secara objektif, subjektif atau keduanya, yamg penting langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas antar kebutuhan sesuai dengan tujuan yang selanjutnya digunakan untuk menentukan rekomendasi kepada pengambil keputusan demi tindak lanjut program. Perlu diingat bahwa para evaluator tidak memiliki hak untuk mengambil keputusan tentang program, tetapi sekedar memberikan rekomendasi kepada pengambil keputusan. Selanjutnya, pilihan pengambil keputusan itulah yang menentukan tindak lanjut.




















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Analisis kebutuhan sebagai sutu proses formal untuk menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang nyata dengan keluaran dan dampak yang diinginkan, kemudian menempatkan deretan kesenjangan ini dalam skala prioritas, lalu memilih hal yang paling penting untuk diselesaikan masalahnya.
2.      Berbicara tentang peran analisis kebutuhan sama halnya dengan bertamya tentang apa manfaat dan mengapa evaluator perlu melakukan analisis kebutuhan. Di dalam sistem pendidikan, prestasi belajar siswa merupakan tujuan, sedangkan pendidikan sendiri merupakan sebuah alat, seperangkat proses dan cara-cara bagaimana membantu siswa untuk memiliki kemampuan agar dapat mempertahankan kehidupan sendiri serta mempunyai peran terhadap masyarakat sekitar bahkan jika mungkin umat sedunia, setelah mereka menyelesaikan sekolahnya.
3.      Ada dua cara yang lazim dilakukan dalam melakukan analisis kebutuhan, yaitu secara objektif dan subjektif. Pengukuran secara subjektif terjadi apabila pelaku membandingkan sesuatu kebutuhan dengan kondisi yang dapat diterima olehnya. Di lain hal, pengukuran secara objektif terjadi apabila kebutuhan yang diukur itu dibvandingkan dengan besarnya kebutuhan sesuatu bidang yang terkait dan sesuai dengan bidang yang akan dievaluasi.












DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Avaluasi Program Pendidikan, Pedoman Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Edisi Kedua). Jakarta: Bumi Aksara.
Kaufman, et.al. 1979. Need Assessment, Concept and Aplication. New Jersey: Englewood Cliffs, Educational Technology Publications.

No comments:

Post a Comment