Kebijakan
Pembiayaan Pendidikan RAPBN 2009 berdasarkan:
a. Upaya pemenuhan target 20% pembiayaan pendidikan
APBN merupakan
instrumen yang sangat penting untuk mencapai tujuan bernegara dan menjaga
stabilitas perekonomian. Terlebih lagi pada tahun 2009, dimana Indonesia akan
melaksanakan pesta demokrasi. Kunci keberhasilan pembangunan ekonomi tahun
depan salah satunya akan ditentukan oleh keberhasilan RAPBN 2009 memprediksi
berbagai indikator asumsi makro ekonomi. Disusun dalam suasana ketidakpastian
perekonomian dunia dan seiring gejolak harga energi dan pangan, RAPBN 2009
hadir untuk memenuhi amanat konstitusi yakni memberikan porsi 20% untuk
anggaran pendidikan.
Dalam tahun
anggaran 2009, meskipun dalam kondisi anggaran yang masih sangat terbatas,
Pemerintah bertekad untuk memenuhi amanat konstitusi dalam pengalokasian
anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Hal ini dibuktikan dalam dokumen
tambahan Nota Keuangan yang disampaikan Presiden
RI kepada DPR (15/08), telah
dipenuhinya amanat konstitusi untuk anggaran pendidikan sebesar 20 persen.
Untuk memenuhi amanat konstitusi tersebut, pemerintah meningkatkan defisit dari
sumber utang sebesar Rp20,2 triliun, sehingga rencana defisit RAPBN 2009
direvisi dari 1,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi 1,9
persen PDB.
Anggaran pendidikan
harus ditambah sebesar Rp46,1 triliun untuk mencapai 20 persen dari APBN,
dengan mengurangi beban subsidi energi, dan membagi beban dengan daerah. Hal
ini disebabkan anggaran pendidikan pada akhirnya akan dibelanjakan dan
dinikmati oleh daerah. Pemerintah menetapkan kenaikan anggaran pendidikan ditujukan
untuk mencapai seluruh target Wajib Belajar Sembilan Tahun, memperbaiki
kesejahteraan guru secara signifikan, dan meningkatkan mutu pendidikan secara
keseluruhan.
b. Responsibility Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Jawa Timur
Peningkatan anggaran
juga terjadi dalam transfer ke daerah. Transfer ke Daerah meningkat dari
Rp292,4 triliun dalam APBN-P 2008 menjadi Rp303,9 triliun dalam RAPBN 2009,
atau 27,1 persen dari total belanja negara dalam RAPBN 2009. Kenaikan ini
merefleksikan keinginan untuk mewujudkan agar proses desentralisasi dan otonomi
daerah dapat benar-benar terwujud. Di samping kenaikan dalam DAU dan Dana Bagi
Hasil, Pemerintah juga meningkatkan DAK sebesar Rp1,1 triliun, sehingga total
DAK tahun 2009 mendatang diusulkan meningkat menjadi Rp22,3 triliun.
Dengan adanya
kenaikan anggaran yang terjadi dalam transfer ke daerah merefleksikan keinginan
pemerintah untuk meujudkan proses desentralisai dan otonomi daerah benar-benar
terwujud. Ide dasar otonomi daerah paling tidak dalam scenario idealnya
bertumpu pada kehendak untuk memperdayakan daerah dan sekolah melalui pemberian
kewenangan yang lebih dasar dalam pengambilan keputusan. Kewenangan itu
diberika bersama-sama dengan pengelolaan dana yang bersumber dari pemerintah
maupun masyarakat.
Kewenangan dan dana itu kemudian dikaikan dengan akuntabilitas hasil
yang ditunjukkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif di tingkat
daerah/sekolah, jadi ada tiga unsure kewenangan yang dapat dilakukan
bersama-sama ditingkat daerah/sekolah yaitu :
1. Kewenangan yang lebih besar untuk mengambil keputusan
2. Kewenangan mengalokasikan dana untuk mendukung implementasi
tersebut.
3. Akuntabilitas hasilnya.
c. Implikasi terhadap pembiayaan di tingkat unit sekolah
Biaya pendidikan ditingkat unit
sekolah berasal dari tiga sumber yaitu pemerintah (termasuk dari hibah dan
pinjaman luar negeri), keluarga siswa (baik disalurkan maelalui sekolah maupun
dibelanjakan sendiri), dan masyarakat (selain keluarga siswa). Penghitungan
biaya pendidikan untuk tingkat sekolah cenderung bias dana pemerintah yang
dikeluarkan sekolah-sekolah, kadang cukup membagi dana total dalam anggaran
pendidikan (ditingkat nasional atau daerah) dengan jumlah sekolah atau siswa dan didalamnya termasuk
membayar gaji guru/tenaga kependidikan, biaya operasional dan pemeliharaan, dan
biaya penyelengaraan proses belajar mengajar, jadi peran pemerintah dalam
mendanai pendidikan akan sangat membantu mengurangi beban pendanaan disekolah
disamping ada masukan dari keluarga siswa dan masyarakat.
d. Analisis sumber dan pembiayaan
pendidikan (Untuk lebih jelas, lampirkan neraca RAPBN 2009)
Pembiayaan pendidikan dalam APBN-P
2008 dan proyeksi RAPBN 2009 (dalam trilyun rupiah)
Komponen
|
2008
|
2009
|
A. Pendaptan Negara dan Hibah
1. Penerimaan
perpajakan
2. Penerimaan Negara
bukan pajak
|
895,0
609,2
282,8
|
1.022,6
726,3
295,4
|
B. Belanja Negara
1. Belanja Pemerintah pusat
2. Transfer ke daerah
|
989,5
697,1
292,4
|
1.122,2
818,2
303,9
|
C. Defisit Anggaran (A-B)
|
94,5
|
99,6
|
Alokasi pembiayan pendidikan dalam APBN-P 2008dan
proyeksi RAPBN 2009 (dalam trilyun rupiah)
Komponen
|
2008
|
2009
|
-
Belanja APBN
-
Belanja Pendidikan
-
Proporsi
|
894,990
141,408
15,6%
|
1.122,200
224,400
19,99%
|
Soal No 2: Mencermati Pembiayaan
pendidikan di tingkat unit sekolah saudara, nampak tingkat kemandirian
pembiayaan.
a. Analisis tingkat pembiayaan berdasarkan sumber pembiayaan sekolah dan berikan komentar (sertakan RAPBS)
b. berdasarkan tingkat
kemandirian tersebut (poin a), bagaimana komentar saudara tentang program
sekolah gratis!
Memasuki tahun 2009
ini, pemerintah kian gencar mewacanakan pendidikan gratis. Setelah sebelumnya
pemerintah juga mengalokasikan 20% dari dana APBN 2009 untuk pendidikan. Kini, pemerintah melalui Menteri Pendidikan
Nasional, Bambang Sudibyo, mengeluarkan instruksi bernomor 186/MPN/KU/2008 yang
ditujukan kepada penyelenggara pendidikan untuk tidak ada lagi
pungutan-pungutan kepada masyarakat yang sedang menyekolahkan putra-putrinya
pada pendidikan tingkat dasar (SDN & SMPN). Sebagai bentuk tindak lanjut
diberlakukannya PP. No. 47/2008 dan PP. No. 48/2008 tentang pembiayaan
pendidikan. Hal ini juga dikarenakan pemerintah telah menaikkan jumlah dana BOS
2009 sebesar rata-rata 50% dari dana sebelumnya (tahun 2008).
Sayang apa boleh
dikata, tekad pemerintah untuk menjalankan pendidikan gratis ternyata masih
belum dapat dinikmati oleh masyarakat saat ini. Padahal bulan Januari sudah
akan berakhir beberapa hari ke depan, namun berbagai faktor pendukung untuk itu
semua masih belum jelas pelaksanaan teknisnya di lapangan. Diantara faktor
utamanya adalah kesiapan sekolah itu sendiri. Lebih-lebih lagi bagi setiap
pemerintah daerah. Karena sesuai dengan ultimatun Mendiknas, pemda-lah yang
memiliki kewajiban untuk menutup kekurangan biaya operasional SDN & SMPN
jika dana dari pusat tidak mencukupi. Oleh sebab itu, menjadikan pendidikan
gratis tingkat dasar belum juga dapat direalisasikan.
Hal ini terkait
tentang persoalan-persoalan yang muncul lantaran masih ada komponen biaya
pendidikan yang masih harus ditanggung masyarakat. Belum lagi pendidikan gratis
tidak diberlakukan pada sekolah-sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) dan SBI. Ini jelas menunjukkan bahwa pendidikan gratis untuk semua dan
tentunya berkualitas di negeri ini masih harus untuk diperjuangkan bersama.
Ketika ditelaah
secara mendalam, selama ini setiap program atau kebijakan seputar pendidikan
khususnya kurang perencanaan yang matang. Masing-masing sub atau dinas seakan
berjalan sendiri-sendiri. Terbukti tidak adanya kerjasama yang serius bagi
instansi-instansi terkait. Oleh sebab itu, dapat diasumsikan bahwa
kebijakan-kebijakan tersebut terkesan sangat buru-buru dan sekedar mengejar
proyek belaka. Dalam artian, pemerintah sama sekali tidak melihat bagaimana
proses pelaksanaannya di lapangan. Oleh sebab itulah, kini saatnya semua elemen
dituntut untuk benar-benar dapat merealisasikan pendidikan gratis untuk semua
lapisan masyarakat.
Gambaran di atas
jelas membuktikan masih ada banyak persoalan seputar pendidikan yang belum juga
terselesaikan. Perlu adanya komitmen pemerintah dan penyelenggara pendidikan
serta partisipasi aktif masyarakat untuk memperjuangkan pendidikan gratis ini.
Disisi lain kita semua dituntut untuk meminimalisir terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam berbagai penyaluran dana pendidikan yang
menyebabkan anak usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak,
berkualitas dan sebagaimana semestinya. Belum lagi masalah-masalah pendidikan
lain yang masih terus saja mencuat di tanah air ini dan belum dapat
dituntaskan.
Dilihat dari
stuktur pembiayaan di sekolah, paling tidak terdapat dua hal yang perlu
diperhatilan. Pertama, biaya operasional pendidikan non-gaji sangatlah
kecil, baok di SD maupun di SMP. Sulit sinayangkan dengan biaya sekecil itu
sekolah kita sanggup menyelenggarakan kelas dan
pengayaan melalui ilustrasi dan praktek yang membutuhkan alat bantu
sederhana apapun. Kedua, membuat sekolah gratis dari sudut pandang pemerintah
bukanlah sesuatu yang luar biasa, tambahan biaya secara personal tidak terlalu
besar.
Harapannya tentu,
keberadaan berbagai program dan kebijakan seputar pendidikan, terutama
kebijakan dan program pendidikan gratis untuk SDN dan SMPN di tahun 2009 ini
tidak hanya dijadikan jargon belaka. Atau bahkan hanya sekedar lips services
dari pemerintah belaka. Namun memang menjadi kenyataan adanya dan berjalan
efektif sesuai harapan.
Soal No 3: Analisis Perbandingan Tingkat
Efisiensi Pembiayaan antara SMP Negeri dan SMP Swasta di Kecamatan Gondanglegi,
Kabupaten Malang.
a. Latar Belakang
Masalah keuangan merupakan
masalah yang cukup mendasar disekolah, karena seluruh komponen pendidikan
disekolah erat kaitnnya dengankomponen keuangan sekolah, meskipun tidak
sepenuhnya, masalah keuangan akan berpengaruh secara langsung terhadap kualitas
sekolah, terutama terkait dengan sarana dan prasaran dan sumber belajar. Banyak
sekolah-sekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara
optimal hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji huru maupun
mengadakan sarana dan prasaran kegiatan pembelajaran.
Sejalan dengan
kebijakan otonomi daerah yang menyerahkan masalah pendidikan ke daerah da
sekolah masing-masing maka masalah keauanganpun manjadi wewenang yang diberikan
secara langsung dalam pengelolaannya kepada sekolah, dalam hal ini kepala
sekolah dan stakeholder yang lain memiliki tanggungjawab pebuh terhadap
perencanaa, pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan seakolah.
Manajemen keuangan
sekolah merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan yang secara
keseluruhan menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi serta mempertanggungjawabkannya secara efektif, efisien dan
transparan.
Kinerja lembaga
pendidikan yang diukur melalui efisiensi penggunaan sumber daya lembaga
pendidikan untuk menghasilkan outcome
yang berkualitas sangat penting, selain karena cara berfikir organisasi sector
public yang selama ini cenderung ,meningkatkan anggaran sebagai kunci
peningkatan kualitas outcome, juga
karena adanya tuntutan akutabilitas oleh stakeholder
atas managemen dana dan pendidikan.
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat efisiensi
pembiayaan di SMP Negeri Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang ?
2. Bagaimana tingkat efisiensi
pembiayaan di SMP Sawasta Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang ?
3. Bagaimana perbandingan tingkat
efisiensi pembiayaan antara SMP Negeri dan SMP Swasta di kecamatan Gondanglegi
Kabupaten Malang?
4. Apakah kelompok sekolah yang
efisiensi mempunyai karakteristik managemen anggaran yang lebih efisien
dibandingkan dengan sekolah yang tidak efektif?
c. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat
erfisiensi pembiayaan di SMP Negeri Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.
2. Untuk mengetahui tingkat
efisiensi pembiayaan di SMP Swasat Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.
3. Untuk mengatahui perbandingan
tingkat efisiensi pembiayaan antara SMP Negeri dengan SMP Swasat Kecamatan
Gondanglegi Kabupaten Malang.
4. Untuk mengetahui dan sekaligus
membuktikan bahwa sekolah yang kenerjanya efisien mempunyai karakteristik
realisai anggaran yang berbeda dan lebih efisien secra signifikan dibandingkan
dengan anggaran sekolah yang tidak efisien.
d. Hipotesis
1. Kelompok sekolah ang efisien
mempunyai anggaran operasi (langsung) yang lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan kelompok sekolah yang tidak efisien.
2. Kelompok sekolah yang efisien mempunyai
anggaran administrasi overhead (tidak
langsung) yang lebih rendah secara signifikan dibandingkn dengan sekolah yang
tidak efisien.
3. Kelompok sekolah yang efisien
mempunyai proporsi belanja anggaran ang didanai oleh pemerintah daerah dan
masyarakat lebih rendah secara signifikan dibandingkn dengan sekolah yang tidak
efisien.
e. Alat Analisis
1. Kohort Ratio untuk
mengukur efisiensi
2. Uji statistic (Independent -
samples - test) untuk membandingkan rata-rata dari satu variable pada dua group data.