Thursday, May 31, 2012

Ragam Paradigma dalam penitian Sosiologi


Ragam Paradigma dalam Penelitian Sosiologi

Pertanyaan penting untuk dikemukakan sebelum mengetahui lebih jauh ragam paragidma dalam penelitian sosiologi adalah apakah definisi paradigma dan peranannya? dan sejauhmana paradigma penting bagi seorang ilmuwan sosial?
Menjawab dua pertanyaan di atas, bukanlah hal yang gampang disebabkan beberapa hal, pertama, paradigma didefinisikan secara beragam dari para ilmuwan sosial sehingga perlu diketahui secara jelas epistimologi dan ontologi dari pendefinisian paradigma tersebut, kedua, penyusunan definisi paradigma syarat dengan muatan nilai (aksiologi) sehingga mempunyai pengaruh secara pribadi maupun komunal bagi mereka yang menggunakannya, dan ketiga, paradigma menentukan posisi seorang ilmuwan sosial dalam berpijak menanggapi kondisi sosial dimana ia berada.
Meski demikian, dalam tulisan ini, akan dikemukakan dua pendapat tentang paradigma. Ritzer (2004) mendefinisikan paradigma sebagai gambaran fundamental mengenai masalah pokok dalam ilmu tertentu.  Paradigma membantu menemukan apa yang mesti dikaji, pertanyaan apa yang mestinya diajukan, bagaimana cara mengajukannya, dan apa aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh.  Selanjutnya Ritzer (2004) menekankan bahwa paradigma menggolongkan, menetapkan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrumen yang ada di dalamnya.
Senada dengan definisi di atas, Guba dan Lincoln (1994), mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat keyakinan yang mendasar (atau metafisik) tentang persoalan pokok atau prinsip utama.  Ditambahkan bahwa paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajari, pernyataan-pernyataan apa yang seharusnya dikemukakan dan kaidah-kaidan apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya.
Berangkat dari dua pendapat di atas, maka dengan jelas pertanyaan kedua terjawab dimana paradigma bagi seorang ilmuwan sosial penting untuk menetapkan atau menentukan posisi paradigmatiknya dalam membedah atau menganalisis kondisi sosial disekitarnya.
Untuk itu, tulisan ini dibuat untuk menunjukkan beragam paradigma yang hadir dalam lingkungan ilmu sosial, diantara mengacu pada pembedaan paradigma menurut Denzin dan Lincoln (2000), Jurgen Habermas (1990), Ritzer (2004), Gibson Burrel dan Gareth Morgan (1994), dan posisi penulis terhadap ragam paradigma tersebut.
Ragam Paradigma dalam Sosiologi
Dalam buknya yang berjudul ” Handbook of qualitative research (second edition)”,  Denzin dan Linclon (2000) membedakan lima paradigma ilmu, yaitu: (1) positivisme (positivism); (2) post-positivisme (postpositivism); (3) teori kritik (critical theory); (4) konstruktivisme (constructivism); dan (5) partisipatoris (participatory).  Pembedaan kelima paradigma ini, didasarkan pada ontologi, epistimologi, dan metodologi dari masing-masing paradigma.
Hal yang berbeda dengan Habermas (1990), dimana dalam epistimologinya mengungkapkan bahwa ilmu memiliki sifat bebas nilai sehingga tidak dapat dipisahkan dari nilai dan teori tidak dapat dipisahkan dari praktek.  Selanjutnya Habermas membedakan tiga jenis ilmu berdasarkan kepentingan atau fungsinya, yaitu: pertama, empiris analisitis, adalah membangun hubungan-hubungan kausal yang mendasar dalam kepentingan untuk mengontrol alam.  Ilmu-ilmu ini dengan kepentingan teknis menghasilkan informasi yang akan menambah penguasaan teknis manusia.  Kedua, historis hermeneutis, adalah kebutuhan manusia dalam melakukan komunikasi yang penuh pengertian.  Ilmu-ilmu ini ditujukan untuk kepentingan praktis dan menghasilkan interpretasi yang memungkinkan suatu orientasi bagi tindakan praktis manusia ke dalam kehidupan bersama; dan ketiga, sosial kritis ditujukan untuk kepentingan emansipatoris yang menghasilkan analisis yang membebaskan kesadaran manusia dari kungkungan dominasi kekuasaan dan struktural. Selanjutnya, perbedaan pembagian paradigma juga dijelaskan oleh Ritzer (2004) dan Burrel dan Morgan (1979).  Menurut Ritzer, paradigma sosiologi dapat dipetakan menjadi bagian, yakni fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial.
Selain itu, Ritzer mencoba mengumukakan alasan paradigma yang lebih terintegratif dalam sosiologi dari yang sudah ada.  Menurutnya, kunci utama dari paradigma terintegrasi ini adalah gagasan mengenai tingkat-tingkat analisis.  Tingkat analisis sosial ini menggunakan dua kntinum, yakni berdasarkan skala fenomena sosial yang terjadi berupa mikroskopik dan makroskopik, dan kontinum berdasarkan atas dimensi obyektif-subyektif dari analisis sosial.
Sedangkan Gibson Burrel dan Gareth Morgan (1979) memetakan paradigma sosiologi menggunakan dua kata kunci analisis, yakni sifat ilmu dalam dimensi obyektif dan subyektif, serta dimensi keteraturan dan perubahan radikal.  Dalam pendekatan subyektif, ontologi yang dikembangkan adalah nominalis (kenyataan ada dalam diri) dengan epistimologi antipositivisme dan metodologi ideografik.  Untuk pendekatan obyektif menganut ontologi realisme, epistimologi positivisme, dan metodologi nomoetik.
Sementara itu, dimensi keteraturan sosial menekankan pada status quo, keteraturan sosial, konsensus, kohesi, integrasi sosial, solidaritas, dan pemenuhan kepuasan.  Sedangkan dimensi perubahan radikal menekankan pada perubahan radikal itu sendiri, konflik struktural, cara dominasi, kontradiksi, emansipasi, deprivation, dan mengutamakan kejadian potensial yang diharapkan akan terjadi.  Adapun kombinasi dari dua dimensi ini menghasilkan empat pemetaan paradigma, yaitu: (1) paradigma humanis radikal (radical humanist paradigm); (2) paradigma strukturalis radikal (radical strukturalist paradigm); (3) paradima interpretatif (interpretative paradigm); dan paradigma fungsionalis (fungsionalist paradigm).
Hal yang berbeda tentang pembagian paradigma dalam sosiologi juga dijelaskan oleh Poloma (2004).  Merujuk dari perkembangan teori-teori sosiologi kontemporer, Poloma membagi 3 teori-teori sosiologi yang tidak lain mewakili pandangan sosiologi dunia.  Adapun ketiga pembagian tersebut, yakni teori naturalis dan positivis, teori humanistis atau interpretatif, dan teori evaluatif.
Referensi
Burrell, G. & G. Morgan, Sociological paradigms and organizational analysis, Arena, 1994.
Denzin, N.K. & Y.S. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative research (second edition), Thousand Oaks: Sage Publ. Inc., 2000.
Habermas, J., Ilmu dan teknologi sebagai ideology, Jakarta: LP3ES, 1990.
Ritzer, G., Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadgima Ganda (edisi kelima), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Ritzer, G. dan Goodman, DJ., Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2003.
Sanderson, SK., Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial (edisi kedua), PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Poloma, MM., Sosiologi Kontemporer (edisi keenam), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

















No comments:

Post a Comment