Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak
yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar
yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial
rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomendasi,
“jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan
hubungan antara teman-teman dekat
dalam suatu jenis profesi atau dunia
usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut
kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orangorang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-terangan terhadap kelompok
ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial
rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat
tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok
orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula
faktor
Monday, January 27, 2014
FAKTOR PENENTU MOBILITAS SOSIAL
. FAKTOR PENENTU MOBILITAS SOSIAL
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terhadap tingkat mobilitas sosial?
Untuk menjawab hal ini tentulah tidak mudah, karena begitu banyaknya variabel
yang menentukan tingkat mobilitas sosial. Dalam tulisan ini faktor penentu
mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor
yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan
untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi
ganda (dualistic economics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu
sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan,
orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran.
Struktur Pekerjaan
.1.1. Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor
formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik
yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari
rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak
memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan
aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang
terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya
didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahanbahan baku
(pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan
sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah.
Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan
semakin berkembangnya industrialisasi.
5.1.2. Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa
sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang
mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari
masyarakat yang bersangkutan, maksudnya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk
organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat
bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang
lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat
yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi
menimbulkan beberapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari
keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak
mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan
dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh
unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah berbagai
kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh
unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor
pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah
dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim
disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor
ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat
dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi
ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu
berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
5.1.3. Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki
pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman
anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa
ijazah, tes, rekomendasi, “jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubungan antara
teman-teman dekat dalam
suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi
menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orangorang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok
etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan
mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup
kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial
atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas
yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti
diskrimiasi, munculnya lembaga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh
pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya
mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
5.2. Faktor Individu
5.2.1. Perbedaan Kemamuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Bagaimana kemampuan
mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua
pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu
merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan
tingkat mobilitas.
5.2.2. Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan
atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap
individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan,
kemampuan “cara bermain”; dan pola kesenjangan nilai.
(a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting-tidaknya
pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan
karir seperti dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan
sangatlah menunjang. Tetapi latar belakang pendidikan seseorang mungkin tidak
diperlukan untuk kadar-karir sebagai olahragawan, seniman penghibur, dll. Namun
yang pasti peran pendidikan disini lebih menenkankan pada upaya untuk
mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfaatkan informasi
sebagaimana yang diperlukan.
(b) Kebiasaan Kerja
Kebiasan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keras tidaklah
menjamin terjadinya mobilitas-naik, namun tidaklah banyak orang yang dapat
mengalami mobilitasnaik tanpa kerja keras.
(c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian –
bersakit-sakit dahulu. bersenang-senang kemudian”. Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan (PPK).
Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung dari
pada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa, yang lebih tekun membaca buku
dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dari pada bermain kartu atau
membuang-buang waktu. ini adalah contoh penerapan pola penundaan kesenangan.
Kunci dari pada PPK adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya
keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
(d) Kemampuan “Cara Bermain”
“Cara bermain” dan atau seni “penampilan diri” mempunyai peran penting dalam
mobilitas-naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat
diterima oleh lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama
dengan orang lain. Ini semua mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kebehasilan penampilan diri secara positif bukanlah berarti meremehkan
kemampuan, namun justru melalui penampilan diri merupakan sarana/media yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
(e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang
mempercayai segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk
mencapai sasarannya atau mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab
kegagalannya dalam mencapai sasaran. Qrang semacam ini bukanlah hipokrit,
tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya tidak searah dengan
tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-anaknya
mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan
nasihat-nasihat guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik
di rumah.
(f) Faktor Keberuntungan/ Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan
memenuhi semua persyaratan untuk menjadi orang yang berhasil, namun tetap
mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru “jatuh” pada
orang lain yang jauh persyaratan. Faktor kemujuran/keberuntungan ini jelas
tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan,
namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dalam
mobilitas.
VI. PENUTUP
Dalam beberapa pembahasan di atas, lebih banyak berkisar tentang determinan
(faktor penentu mobilitas-naik). Bagaimana dengan diterminan mobilitas-menurun?
Pada dasarnya semua faktor penentu mobilitas-naik adalah juga sebagai faktor
penentu mobilitas menurun. Sebagai contoh adalah faktor struktur, pada saat
negara Indonesia mengalami krisis ekonomi maka banyak perusahaan mengalami
gulung tikar, terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan produktifitas, serta
penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi krisis yang dialami negara kita
ini cenderung akan meningkatkan jumlah orang yang harus kehilangan status
sosial. Adapun faktor-faktor individu seperti pendidikan, kebiasan kerja;
keberuntungan-menentukan siapa yang harus mengalami penurunan status.
Mobilitas Sosial mobilitas sosial
Mobilitas Sosial
I. PANGANTAR
Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan
penghasilan yang lebih tinggi dari pada apa yang pernah dicapai oleh orang
tuanya. Semua orang pasti menginginkan suatu kehidupan yang serba berkecukupan,
bahkan kalau mungkin berlebihan. Keinginan-keinginan itu adalah normal, karena
pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas. Seperti halnya
kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak, maka ia akan
menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai konotasi pada penghidupan
yang baik. Hanya saja apakah keinginan-keinginan, impian-impian dan cita-cita
itu berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang itulah
yang kita sebut “Mobilitas Sosial”.
II. KONSEP DAN RUANG LINGKUP MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mobilitas
fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal
(menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas
sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial
lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial
horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak
perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam
mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat
kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak
perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak
sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat
dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social
dimbing) dan gerak perpindahan status yang menurun (social sinking). Pengertian
mobilitas sosial ini mencakup baik mobilitas kelompok maupun individu. Misalnya
keberhasiian keluarga Pak A merupakan bukti dari mobilitas individu; sedang
arus perpindahan penduduk secara bersama-sama (bedo desa) dari daerah
kantong-kantong kemiskinan di P. Jawa ke daerah yang lebih subur sehingga
tingkat kesejahteraan mereka relatif lebih baik dibanding di daerah asal,
merupakan contoh mobilitas kelompok. Ketiga, Mobilitas psikis, yaitu merupakan
aspek-aspek sosial-psikologis sebagai akibat dari perubahan sosial. Datam hal
ini adalah mereka yang bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai
tentunya dengan goncangan jiwa.
Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama
lain, dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai
contoh untuk terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa
meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya
mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang
disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial
yang sudah demikian lama terjalin. Demikian halnya mobilitas geografis akan
mempengaruhi terhadap mobilitas sosial yang dimbing maupun sinking, bahkan
sekaligus mempengaruhi mobilitas mental atau psikis dari individu maupun
masyarakat.
III. SIFAT DASAR MOBILITAS SOSIAL
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas
sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan
menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah.
Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap
individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya.
Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan,
akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi
sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap
individu berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap
merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih
tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan
banyak orang terkungkung dalam status sosial para nenek moyang mereka.
Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu masyarakat sangat
ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat. Pada
masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat
mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat
tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.
IV. BENTUK MOBILITAS SOSIAL
Apabila kita bicara tentang mobilitas sosial, umumnya
dalam benak kita mempersepsikan tentang terjadinya perpindahan status dari
suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat status yang lebih tinggi; pada hal
mobilitas dapat berlangsung dalam dua arah. Bila kita amati perjalanan hidup
sekelompok individu, maka sebagian ada yang berhasii mencapai status yang lebih
tinggi, beberapa orang mengalami kegagalan (status lebih rendah), dan
selebihnya tetap pada tingkat status yang dimiliki oleh orang tua mereka.
Manfaat
|
Kerugian
|
Terbukanya
kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan kepribadiaanya.
|
Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas
menurun
|
Status
seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas pres tasi,
kemampuan dan keuletan.
|
Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status
jabatan yang ditingkatkan.
|
Terbukanya
kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
|
Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan
karena perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah.
Munculnya konflik status dan peran, konftik antar kelas sosial, antar
kelompok sosial dan antar generasi
|
Dalam berbagai kasus menunjukkan bahwa pada umumnya
mobilitas mengambil bentuk dalam dua arah. Tingkat mobilitas individu maupun
kelompok yang menurun maupun naik (meningkat), merupakan salah satu tolak ukur
dari masyarakat yang bersistem sosial terbuka, dan unsur positif maupun negatif
dari sistem pewarisan tidak cukup kuat menyaingi faktor prestasi sebagai faktor
penentu utama dari kedudukan sosial. Namun demikian apabila dalam kenyataan
semua orang tetap berada pada jenjang kelas sosial orang tua mereka (antar
generasi), ini merupakan tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial
tertutup, dimana pewarisan status (berkaitan dengan generasi sebelumnya) lebih
menonjol daripada prestasi.
Mobilitas sosial merupakan suatu fenomenal proses
sosial yang wajar dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi. Pada masyarakat
ini mobilitas merupakan suatu hal yang baik, di mana pengakuan terhadap
individu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat terbuka
lebar, sehingga tidak ada lagi suatu jerat yang membatasi seseorang untuk
menduduki status yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masyarakat yang
mobil, disamping bersifat menguntungkan karena manfaat yang diperoleh dari
mobilitas tersebut, namun demikian juga tetap memiliki konsekuensi negatif
(kerugian). Apa manfaat dan kerugian dari mobilitas sosial?
V. FAKTOR PENENTU MOBILITAS SOSIAL
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terhadap tingkat mobilitas sosial?
Untuk menjawab hal ini tentulah tidak mudah, karena begitu banyaknya variabel
yang menentukan tingkat mobilitas sosial. Dalam tulisan ini faktor penentu
mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor
yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan
untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi
ganda (dualistic economics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu
sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan,
orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran.
Subscribe to:
Posts (Atom)