.1.1. Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor
formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik
yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari
rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak
memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan
aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang
terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya
didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahanbahan baku
(pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan
sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah.
Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan
semakin berkembangnya industrialisasi.
5.1.2. Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa
sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang
mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari
masyarakat yang bersangkutan, maksudnya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk
organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat
bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang
lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat
yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi
menimbulkan beberapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari
keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak
mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan
dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh
unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah berbagai
kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh
unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor
pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah
dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim
disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor
ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat
dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi
ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu
berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
5.1.3. Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki
pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman
anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa
ijazah, tes, rekomendasi, “jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubungan antara
teman-teman dekat dalam
suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi
menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orangorang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok
etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan
mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup
kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial
atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas
yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti
diskrimiasi, munculnya lembaga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh
pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya
mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
5.2. Faktor Individu
5.2.1. Perbedaan Kemamuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Bagaimana kemampuan
mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua
pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu
merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan
tingkat mobilitas.
5.2.2. Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan
atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap
individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan,
kemampuan “cara bermain”; dan pola kesenjangan nilai.
(a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting-tidaknya
pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan
karir seperti dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan
sangatlah menunjang. Tetapi latar belakang pendidikan seseorang mungkin tidak
diperlukan untuk kadar-karir sebagai olahragawan, seniman penghibur, dll. Namun
yang pasti peran pendidikan disini lebih menenkankan pada upaya untuk
mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfaatkan informasi
sebagaimana yang diperlukan.
(b) Kebiasaan Kerja
Kebiasan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keras tidaklah
menjamin terjadinya mobilitas-naik, namun tidaklah banyak orang yang dapat
mengalami mobilitasnaik tanpa kerja keras.
(c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian –
bersakit-sakit dahulu. bersenang-senang kemudian”. Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan (PPK).
Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung dari
pada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa, yang lebih tekun membaca buku
dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dari pada bermain kartu atau
membuang-buang waktu. ini adalah contoh penerapan pola penundaan kesenangan.
Kunci dari pada PPK adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya
keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
(d) Kemampuan “Cara Bermain”
“Cara bermain” dan atau seni “penampilan diri” mempunyai peran penting dalam
mobilitas-naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat
diterima oleh lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama
dengan orang lain. Ini semua mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kebehasilan penampilan diri secara positif bukanlah berarti meremehkan
kemampuan, namun justru melalui penampilan diri merupakan sarana/media yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
(e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang
mempercayai segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk
mencapai sasarannya atau mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab
kegagalannya dalam mencapai sasaran. Qrang semacam ini bukanlah hipokrit,
tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya tidak searah dengan
tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-anaknya
mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan
nasihat-nasihat guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik
di rumah.
(f) Faktor Keberuntungan/ Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan
memenuhi semua persyaratan untuk menjadi orang yang berhasil, namun tetap
mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru “jatuh” pada
orang lain yang jauh persyaratan. Faktor kemujuran/keberuntungan ini jelas
tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan,
namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dalam
mobilitas.
VI. PENUTUP
Dalam beberapa pembahasan di atas, lebih banyak berkisar tentang determinan
(faktor penentu mobilitas-naik). Bagaimana dengan diterminan mobilitas-menurun?
Pada dasarnya semua faktor penentu mobilitas-naik adalah juga sebagai faktor
penentu mobilitas menurun. Sebagai contoh adalah faktor struktur, pada saat
negara Indonesia mengalami krisis ekonomi maka banyak perusahaan mengalami
gulung tikar, terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan produktifitas, serta
penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi krisis yang dialami negara kita
ini cenderung akan meningkatkan jumlah orang yang harus kehilangan status
sosial. Adapun faktor-faktor individu seperti pendidikan, kebiasan kerja;
keberuntungan-menentukan siapa yang harus mengalami penurunan status.
No comments:
Post a Comment