Monday, January 27, 2014

Struktur Pekerjaan


.1.1. Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahan­bahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.
5.1.2. Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksud­nya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan be­berapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah ber­bagai kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
5.1.3. Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomen­dasi, “jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubun­gan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orang­orang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-­terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti diskrimiasi, munculnya lem­baga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
5.2. Faktor Individu
5.2.1. Perbedaan Kemamuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Ba­gaimana kemampuan mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan tingkat mobilitas.
5.2.2. Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara ber­main”; dan pola kesenjangan nilai.
(a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting-tidaknya pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan karir seperti dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan sangatlah menunjang. Tetapi latar belakang pendidikan seseorang mungkin tidak diperlukan untuk kadar-karir sebagai olahragawan, seniman penghibur, dll. Namun yang pasti peran pendidikan disini lebih menenkankan pada upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfaatkan informasi sebagaimana yang diperlukan.
(b) Kebiasaan Kerja
Kebiasan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keras tidaklah menjamin terjadinya mobilitas-naik, namun tidaklah banyak orang yang dapat mengalami mobilitas­naik tanpa kerja keras.
(c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian – bersakit-sakit dahulu. bersenang-senang kemudian”. Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan (PPK). Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung dari pada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa, yang lebih tekun membaca buku dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dari pada bermain kartu atau membuang-buang waktu. ini adalah contoh penerapan pola penundaan kesenangan. Kunci dari pada PPK adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
(d) Kemampuan “Cara Bermain”
“Cara bermain” dan atau seni “penampilan diri” mempunyai peran penting dalam mobilitas-naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat diterima oleh lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Ini semua mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebehasilan penampilan diri secara positif bukanlah berarti meremehkan kemampuan, namun justru melalui penampilan diri merupakan sarana/media yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
(e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang mempercayai segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk mencapai sasarannya atau mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab kegagalannya dalam mencapai sasaran. Qrang semacam ini bukanlah hipokrit, tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya tidak searah dengan tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-anaknya mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan nasihat-nasihat guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik di rumah.
(f) Faktor Keberuntungan/ Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi semua persyaratan untuk menjadi orang yang berhasil, namun tetap mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru “jatuh” pada orang lain yang jauh persyaratan. Faktor kemujuran/keberuntungan ini jelas tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan, namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dalam mobilitas.
VI. PENUTUP
Dalam beberapa pembahasan di atas, lebih banyak berkisar tentang determinan (faktor penentu mobilitas-naik). Bagaimana dengan diterminan mobilitas-menurun? Pada dasarnya semua faktor penentu mobilitas-naik adalah juga sebagai faktor penentu mobilitas menurun. Sebagai contoh adalah faktor struktur, pada saat negara Indonesia mengalami krisis ekonomi maka banyak perusahaan mengalami gulung tikar, terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan produktifitas, serta penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi krisis yang dialami negara kita ini cenderung akan meningkatkan jumlah orang yang harus kehilangan status sosial. Adapun faktor-faktor individu seperti pendidikan, kebiasan kerja; keberuntungan-menentukan siapa yang harus mengalami penurunan status.

No comments:

Post a Comment